Berdasarkan riset yang dilakukan
Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Indonesia Budget Center (IBC), ditemukan
bahwa anggaran untuk dana hibah dan bantuan sosial (bansos) rawan diselewengkan
untuk kepentingan petahana (incumbent) dalam ajang pilkada sepanjang 2013. Dari
riset tersebut, ditemukan modus korupsi politik dalam alokasi dana hibah untuk
pemenangan pilkada, yaitu lembaga penerima fiktif, lembaga penerima alamatnya
sama, aliran dana ke lembaga yang dipimpin keluarga atau kroni gubernur, dana
hibah disunat, penerima bansos tidak jelas," kata peneliti IBC, Roy Salam,
dalam jumpa pers di kantor ICW, Jakarta, Minggu (20/1).
Menurutnya, hal itu bisa dilihat
dari membengkaknya pengalokasian anggaran dari pos dana bansos dan hibah
menjelang pilkada. Serta, besarnya dana hibah dan bansos yang turun setelah
pilkada usai. Namun dalam kasus ini penulis memberikan contoh untuk daerah
Banten yang terkait kasus penyelewengan dana bantuan sosial dan hibah. Modus
yang digunakan dalam penggelapan dana bansos dan hibah biasanya berupa bantuan
fiktif dan penyunatan anggaran. Kadang, bantuan juga diberikan kepada
organisasi yang tidak aktif, tapi dibuat seolah-olah aktif. Aliansi Banten
Menggugat (ABM) pernah mengadukan masalah ini ke KPK. Mereka menyoroti dana
bansos dan hibah sebagian ada yang mengalir ke organisasi yang dipimpin Atut
dan keluarganya.
Pusat Pelaporan Analisis
Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan sejumlah modus dalam penyelewangan dana
bantuan sosial dan hibah di beberapa daerah. Para pejabat diminta jangan
main-main, sebab ancaman hukumannya bisa saja berlapis! Wakil Kepala PPATK Agus
Santoso mengatakan, modus yang digunakan dalam penggelapan dana bansos dan
hibah biasanya berupa bantuan fiktif dan penyunatan anggaran. Kadang, bantuan
juga diberikan kepada organisasi yang tidak aktif, tapi dibuat seolah-olah
aktif. "Biasanya modusnya dengan menggunakan oknum-oknum binaan si
pejabat. Orang-orang ini seolah-olah adalah pengurus, dan mereka ini yang
menyediakan formalitas antara lain nama anggota fiktif dan palsu," jelas
Agus saat berbincang dengan detikcom, Jumat (1/11/2013). Karena itu, Agus
mengimbau agar para pejabat berhati-hati dalam menyalurkan dana bansos dan
hibah. Bila terjerat korupsi dan pencucian uang, maka hukumannya bisa
akumulatif. "Hati-hati yang bermain dengan korupsi dan TPPU!"
tegasnya. Modus yang disampaikan Agus ini cocok dengan temuan BPK dan sejumlah
LSM pemerhati korupsi di Banten. Mereka menemukan sejumlah penyelewengan yang
diduga mengarah pada kerugian negara.
Dalam dokumen laporan Hasil
Pemeriksaan BPK atas Laporan Keuangan Pemerintah Provinsi Banten tahun 2012,
terungkap sejumlah masalah dalam penyaluran dana bansos dan hibah. Ada yang
berhubungan dengan pelaporan yang tak jelas dan kegiatan yang fiktif. Lalu,
Aliansi Banten Menggugat (ABM) pernah mengadukan masalah ini ke KPK. Mereka
menyoroti dana bansos dan hibah tahun anggaran 2009 sebesar Rp 14 miliar, 2011
yang digelontorkan Atut hingga Rp 340,4 miliar yang dibagikan kepada 221
lembaga/organisasi dan program bansos senilai Rp 51 miliar. Jumlah tersebut dua
kali lipat dari anggaran sebelumnya pada tahun 2010 yang berjumlah Rp 239,270
miliar. Sebagian ada yang mengalir ke organisasi yang dipimpin Atut dan
keluarganya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar