PT Great River International merupakan
perusahaan pakaian jadi berkualitas tinggi dan terkemuka di Indonesia. PT Great
River International Didirikan oleh Sukanta Tanudjaja dan Sunjoto Tanudjaja pada
tahun 1976 dengan nama PT. Great River Garments Industries. Kemudian pada tahun
1996 Berganti nama menjadi PT Great River International. Pada awalnya, PT Great
River International mengalami perkembangan yang sangat pesat hal ini ditandai
dengan diperolehnya beberapa kali penghargaan dari majalah Asiamoney dan
berhasil lulus sertifikasi ISO 9002 untuk quality management. Namun mulai tahun
2002, PT. Great River International mulai mengalami kesulitan keuangan dengan
mengajukan permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) ke Pengadilan
Niaga. Permohonan PKPU tersebut diajukan sehubungan dengan
permohonan pailit yang diajukan oleh Citibank atas utang senilai US $10 juta
yang berasal dari US $ 2 juta dari Revolving Credit Agreement pada 16
Februari 1994 dan US $ 8 juta dari Revolving Credit Agreement-Domestic Trade
Payable Onshore tanggal 16 November 1995.
PT
Great River International memperkirakan jumlah kewajibannya yang telah dan akan
jatuh tempo, di luar utangnya kepada Citibank, adalah sebesar US $179.291.292.
Sedangkan total aset yang dimiliki diperkirakan sebesar Rp1.674.716.315.355.
Perusahaan garmen PT Great River International Tbk membukukan laba bersih
sebesar Rp 1,023 trilyun per September 2002, melonjak dari periode yang sama
tahun sebelumnya yang masih membukukan rugi bersih Rp 11,298 milyar. Demikian
dikemukakan Dirut Great River Sunjoto Tanudjaja dalam laporan keuangan kepada
Bursa Efek Jakarta (BEJ).
Lonjakan
laba bersih itu lebih disebabkan adanya pendapatan pos luar biasa dari hasil
restrukturisasi utang sebesar Rp 1,277 trilyun. Dari total utang sebesar 172,5
juta dollar AS, Great River memperoleh potongan utang (hair cut) sebesar 85
persen atau untuk setiap dollar utangnya, perseroan hanya membayar 15 sen. Oleh
karena itu, pos-pos yang tadinya untuk membayar utang, karena ada koreksi
pembukuan, berubah menjadi keuntungan. Secara langsung, pendapatan dari pos
luar biasa tersebut tidak mempengaruhi aliran dana tunai (cashflow) perusahaan,
tetapi mengubah struktur keuangan perseroan menjadi positif. Sebagaimana
dialami berbagai emiten lainnya, perusahaan garmen ini mengalami kesulitan
keuangan semenjak krisis ekonomi tahun 1998. Melonjaknya nilai tukar dollar AS
terhadap rupiah membuat nilai utang perseroan melejit ke atas. Proses
restrukturisasi yang sudah dirintis manajemen selama 4 tahun, sejak tahun 1998
tersebut akhirnya membuahkan hasil dengan penandatanganan scheme buy back
(skema pembelian kembali) utang pada bulan Agustus 2002.
Pada
tahun 2005, salah satu pemegang saham PT. Great River International Tbk
mengajukan diadakannya Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB)
untuk menindaklanjuti hasil audit investigasi Akuntan Publik Amir Abadi
Jusuf dan Mawar. Dalam RUPLSB tersebut, akan dimintakan persetujuan pelaksanaan
kuasi reorganisasi terhadap hasil audit investigasi terhadap perseroan yang
dilakukan oleh KAP Amir Abadi Jusuf & Mawar pada November 2005. Selain itu,
RUPLSB juga akan meminta persetujuan soal restrukturisasi seluruh utang
perseroan yakni mengkonversi sebagian atau seluruh utang menjadi saham
perseroan. Termasuk pula persetujuan soal penambahan modal sehubungan dengan
konversi sebagian atau seluruh utang perseroan menjadi saham perseroan. Akuntan publik Justinus Aditya Sidharta diindikasi
melakukan kesalahan dalam mengaudit laporan keuangan PT. Great River
Internasional, Tbk. Kasus tersebut muncul setelah adanya temuan auditor
investigasi dari Bapepam yang menemukan indikasi penggelembungan account
penjualan, piutang dan asset hingga ratusan milyar rupiah pada laporan keuangan
Great River yang mengakibatkan perusahaan tersebut akhirnya kesulitan arus kas
dan gagal dalam membayar utang. Berdasarkan investigasi tersebut Bapepam
menyatakan bahwa akuntan publik yang memeriksa laporan keuangan Great River
ikut menjadi tersangka.
Oleh karenanya Menteri Keuangan RI terhitung sejak tanggal 28
November 2006 telah membekukan izin akuntan publik Justinus Aditya Sidharta
selama dua tahun karena terbukti melakukan pelanggaran terhadap Standar Profesi
Akuntan Publik (SPAP) berkaitan dengan laporan Audit
atas Laporan Keuangan Konsolidasi PT. Great River tahun 2003. Dalam konteks skandal keuangan di atas, muncullah
pertanyaan apakah trik-trik rekayasa tersebut mampu terdeteksi oleh akuntan
publik yang mengaudit laporan keuangan tersebut atau sebenarnya telah
terdeteksi namun auditor justru ikut mengamankan praktik kejahatan tersebut.
Tentu saja jika yang terjadi adalah auditor tidak mampu mendeteksi trik
rekayasa laporan keuangan maka yang menjadi inti permasalahannya adalah
kompetensi atau keahlian auditor tersebut. Namun jika yang terjadi justru
akuntan publik ikut mengamankan praktik rekayasa tersebut, seperti yang
terungkap juga pada skandal yang menimpa Enron, Andersen, Xerox, WorldCom,
Tyco, Global Crossing, Adelphia dan Walt Disney (Sunarsip 2002 dalam
Christiawan 2003:83) maka inti permasalahannya adalah independensi auditor
tersebut. Terkait dengan konteks inilah, muncul pertanyaan seberapa tinggi
tingkat kompetensi dan independensi auditor saat ini dan apakah kompetensi dan
independensi auditor tersebut berpengaruh terhadap kualitas audit yang
dihasilkan oleh akuntan publik. Kualitas audit ini penting karena dengan
kualitas audit yang tinggi maka akan dihasilkan laporan keuangan yang dapat
dipercaya sebagai dasar pengambilan keputusan.
Auditor yang berpengalaman mempunyai pemahaman yang lebih baik
atas laporan keuangan. Mereka juga lebih mampu memberi penjelasan yang masuk
akal atas kesalahan-kesalahan dalam laporan keuangan dan dapat mengelompokkan
kesalahan berdasarkan pada tujuan audit dan struktur dari sistem akuntansi yang
mendasari. Namun sesuai dengan tanggung jawabnya untuk menaikkan tingkat
keandalan laporan keuangan suatu perusahaan, maka akuntan publik tidak hanya
perlu memiliki kompetensi atau keahlian saja tetapi juga harus independen dalam
mengaudit. Tanpa adanya independensi, auditor tidak berarti apa-apa. Masyarakat
tidak percaya akan hasil audit dari auditor sehingga masyarakat tidak akan
meminta jasa pengauditan dari auditor. Atau dengan kata lain, keberadaan
auditor ditentukan oleh independensinya (Supriyono, 1988).
Standar umum kedua (SA seksi 220 dalam SPAP, 2001) menyebutkan
bahwa “Dalam semua hal yang berhubungan dengan
perikatan, independensi dalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor“. Standar ini mengharuskan bahwa auditor
harus bersikap independen (tidak mudah dipengaruhi), karena ia melaksanakan
pekerjaannya untuk kepentingan umum. Dengan demikian ia tidak dibenarkan
untuk memihak. Auditor harus melaksanakan kewajiban untuk bersikap jujur tidak
hanya kepada manajemen dan pemilik perusahaan, namun juga kepada kreditor
dan pihak lain yang meletakkan kepercayaan atas laporan keuangan audited.
Bapepam
menemukan adanya indikasi konspirasi dalam penyajian laporan keuangan
konsolidasi Great River. Tak tertutup kemungkinan, Akuntan Publik yang
menyajikan laporan keuangan Great River itu ikut menjadi tersangka. Menteri
Keuangan (Menkeu) RI terhitung sejak tanggal 28 Nopember 2006 telah membekukan
izin Akuntan Publik (AP) Justinus Aditya Sidharta selama dua tahun. Sanksi
tersebut diberikan karena Justinus terbukti melakukan pelanggaran terhadap
Standar Profesi Akuntan Publik (SPAP) berkaitan dengan Laporan Audit atas
Laporan Keuangan Konsolidasi PT Great RiverInternational Tbk (Great River)
tahun 2003.
Selama
izinnya dibekukan, Justinus dilarang memberikan jasa atestasi (pernyataan
pendapat atau pertimbangan akuntan publik) termasuk audit umum, review, audit
kerja dan audit khusus. Dia juga dilarang menjadi Pemimpin Rekan atau Pemimpin
Cabang Kantor Akuntan Publik (KAP). Namun yang bersangkutan tetap bertanggung
jawab atas jasa-jasa yang telah diberikan serta wajib memenuhi ketentuan
untuk mengikuti Pendidikan Profesional Berkelanjutan (PPL). Pembekuan izin oleh
Menkeu ini merupakan tindak lanjut atas Surat Keputusan Badan Peradilan Profesi
Akuntan Publik (BPPAP) Nomor 002/VI/SK-BPPAP/VI/2006 tanggal 15 Juni 2006 yang
membekukan Justinus dari keanggotaan Ikatan Akuntan Indonesia Kompartemen Akuntan
Publik (IAI-KAP). Hal ini sesuai dengan Keputusan Menkeu Nomor 423/KMK.06/2006
tentang Jasa Akuntan Publik sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Menkeu Nomor 359/KMK.06/2003 yang menyatakan bahwa AP dikenakan sanksi
pembekuan izin apabila AP yang bersangkutan mendapat sanksi pembekuan
keanggotaan dari IAI dan atau IAI-KAP. Menurut Fuad Rahmany, Ketua Bapepam-LK,
pihaknya sedang melakukan penyidikan terhadap AP yang memeriksa laporan
keuangan Great River. Kalau ditemukan unsur pidana dalam penyidikan itu, maka
AP tersebut bisa dijadikan sebagai tersangka. “Kita sedang proses penyidikan
terhadap AP yang bersangkutan. Kalau memang nanti ditemukan ada unsur pidana,
maka dia akan kita laporkan juga Kejaksaan,” ujar Fuad.
Seperti
diketahui, sejak Agustus lalu, Bapepam menyidik akuntan publik yang mengaudit
laporan keuangan Great River tahun buku 2003. Fuad menyatakan telah menemukan
adanya indikasi konspirasi dalam penyajian laporan keuangan Great River.
Sayangnya, dia tidak bersedia menjelaskan secara detail praktek konspirasi
dalam penyajian laporan keuangan emiten berkode saham GRIV itu. Fuad juga
menjelaskan tugas akuntan adalah hanya memberikan opini atas laporan
perusahaan. Akuntan, menurutnya, tidak boleh melakukan segala macam rekayasa
dalam tugasnya. “Dia bisa dikenakan sanksi berat untuk rekayasa itu,” katanya
untuk menghindari sanksi pajak.Menanggapi tudingan itu, Kantor akuntan publik
Johan Malonda & Rekan membantah telah melakukan konspirasi dalam mengaudit
laporan keuangan tahunan Great River. Deputy Managing Director Johan Malonda,
Justinus A. Sidharta, menyatakan, selama mengaudit buku Great River, pihaknya
tidak menemukan adanya penggelembungan account penjualan atau penyimpangan dana
obligasi. Namun dia mengakui metode pencatatan akuntansi yang diterapkan Great
River berbeda dengan ketentuan yang ada. “Kami mengaudit berdasarkan data
yang diberikan klien,” kata Justinus.
Menurut
Justinus, Great River banyak menerima order pembuatan pakaian dari luar negeri
dengan bahan baku dari pihak pemesan. Jadi Great River hanya mengeluarkan
ongkos operasi pembuatan pakaian. Tapi saat pesanan dikirimkan ke luar negeri,
nilai ekspornya dicantumkan dengan menjumlahkan harga bahan baku, aksesori,
ongkos kerja, dan laba perusahaan. Justinus menyatakan model pencatatan seperti
itu bertujuan menghindari dugaan dumping dan sanksi perpajakan. Sebab, katanya,
saldo laba bersih tak berbeda dengan yang diterima perusahaan. Dia menduga hal
itulah yang menjadi pemicu dugaan adanya penggelembungan nilai penjualan. Sehingga
diinterpretasikan sebagai menyembunyikan informasi secara sengaja. Johan
Malonda & Rekan mulai menjadi auditor Great River sejak 2001. Saat itu
perusahaan masih kesulitan membayar utang US$150 Juta kepada Deutsche Bank.
Pada 2002, Great River mendapat potongan pokok utang 85 persen dan sisa utang
dibayar menggunakan pinjaman dari Bank Danamon. Setahun kemudian Great River
menerbitkan obligasi Rp 300 miliar untuk membayar pinjaman tersebut. “Kami
hanya tahu kondisi perusahaan pada rentang 2001 - 2003,” kata Justinus.
Sebelumnya
Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) telah melimpahkan
kasus penyajian laporan keuangan konsolidasi Great River ke Kejaksaan Agung
pada tanggal 20 Desember 2006. Dalam laporan tersebut, empat anggota direksi
perusahaan tekstil itu ditetapkan menjadi tersangka, termasuk pemiliknya,
SunjotoTanudjaja. Kasus tersebut muncul setelah adanya temuan auditor
investigasi Aryanto, Amir Jusuf, dan Mawar, yang menemukan indikasi
penggelembungan account penjualan, piutang, dan aset hingga ratusan miliar
rupiah di Great River. Akibatnya, Great River mengalami kesulitan arus kas dan
gagal membayar utang. Berdasarkan hasil pemeriksaan Bapepam terdapat indikasi
penipuan dalam penyajian laporan keuangan. Pasalnya, Bapepam menemukan
kelebihan pencatatan atau overstatement penyajian account penjualan dan piutang
dalam laporan tersebut. Kelebihan itu berupa penambahan aktiva tetap dan
penggunaan dana hasil emisi obligasi yang tanpa pembuktian. Akibatnya, Great
River kesulitan arus kas. Perusahaan tidak mampu membayar utang Rp 250 miliar
kepada Bank Mandiri dan gagal membayar obligasi senilai Rp 400 miliar.
PEMBAHASAN
KASUS
Akuntan Publik
(AP) Justinus Aditya Sidharta mulai menjadi auditor Great River sejak 2001.
Saat itu perusahaan masih kesulitan membayar utang US$150 Juta kepada Deutsche
Bank. Pada 2002, Great River mendapat potongan pokok utang 85 persen dan sisa
utang dibayar menggunakan pinjaman dari Bank Danamon. Setahun kemudian Great
River menerbitkan obligasi Rp 300 miliar untuk membayar pinjaman tersebut.
“Kami hanya tahu kondisi perusahaan pada rentang 2001-2003,” kata Justinus.
Kasus
Great River berawal pada sekitar bulan Juli hingga September 2004. PT Bank
Mandiri telah membeli obligasi PT Great River International, Tbk sebesar Rp50
miliar dan memberi fasilitas Kredit Investasi; Kredit Modal Kerja;
dan Non Cash Loan kepada PT. Great River Internasional senilai lebih dari
Rp265 milyar yang diduga mengandung unsur melawan hukum karena obligasi
tersebut default dan kreditnya macet. Obligasi tersebut saat ini berstatus
default atau gagal, sedangkan kreditnya macet. Pembelian obligasi dan pemberian
kredit itu diduga kuat melawan hukum.
Kronologi
Kasus 23 Nopember 2005
Sejak
Agustus 2005, Bapepam menyidik akuntan publik yang mengaudit laporan keuangan
Great River tahun buku 2003. Bapepam telah menemukan adanya:
a.
Overstatement atas penyajian akun penjualan dan piutang dalam Laporan Keuangan
GRIV per 31 Desember 2003; dan
b.
Penambahan aktiva tetap perseroan, khususnya yang terkait dengan penggunaan
dana hasil emisi obligasi, yang tidak dapat dibuktikan kebenarannya.
Ketua
Bapepam Fuad Rahmany menyatakan telah menemukan adanya indikasi konspirasi
dalam penyajian laporan keuangan perusahaan tekstil tersebut. “Dalam kasus
Great River ini, akuntan dengan emitennya terlibat konspirasi,” katanya. Tapi
dia tidak bersedia menjelaskan secara detail praktek konspirasi dalam penyajian
laporan keuangan Great River itu. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, Bapepam
pada tanggal 22 Nopember 2005 meningkatkan Pemeriksaan atas kasus GRIV ke tahap
Penyidikan. Sehubungan dengan tindakan Penyidikan tersebut, Bapepam telah dan
akan berkoordinasi dengan instansi penegak hukum terkait.
29 Maret 2006
ECW
Neloe Dirut Bank Mandiri memenuhi panggilan penyidik Kejaksaan Agung untuk
diperiksa terkait kredit macet PT Great River Internasional (PT GRI) yang
bersangkutan diperiksa dalam dugaan penyimpangan pembelian obligasi PT GRI oleh
Bank Mandiri.
17 Mei 2006
Sunyoto
Tanudjaya (ST) bos PT. Great River jadi buronan keberadaannya tidak di ketahui
hingga saat ini. Direktur Penyidikan Kejaksaan Agung (Kejagung) mengeluarkan
surat perintah penangkapan. Sekarang dia masih buron.
28 November
2006
Menteri
Keuangan (Menkeu) RI terhitung sejak tanggal 28 Nopember 2006 telah membekukan
izin Akuntan Publik (AP) Justinus Aditya Sidharta selama dua tahun. Sanksi
tersebut diberikan karena Justinus terbukti melakukan pelanggaran terhadap
Standar Profesi Akuntan Publik (SPAP) berkaitan dengan Laporan Audit atas
Laporan Keuangan Konsolidasi PT Great River International Tbk (Great River)
tahun 2003.
Selama
izinnya dibekukan, Justinus dilarang memberikan jasa atestasi (pernyataan
pendapat atau pertimbangan akuntan publik) termasuk audit umum, review, audit
kerja dan audit khusus. Dia juga dilarang menjadi Pemimpin Rekan atau Pemimpin
Cabang Kantor Akuntan Publik (KAP). Namun yang bersangkutan tetap
bertanggungjawab atas jasa-jasa yang telah diberikan serta wajib memenuhi
ketentuan untuk mengikuti Pendidikan Profesional Berkelanjutan (PPL).
Pembekuan
izin oleh Menkeu ini merupakan tindak lanjut atas Surat Keputusan Badan
Peradilan Profesi Akuntan Publik (BPPAP) Nomor 002/VI/SK-BPPAP/VI/2006 tanggal
15 Juni 2006 yang membekukan Justinus dari keanggotaan Ikatan Akuntan Indonesia
Kompartemen Akuntan Publik (IAI-KAP). Hal ini sesuai dengan Keputusan Menkeu
Nomor 423/KMK.06/2006 tentang Jasa Akuntan Publik sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Menkeu Nomor 359/KMK.06/2003 yang menyatakan bahwa AP
dikenakan sanksi pembekuan izin apabila AP yang bersangkutan mendapat sanksi
pembekuan keanggotaan dari IAI dan atau IAI-KAP.
04 Desember
2006
Pengumuman
oleh PT Bursa Efek Surabaya bahwa PT. Great River Internasional Tbk memenuhi
kriteria delisting dengan menunjuk keterlambatan penyampaian laporan keuangan:
· Untuk
tanggal yang berakhir pada 31 Desember2004 (audited)
· Untuk
tanggal yang berakhir pada 30 Juni 2005
· Untuk
tanggal yang berakhir pada 31 Desember2005 (audited)
· Untuk
tanggal yang berakhir pada 30 Juni 2006