Selasa, 31 Januari 2017

Kertas Kerja Audit



A.                 Kertas Kerja
            Berdasarkan SAS 41, working Papers (AU 339.03), menguraikan kertas kerja (working papers) sebagai catatan yang di simpan oleh auditor tentang prosedur audit yang diterapkan, pengujian ayng dilaksanakan, informasi yang diperoleh, dan kesimpulan tentang masalah yang dicapai dalam audit. Kertas kerja memberikan :
a.       Dukungan utama bagi laporan audit
b.      Cara untuk melakukan koordinasi dan supervisi audit
c.       Bukti bahwa audit dilaksanakan sesuai dengan GAAS
B.                 Isi Kertas Kerja Audit
Kertas kerja audit meliputi semua berkas yang dibuat mulai dari perencanaan sampai dengan konsep laporan hasil audit, antara lain terdiridari: program audit, hasil pemahaman terhadap pengendalian intern, analisis,memorandum, surat konfirmasi, pernyataan dari klien, ikhtisar dan salinan/copy dari dokumen yang dikumpulkan, daftar atau komentar yang dibuat atau diperoleh auditor, draft laporan hasil audit, dan sebagainya. Kertas kerja tidak hanya berwujud kertas, tetapi dapat pula berupa pita magnetis, film, atau media yang lain. Kertas kerja berupa salinan/copy dokumen auditi diberi cap “COPY SESUAI ASLINYA, DIBERIKAN UNTUK AUDITOR” dan ditanda tangani/paraf oleh petugas/counterpart yang ditugaskan manajemen.
Secara lebih rinci dokumen yang terdapat pada kertas kerja audit harus meliputi aspek-aspek berikut:
1.     Perencanaan
2.     Pengujian dan evaluasi terhadap kecukupan dan efektivitas sistempengendalian internal
3.     Prosedur audit yang dilakukan, informasi yang diperoleh, analisa yangdibuat dan kesimpulan yang dicapai oleh auditor
4.     Review atas KKA (Kertas Kerja Audit)
5.     Pelaporan hasil audit
6.     Monitoring tindak lajut terhadap hasil audit
C.                 Persyaratan Kertas Kerja Audit
Kertas kerja audit memperlihatkan kecakapan teknis dan keahlianprofesional dari auditor yang menyusunnya. Seorang auditor yang kompeten dalam melaksanakan tugasnya akan menghasilkan kertas kerja yang bermanfaat. Agar bermanfaat, kertas kerja harus lengkap, teliti, ringkas, jelas dan rapi.
1.      Kertas kerja yang lengkap:
a.       Berisi semua informasi utama, dengan pengertian semua informasi penting harus dicantumkan dalam kertas kerja.
b.      Tidak memerlukan penjelasan tambahan. Auditor harus mempertimbang-kan bahwa kertas kerja akan direviu dan digunakan oleh seniornya untukpenyusunan laporan dan reviu hasil audit.
2.      Teliti Auditor harus memperhatikan ketelitian dalam penulisan dan perhitungan sehingga bebas dari kesalahan.
3.      Pembatasan Kertas kerja harus dibatasi pada informasi pokok saja yang diperlukan dan relevan dengan tujuan audit dan disajikan secara ringkas, tidak memuat data yang tidak perlu.
4.      Jelas dan Sistematis Kertas kerja harus mampu menyajikan informasi yang jelas dan sistematis, penggunaan istilah yang menimbulkan arti ganda perlu dihindari.
5.      Rapi Kerapian dalam pembuatan dan keteraturan dalam penyusunan kertas kerja diperlukan untuk mempermudah ketua tim dan supervisor mereviu hasil pekerjaan dan menyusun laporan hasil audit
D.                 Jenis Kertas Kerja
            Terdapat banyak jenis kertas kerja yang ada di dalam suatu audit. Jenis-jenis tersebut meliputi (1) kertas kerja neraca saldo, (2) skedul dan analisis, (3) memoranda audit dan dokumentasi informasi penguat, dan (4) ayat jurnal penyesuaian dan reklasifikasi.
1.      Kertas Kerja Neraca Saldo Pada contoh kertas kerja neraca saldo tersedia kolom-kolom untuk saldo buku besar tahun berjalan (sebelum penyesuaian dan reklasifikasi audit), penyesuaian, saldo setelah penyesuaian, reklasifikasi, dan saldo akhir (telah diaudit). Dicantumkannya saldo akhir (yang tealh diaudit) tahun sebelumnya akan mempermudah pelaksanaan proses analitis tertentu. Kertas kerja neraca saldo merupakan kertas kerja yang paling penting di dalam audit karena :
a.       Menjadi mata rantai penghubung antara akun buku besar klien dan item-item yang dilaporkan dalam laporan keuangan
b.      Memberikan dasar untuk pengendalian seluruh kertas kerja individual
c.       Megindetifikasi kertas kerja spesifik yang memuat bukit audit bagi setiap item laporan keuangan
Tidak adanya nomor akun untuk Kas menunjukkan bahwa item laporan keuangan ini merupakan gabungan dari beberapa akun buku besar kas. Dalam kasus seperti ini, kertas kerja awal dengan indeks A harus memuat skedul kelompok yang menunjukkan akun buku besar apa yang telah digabungkan untuk item atau pos laporan keuangan ini.
2.      Skedul dan Analisis Istilah skedul kertas kerja (working paper schedule) dan analisis kertas kerja (working paper analysis) digunakan secara bergantian untuk menggambarkan setiap kertas kerja yang memuat bukti yang mendukung item-item dalam kertas kerja neraca saldo. Dalam paragraf sebelumnya telah disebutkan bahwa apabila beberapa akun buku besar digabung untuk tujuan pelaporan, maka harus disusun sebuah skedul kelompok (group schedule) atau sering juga disebut sebagai skedul utama (lead schedule). Selain menunjukkan akun masing-masing buku besar yang adat dalam kelompok tersebut, skedul utama juga mengindentifikasi skedul atau analisis kertas kerja individu yang memuat bukti audit yang diperoleh untuk masing-masing akun dalam kelompok tersebut.
Setiap skedul atau analisis seringkali menunjukkan komposisi saldo akun pada tanggal neraca (atau pada tanggal lain menurut kepentingan audit) seperti yang terdapat pada kertas kerja A-1 pada contoh kertas kerja kas terintegrasi. Contoh lain berupa sebuah daftar saldo pelanggan yang terdiri dari saldo akun pengendali piutang usaha serta sebuah daftar investasi yang terdiri dari saldo akun sekuritas yang dapat diperdagangkan.
3.      Memoranda Audit dan Informasi Penguat Memoranda audit (audit memoranda) merujuk pada data tertulis yang disusun oleh auditor dalam bentuk naratif. Memoranda meliputi komentar-komentar atas pelaksanaan prosedur-prosedur audit yang meliputi (1) lingkup pekerjaan, (2) temuan-temuan, dan (3) kesimpulan audit. Sebagai contoh, auditor dapat menulis sebuah memo yang berisikan ikhtisar dari lingkup konfirmasi, tanggapan konfirmasi, temuan-temuan, dan kesimpulan audit berdasarkan bukti-bukti yang diperoleh. Selain itu, auditor juga dapat menyusun memoranda audit untuk mendokumentasikan informasi penguat sebagai berikut :
a.       Salinan risalah rapat dewan direksi
b.      Reprensentasi tertulis dari manajemen dan para pakar yang berasal dari luar organisasi
c.       Salinan kontrak-kontrak penting
4.      Ayat Jurnal Penyesuaian dan Ayat Jurnal Reklasifikasi Ayat jurnal penyesuaian (adjusting entries) merupakan koreksi atas kesalah klien sebagai akibat pengabaian atau salah penerapan GAAP. Oleh karena itu, pada akhirnya ayat jurnal penyesuaian secara sendiri-sendiri atau bersama-sama akan dianggap material, dengan harapan akan dicatat oleh klien sehingga saldo buku besar dapat disesuaikan. Sebaliknya, ayat jurnal reklasifikasi berkaitan dengan penyajian laporan keuangan yang benar dengan saldo akun yang sesuai. Pada dasarnya ayat jurnal reklasifikasi hampir sama dengan ayat jurnal penyesuaian, namun pengaruh material pada ayat jurnal reklasifikasi masih harus dibuat terlebih dahulu.
Ikhtisar ayat jurnal penyesuaian dan ayat jurnal reklasifikasi pada awalnya dirancang sebagai “ayat jurnal yang diusulkan”, karena pertimbangan akhir yang harus dibuat auditor atas ayat jurnal tersebut mungkin tidak akan terjadi sampai audit tersebut berakhir. Pada akhirnya susunan setiap ayat jurnal yang diusulkan tersebut harus dicatat dalam kertas kerja. Namun, apabila klien menolak untuk membuat ayat jurnal penyesuaian dan ayat jrunal reklasifikasi yang dianggap penting oleh auditor, maka auditor akan melakukan modifikasi seperlunya atas laporan auditor.
E.                 Menyusun Kertas Kerja
            Teknik-teknik dasar yang harus diperhatikan untuk menyusun kertas kerja audit yang baik adalah sebagai berikut ini :
1.      Judul (heading). Setiap kertas kerja harus memuat nama klien, judul deskriptif yang dapat mengidentifikasi isi dari kertas kerja tersebut, seperti “Rekonsilisasi Bank-City Nasional Bank”, serta tanggal neraca atau periode yang menjadi ruang lingkup audit.
2.      Nomor Indeks (index number). Setiap kertas kerja diberi nomor indeks atau nomor referensi untuk tujuan identifikasi atau pengarsipan, seperti A-1, B-1, dan seterusnya.
3.      Referensi silang (cross-referencing). Data dalam kertas kerja yang diambil dari kertas kerja lainnya atau yang digunakan dalam kertas kerja lain harus diberi referensi silang.
4.      Tanda koreksi (tick marks). Tanda koreksi berupa simbol-simbol seperti tanda pengecekan (a) yang digunakan dalam kertas kerja, menunjukkan dalam auditor telah melaksanakan sejumlah prosedur pada item-item dimana tanda pengecekan tersebut diberikan, atau dapat juga berarti bahwa informasi tambahan tentang item tersebut dapat diperoleh pada bagian lain dalam kertas kerja tersebut.
5.      Tanda tangan dan tanggal (signature and dates). Setelah menyelesaikan masing-masing tugasnya, penyusun maupun pe-review kertas kerja tersebut harus membubuhkan paraf dan tanggal pada kertas kerja tersebut. Hal ini diperlukan untuk menetapkan tanggung jawab atas pekerjaan dan review yang dilaksanakan.
F.                  Me-review dan Pengarsipan Kertas Kerja
            Terdapat beberapa tingkatan dalam melakukan review kertas kerja dalam suatu kantor CPA. Review tingkat pertama dilakukan oleh supervisor dari penyusun, seperti atasan atau manajernya. Review dilakukan apabila pekerjaan pada segmen tertentu dalam suatu audit telah diselesaikan. Pihak yang melakukan review terutama menekankan perhatian pada lingkup pekerjaan yang dilakukan, bukti dan temuan yang diperoleh, serta kesimpulan yang tela dicapai oleh penyusun. Review lainnya dilakukan atas kertas kerja apabila pekerjaan lapangan telah diselesaikan semuanya.
Pengarsipan Kertas Kerja Pada umumnya kertas kerja diarsipkan menurut dua kategori sebagai berikut; (1) file permanen dan (2) file tahun berjalan. File permanen (permanent file) memuat data yang diharapkan tetap bermanfaat bagi auditor dalam banyak perikatan dengan klien di masa mendatang. Sebaliknya, file tahun berjalan (current file) memuat informasi penguat yang berkenaan dengan pelaksanaan program audit tahun berjalan saja.
Pada umumnya item-item yang dijumpai dalam berkas permanen ialah :
a.       Salinan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga klien
b.      Bagan akun dan manual atau pedoman prosedur
c.       Struktur organisasi
d.      Tata letak pabrik, proses produksi, dan produk-produk utama
e.       Ketentuan-ketentuan dalam modal saham dan penerbitan obligasi
f.       Salinan kontrak jangka panjang, seperti sewa guna usaha, rencana pensiun, perjanjian pembagian laba dan bonus
g.       Skedul amortisasi kewajiban jangka panjang serta penyusutan aktiva pabrik
h.      Ikhtisar prinsip-prinsip akuntansi yang digunakan oleh klien
G.                Kepemilikan dan Penyimpanan Kertas kerja
            Kertas kerja menjadi milik kantor akuntan, bukan milik klien atau pribadi auditor. Namun hak kepemilikikan oleh kantor akuntan tersebut masih tunduk pada pembatasan-pembatasan yang diatur dalam kode etik profesi auditor itu sendiri. Peraturan 301, code of professional conduct dari AICPA menentukan bahwa seorang CPA dilarang untuk mengungkapkan setiap informasi rahasia yang diperoleh selama pelaksanaan penugasan profesional tanpa seizin klien, kecuali untuk kondisi tertentu sebagaimana ditetapkan dalam peraturan. Penyimpanan kertas kerja terletak pada tangan auditor, dimana ia bertanggung jawab untuk menyimpannya dengan aman. Kertas kerja yang tergolong sebagai file permanen akan disimpan untuk waktu yang tak terbatas. Sedangkan kertas kerja yang tergolong sebagai file tahun berjalan akan disimpan selama file tersebut dibuuhkan oleh auditor untuk melayani klien atau diperlukan untuk memenuhi persyaratan hukum sebagai retensi catatan. Ketentuan mengenai batasan waktu penyimpanan jarang yang melampui waktu enam bulan.
Hal-hal yang membuat auditor dapat memberikan informasi tentang klien kepada pihak lain adalah :
a.     Jika klien tersebut menginginkannya,.
b.     Jika misalnya praktek kantor akuntan dijual kepada akuntan publik lain, jika kertas kerjanya diserahkan kepada pembeli harus atas seijin klien.
c.     Dalam perkara pengadilan (dalam perkara pidana).
d.     Dalam program pengendalian mutu, profesi akuntan publik dapat menetapkan keharusan untuk mengadakan peer review di antara sesama akuntan publik. Untuk me-review kepatuhan auditor terhadap standar auditing yang berlaku, dalam peer review informasi yang tercantum dalam kertas kerja diungkapkan kepada pihak lain (kantor akuntan public lain) tanpa memerlukan izin dari klien yang bersangkutan dengan kertas kerja tersebut.
REFERENSI
Arens. Alvin A, Elder. Randal j, Auditing dan jasa assurance, 2006, Erlangga, Jakarta

Ahli Waris Dalam Islam


A.                 Pengertian Kewarisan
Waris (kewarisan) adalah harta benda dan hak yang ditinggalkan oleh orang yang mati untuk dibagikan kepada yang berhak menerimanya. Faraidh ialah bagian yang telah ditetapkan oleh syara’ untuk waris. Muwarrits adalah orang yang meninggal, Warits adalah orang yang ada hubungannya dengan simayyit Dan Mauruts adalah harta peninggalan yang menjadi pusaka
B.                 Dasar Hukum Kewarisan
Dasar dari al-Qur’an:
وَلَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ (البقرة : 188)
Dasar dari Sunnah:
اَلْحِقُوا الْفَرَائـِضَ بِاَهْلِهَا  فَمَا بَقِيَ  فَهُوَ  لِأَوْلَى رَجُلٍ ذَكَرٍ (متفق عليه)
“Terimakanlah waris itu kepada ahlinya, maka kelebihannya (sisanya) berikanlah kepada ahli waris lelaki yang terdekat.
C.                 Sebab Kewarisan
1.      Karena perkawinan
a.       Perkawinan yang sah;
b.      Perkawinan itu masih utuh.
2.      Karena Kekerabatan
a.       furu’ : anak turunan dari simayit;
b.      Ushul: leluhur simayit;
c.       Hawasyi: keluarga yang berhubungan dengan  simayit dari jalur samping.
d.      Wala’ (perbudakan):
e.       Wala’ul ‘Itqi: hubungan pemerdekaan;
f.       Wala’ul muwalah: hubungan karena adanya sumpah setia.
D.                 Sebab Penghalang Kewarisan
1.      Penghalang Karena Perbudakan
a.       Budak tidak dapat mempusakai harta peninggalan ahliwarisnya karena:
b.      Ia dipandang tidak cakap mengurusi harta miliknya.
c.       Status kekeluargaannya terhadap kerabatnya sudah dianggap putus dan karenanya ia sudah menjadi keluarga asing.
d.      Budak tidak dapat mempusakakan harta peninggalannya, karena ia dianggap melarat dan tidak mempunyai harta sedikit pun.
2.      Penghalang Karena Pembunuhan
a.       Menurut Ulama Hanafiyah:
1.      Pembunuhan yang menjadi penghalang adalah:
a.       Yang bersanksi qishash, pembunuhan yang disengaja.
b.      Yang bersanksi kaffarah:
c.       Mirip sengaja; Karena silap, Silap maksud, Silap tindakan. Dan karena dianggap silap.
2.      Pembunuhan yang tidak menjadi penghalang:
a.       Pembunuhan tidak langsung;
b.      Pembunuhan karena hak;
c.       Pembunuhan yang dilakukan oleh orang yang tidak cakap;
d.      Pembunuhan kerena uzur.
b.      Menurut Ulama Malikiyah:
1.      Pembunuhan yang menjadi penghalang kewarisan: Pembunuhan sengaja yang langsung, seperti memukul dengan benda yang mematikan, baik bermaksud membunuh maupun tidak.
2.      Pembunuhan sengaja tidak langsung:
a.       Sengaja melicingkan jalan yang mengabatkan terbunuhnya seseorang;
b.      Melepaskan binatang buas dan Bersaksi palsu yang berakibat dihukummatinya seseorang.
3.      Pembunuhan yang tidak mengakibatkan penghalang kewarisan: Karena silap , Dilakukan oleh orang yang tidak cakap; Pembunuhan karena hak (bukan permusuhan); dan Karena uzhur.
c.       Menurut Ulama Syafi’iyah, semua pembunuhan, maka secara mutlak menjadi pengahalang kewarisan: Baik sengaja maupun tidak; Baik kerena ada uzdur maupun tidak dan Baik dilakukan oleh orang yang tidak cakap maupun orang cakap.
d.      Menurut Ulama Hanabilah:
a.       Pembunuhan yang mejadi penghalang kewarisan yaitu pembunuhan yang dibebani: Qishash; Kaffarah; diyat dan Ganti rugi. Seperti: pembunuhan sengaja, mirip sengaja, dianggap silap, karena silap, tidak langsung dan yang dilakukan oleh orang yang tidak cakap.
b.      Pembunuhan yang tidak menjadi penghalang kewarisan: Untuk melaksanakan hak dan Karena uzdur.
3.      Penghalang Karena Berlainan Agama Yang dimaksud berlainan agama ialah berlainan agama dan kepercayaan antara orang yang mewari dengan yang diwarisi, baik agama nasrani maupun agama atheis lainnya. Dasar hukumnya:
لاَ يَرِثُ الْمُسْلِمُ  الْكَافِرَ وَلاَ الْكَفِرُ الْمُسْلِمَ (متفق عليه)
Macam-macam Berlainan Agama
a.       Orang kafir mewarisi orang Islam (tidak dapat mewarisi)
b.      Orang Islam mewarisi orang kafir (tidak dapat mewarisi);
c.       Orang  kafir mewarisi orang kafir (dapat mewarisi);
d.      Orang murtad mewarisi orang tidak murtad (tidak dapat mewarisi);
e.       Orang tidak murtad mewarisi yang murtad.
f.       Harta yang diperoleh sebelum murtad dapat diwarisi oleh orang Islam.
g.       Sedangkan harta yang diperoleh setelah murtad tidak dapat diwarisi.
4.      Penghalang Karena Berlainan Negara Yang dimaksud dengan berlainan negara adalah berlainan tempat tinggal antara muwarris dengan ahli warisnya, baik negara yang berbentuk kesultanan, kerajaan maupun republik. Berlainan negara yang menjadi penghalang:
E.                 Ahli Waris
1.      Ahli Waris Golongan Laki-laki Anak laki-laki; Cucu laki-laki dari anak laki-laki dan seterusnya ke bawah; Bapak; Kakek dari bapak dan seterusnya ke atas; Saudara laki-laki kandung; Saudara laki-laki seayah; Saudaran laki-laki seibu; Anak laki-laki dari saudara laki-laki sekandung; Anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah; Paman sekandung dari ayah; Paman yang sebapak dengan  ayah; Anak-laki dari paman sekandung dengan ayah; Anak-laki dari paman sebapak dengan ayah; Suami  
Jika semua ahli waris tersebut di atas ada, maka yang mendapat warisan adalah: anak laki-laki; ayah dan suami
2.      Ahli Waris Perempuan Anak perempuan; Cucu perempuan dari anak laki-laki dan seterusnya ke bawah; Ibu; Nenek (ibu dari ibu) ke atas; Nenek (ibu dari bapak) ke atas; Saudara perempuan sekandung; Saudara perempuan sebapak; Saudara perempuan seibu; Isteri.
Jika semua ahli waris tersebut ada, maka yang berhak mendapat warisan adalah: Isteri; Anak perempuan; Cucu perempuan dari anak laki-laki, Ibu; Saudara perempuan sekandung.
Jika semua ahli waris laki-laki dan perempuan semua ada, maka yang berhak mendapat kewarisan adalah: Suami atau isteri, Ibu; Bapak; Anak laki-laki  dan Anak perempuan.
F.                  Ashabul Furud Dan Ashabah
1.      Ashabul furudh adalah golongan ahli waris yang mendapat bagian tertentu. Di antara ashbul furud itu ada yang mendapat: Seper dua (1/2), Seper empat (1/4), Seper delapan (1/8), Dua pertiga (2/3), Sepertiga (1/3) dan Seper enam (1/6).
a.      Ahli Waris Yang Mendapat Seperdua(1/2) Anak perempuan tunggal; Cucu perempun tunggal dari anak laki-laki (dikiaskan kepada anak perempuan tunggal); Saudara perempuan tunggal sekandung; Saudara perempuan tunggal sebapak jika saudara perempuan sekangdung tidak ada dan Suami apabila tidak ada anak atau cucu (laki-laki atau perempuan) dari anak laki-laki.
b.      Ahli Waris Yang Mendapat Seperempat(1/4) Suami jika ada anak (laki-laki atau perempuan) dari anak laki-laki; Isteri, jika tidak ada anak atau cucu dari anak laki-laki.
c.       Ahli Waris Yang Mendapat Seperdelapan(1/8) Isteri, Jika suami yang meninggal mempunyai anak atau cuc dari anak laki-laki.
d.      Ahli Waris Yang Mendapat Duapertiga(2/3) Dua orang anak perempuan atau lebih, jika tidak ada anak laki; Dua orang cucu perempuan atau lebih dari anak laki-laki, jika tidak ada cucu laki-laki dari anak laki-laki dan anak perempuan; Dua orang saudara perempuan atau lebih yang sekandung, jika tidak ada anak perempuan, anak perempuan dari anak laki-laki, atau saudara laki-lakinya; Dau orang saudara perempuan seayah atau lebih, jika tidak ada yang tersebut pada no. 1,2 dan 3 atau saudara laki-laki mereka.
e.       Ahli Waris Yang Mendapat Sepertiga(1/3) Ibu, jika tidak ada halangan, yakni tidak ada anak, cucu laki-laki dari anak laki-laki, tidak meninggalakan dua orang saudara, baik sekandung, sebapak maupun seibu saja; Dua orang atau lebih saudara laki-laki atau perempuan yang seibu.
f.       Ahli Waris Yang Mendapat Seperenam (1/6) Ibu, jika ada anak, atau cucu laki-laki dari anak laki-laki, atau dua orang atau lebih dari saudara (laki-laki atau perempuan); Ayah, jika ada anak, atau cucu laki-laki dari anak laki-laki. Nenek perempuan, jika tidak ada ibu; Cucu perempuan dari anak laki-laki, jika bersama-sama dengan  seorang anak perempuan sekandung; Saudara perempuan seayah, jika bersama-sama dengan saudara perempuan sekandung; Kakek, jika tidak ada ayah. Dan Anak laki-laki seibu/saudara laki seibu, atau saudara perempuan seibu.
2.      Ashabah  Ashabah adalah kelompok ahli waris yang mendapat semua harta atau semua sisa. Macam macam Ashabah meliputi:
a.       Ashabah bin nafs, yaitu ahli waris yang mendapat semua harta atau semua sisa secara langsung tanpa disebabkan oleh orang lain. Meliputi: Anak laki-laki; Cucu laki dari anak laki-laki ke bawah; Bapak; Kakek dari pihak bapak; Saudara laki-laki sekandung; Saudara laki-laki sebapak; Anak saudara laki-laki sekandung; Anak saudara laki-laki sebapak; Paman yang sekandung dengan  bapak; Paman yang seabapak dengan  bapak; Anak laki-laki paman yang sekandung dengan  bapak; Anak laki-laki paman yang sebapak dengan  bapak;
b.      Ashabah bil gair, yakni ahli wari yang mendapat ashabah dengan sebab orang lain. Meliputi: Anak laki-laki dapat menarik saudaranya yang perempuan; Cucu laki-laki dari anak laki-laki dapat menarik saudaranya yang perempuan menjadi ashabah; Saudara laki-laki sekandung dapat menarik saudaranya yang perempuan menjadi asabah dan Saudara laki-laki seayah dapat menarik saudaranya yang perempuan menjadi ashabah.
c.       Ashabah ma’al ghair, yaitu ahli waris yang mendapat ashabah bersama orang  lain. Meliputi: Saudara perempuan sekandung seorang atau lebih bersama dengan anak perempuan, atau anak perempuan bersama dengan cucu perempuan (seorang atau lebih), maka anak perempuan sekandung tersebut menjadi ashabah ma’alghair, sesudah ahli waris yang mendapat bagiannya. Saudara perempuan seayah (seorang atau lebih) mejadi ashabah ma’alghair apabila bersama dengan anak perempuan (seorang atau lebih), atau saudara perempuan seayah bersama dengan cucu perempuan (seorang atau lebih).
G.                Penghapusan Hak Waris (Hajib)
Hajib, artinya dinding yang menjadi penghalang kepada sesuatu. Dalam istilah kewarisan, hajib adalah dinding yang menjadi penghalang untuk mendapat harta warisan bagi sebagian ahli waris, karena masih ada ahli waris terdekat pertaliannya dengan  simayit. Hajib terdiri atas:
1.      Hajib hirman, yaitu dinding yang menghalangi untuk mendapat warisan karena ada ahli waris yang lebih dekat.
a.       Kakek tidak mendapat jika ada bapak, dan nenek terhijab oleh ibu; Cucu laki-laki dari anak laki-laki terhijab oleh anak laki-laki;
b.      Sudara kandung terhijab oleh: Anak laki-laki; Cucu laki-laki dari anak laki-laki; Bapak;
c.       Saudara sebapak terhijab oleh: Anak laki-laki; Cucu laki-laki dari anak laki-laki; Bapak. Saudara laki-laki sekandung.
d.      Saudara seibu tehijab oleh: Anak (laki-laki atau perempuan), Cucu (laki-laki atau perempuan) Bapak. Kakek.
e.       Anak laki-laki dari saudara laki-laki sekandung terhijab oleh: Anak laki-laki; Cucu laki-laki dari anak laki-laki; Bapak.Kakek.Saudara laki-laki sekandung. Saudara laki-laki seayah.
f.       Anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah terhijab oleh: Anak laki-laki; Cucu laki-laki dari anak laki-laki; Bapak; Kakek; Saudara laki-laki sekandung; Saudara laki-laki sebapak; Anak laki-laki dari saudara laki-laki sekandung.
g.       Paman sekandung dengan  bapak terhijab oleh: Anak laki-laki; Cucu laki-laki dari anak laki-laki; Bapak; Kakek; Saudara laki-laki sekandung; Saudara laki-laki sebapak; Anak laki-laki dari saudara laki-laki sekandung. Anak laki-laki dari saudara laki-laki sebapak.
h.      Paman yang sebapak dengan bapak terhijab oleh: Anak laki-laki; Cucu laki-laki dari anak laki-laki; Bapak; Kakek; Saudara laki-laki sekandung; Saudara laki-laki sebapak; Anak laki-laki dari saudara laki-laki sekandung. Anak laki-laki dari saudara laki-laki sebapak. Paman yang sekandung dengan  bapak.
i.        Anak laki-laki paman yang sekandung dengan bapak terhijab oleh: Anak laki-laki; Cucu laki-laki dari anak laki-laki; Bapak; Kakek; Saudara laki-laki sekandung; Saudara laki-laki sebapak; Anak laki-laki dari saudara laki-laki sekandung. Anak laki-laki dari saudara laki-laki sebapak. Paman yang sekandung dengan  bapak. Paman yang sebapak dengan  bapak.
j.        Anak laki-laki paman yang sebapak dengan bapak terhijab oleh: Anak laki-laki; Cucu laki-laki dari anak laki-laki; Bapak; Kakek; Saudara laki-laki sekandung; Saudara laki-laki sebapak; Anak laki-laki dari saudara laki-laki sekandung. Anak laki-laki dari saudara laki-laki sebapak. Paman yang sekandung dengan  bapak. Paman yang sebapak dengan  bapak. Anak laki-laki yang paman yang sekandung dengan  bapak.
k.      Cucu perempuan dari anak laki-laki terhijab oleh: Anak laki-laki dan Dua orang anak perempuan atau lebih.
2.      Hajib Nuqsan, yaitu dinding yang mengurangi bagian ahli waris, karena adanya ahli waris yang lebih dekat bersama dengannya.
a.       Ibu dari 1/3 menjadi 1/6 karena adanya: Anak; Cucu dari pancaran laki-laki
b.      Dua orang atau lebih saudara-saudari: Sekandung; Seayah; seibu.
c.       Suami dari ½ menjadi ¼ karena adanya: Anak (laki-laki atau perempuan) Cucu dari pancaran laki-laki
d.      Isteri dari ¼ menjadi 1/8 karena adanya: Anak Cucu dari anak laki-laki.
e.       Cucu perempuan dari pancaran laki-laki terhijab nuqshan dari ½ menjadi 1/6 sebagai pelengkap 2/3 karena adanya: Anak perempuan sekandung dan dalam keadaan tidak bersama dengan mu’ashshibnya (saudara laki-lakinya). Saudari seayah terihijab nuqshan oleh saudari sekandung, dari ½ menjadi 1/6 sebagai pelengkap 2/3.
f.       Ayah tehijab nuqshan dari ashabah menjadi 1/6 karena ada anak laki-laki dan cucu laki dari anak laki-laki.
H.                Metode Pembagian Warisan
Asal masalah adalah Kelipatan persekutuan terkecil (KPT) yang dapat dibagi oleh setiap penyebut dari furud muqaddarah (ashabul furud). Asal masalah ini merupakan cara penyelesaian pembagian harta warisan dengan  mencari asal masalahnya (KPT). Hal ini terdiri dari 7 macam yaitu : Asal masalah: 2, 3, 4, 6, 8, 12 dan 24. Prosedur yang ditempuh yaitu:
1.      Tentukan bagian masing ahli waris telebih dahulu.
2.      Setelah diketahui pembagiannya masing, maka tentukan asal masalahnya.
Penetuan Asalah Masalah
1.      Tamatsul, apabila penyebut dari bagian ashabul furud sama besarnya, meski pembilangnya berbeda, seperti 1/3 dan 2/3.
2.      Tadakhul, apabila penyebut-penyebutnya dapat dibagi oleh penyebut pecahan terkecil, seperti antara ½ dan 1/6; ½ dan ¼ dst. Untuk menentukan masalah tadakhul ini maka kita harus membuang penyebut yang terkecil.
3.      Tawaquf, apabila penyebut pecahan bagian warisan itu semuanya dapat dibagi dengan  pembagi yang sama, seperti antara ¼ dan 1/6; antara 1/6 dan 1/8. untuk menetapkan masalah tawaquf ini maka kita harus menggandakan salah satu penyebut dengan  hasil bagi penyebut yang lain, misalnya 4x6/2= 12; atau 6x4/2=12.
4.      Tabayun, apabila penyebut-penyebut pecahan bagian ahli waris tidak dapat dibagi oleh penyebut yang terkecil di antara penyebut yang ada, atau tidak dapat dibagi dengan pembagi yang sama, selain dengan  angka satu (1). Misalnya: antara ¼ dan 2/3; atau antara 1/3 dan 1/8.
5.      Untuk menetapkannya, maka prosedur yang ditempuh adalah dengan cara menggandakan satu penyebut dengan  penyebut yang lain, seperti 1/3 dan ¼ digandakan menjadi 3x4=12. 1/3 dan 1/8 menjadi 3x8=24.
I.                   Contoh Kasus
Seorang meninggal dengan meninggalkan ahli waris yang terdiri dari: seorang anak perempuan, suami dan bapak. Harta peninggalan 2.000.000. berapa bagian masing-masing:
Jawab:  Anak perempuan ½ (karena sendiri), Suami ¼ (karena ada anak), Bapak ashabah (karena tidak ada anak laki-laki dan cucu laki dari anak laki-laki).
Asal masalahnya (KPK) adalah 4:
 anak perempuan = ½ x 4 = 2.
Suami                  = ¼ x 4 = 1.
Bapak ashabah    = 4 – 3  = 1.
Jumlah                             = 4.
Anak perempuan = 2/4 x Rp 2.000.000 = Rp. 1.000.000; Suami = ¼ x Rp 2.000.000,- = Rp.500.000,- Bapak = ¼ x Rp 2.000.000,- = Rp. 500.000,-
#Penyelesaian Masalah Aul
Aul adalah menambahkan saham-saham ashabul furud atas asal masalah, karena furud memerlukan tambahan, seperti asala masalah 6 menjadi 7. misalnya jika ahli waris yang terdiri dari: suami (1/2) dan dua orang saudara perempuan sekandung (2/3). Asal masalahnya 6:
Suami                                               = ½   x 6 = 3
Dua saudara perempuan sekandung = 2/3 x 6 = 4
Jumlahnya                                                       = 7
Maka asal masalahnya dinaikkan menjadi 7, jadi penyelesainya adalah:
Suami                                      3/7 x 7 = 3
Dua orang saudara sekandung 4/7 x 7 = 4
Jumlahnya                                           = 7

Danau Tanralili ( Surga Di Kaki Gunung Bawakaraeng)

Sumb er: Dokum entasi Pribadi M e nd e ngar kata Gunung Bawakara e ng s e kilas akan t e rlintas angan t e ntang k e tinggian dan huta...