Minggu, 23 Juli 2017

Kasus Penyelewengan Dana Bantuan Sosial Dan Hibah di Provinsi Banten

Berdasarkan riset yang dilakukan Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Indonesia Budget Center (IBC), ditemukan bahwa anggaran untuk dana hibah dan bantuan sosial (bansos) rawan diselewengkan untuk kepentingan petahana (incumbent) dalam ajang pilkada sepanjang 2013. Dari riset tersebut, ditemukan modus korupsi politik dalam alokasi dana hibah untuk pemenangan pilkada, yaitu lembaga penerima fiktif, lembaga penerima alamatnya sama, aliran dana ke lembaga yang dipimpin keluarga atau kroni gubernur, dana hibah disunat, penerima bansos tidak jelas," kata peneliti IBC, Roy Salam, dalam jumpa pers di kantor ICW, Jakarta, Minggu (20/1).
Menurutnya, hal itu bisa dilihat dari membengkaknya pengalokasian anggaran dari pos dana bansos dan hibah menjelang pilkada. Serta, besarnya dana hibah dan bansos yang turun setelah pilkada usai. Namun dalam kasus ini penulis memberikan contoh untuk daerah Banten yang terkait kasus penyelewengan dana bantuan sosial dan hibah. Modus yang digunakan dalam penggelapan dana bansos dan hibah biasanya berupa bantuan fiktif dan penyunatan anggaran. Kadang, bantuan juga diberikan kepada organisasi yang tidak aktif, tapi dibuat seolah-olah aktif. Aliansi Banten Menggugat (ABM) pernah mengadukan masalah ini ke KPK. Mereka menyoroti dana bansos dan hibah sebagian ada yang mengalir ke organisasi yang dipimpin Atut dan keluarganya.
Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan sejumlah modus dalam penyelewangan dana bantuan sosial dan hibah di beberapa daerah. Para pejabat diminta jangan main-main, sebab ancaman hukumannya bisa saja berlapis! Wakil Kepala PPATK Agus Santoso mengatakan, modus yang digunakan dalam penggelapan dana bansos dan hibah biasanya berupa bantuan fiktif dan penyunatan anggaran. Kadang, bantuan juga diberikan kepada organisasi yang tidak aktif, tapi dibuat seolah-olah aktif. "Biasanya modusnya dengan menggunakan oknum-oknum binaan si pejabat. Orang-orang ini seolah-olah adalah pengurus, dan mereka ini yang menyediakan formalitas antara lain nama anggota fiktif dan palsu," jelas Agus saat berbincang dengan detikcom, Jumat (1/11/2013). Karena itu, Agus mengimbau agar para pejabat berhati-hati dalam menyalurkan dana bansos dan hibah. Bila terjerat korupsi dan pencucian uang, maka hukumannya bisa akumulatif. "Hati-hati yang bermain dengan korupsi dan TPPU!" tegasnya. Modus yang disampaikan Agus ini cocok dengan temuan BPK dan sejumlah LSM pemerhati korupsi di Banten. Mereka menemukan sejumlah penyelewengan yang diduga mengarah pada kerugian negara.
Dalam dokumen laporan Hasil Pemeriksaan BPK atas Laporan Keuangan Pemerintah Provinsi Banten tahun 2012, terungkap sejumlah masalah dalam penyaluran dana bansos dan hibah. Ada yang berhubungan dengan pelaporan yang tak jelas dan kegiatan yang fiktif. Lalu, Aliansi Banten Menggugat (ABM) pernah mengadukan masalah ini ke KPK. Mereka menyoroti dana bansos dan hibah tahun anggaran 2009 sebesar Rp 14 miliar, 2011 yang digelontorkan Atut hingga Rp 340,4 miliar yang dibagikan kepada 221 lembaga/organisasi dan program bansos senilai Rp 51 miliar. Jumlah tersebut dua kali lipat dari anggaran sebelumnya pada tahun 2010 yang berjumlah Rp 239,270 miliar. Sebagian ada yang mengalir ke organisasi yang dipimpin Atut dan keluarganya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Danau Tanralili ( Surga Di Kaki Gunung Bawakaraeng)

Sumb er: Dokum entasi Pribadi M e nd e ngar kata Gunung Bawakara e ng s e kilas akan t e rlintas angan t e ntang k e tinggian dan huta...