Sabtu, 15 Desember 2018

Orientation Value of Culture Theory ( Teori Orientasi Nilai Budaya)


Kluckhohn dalam Pelly (1994) mengemukakan bahwa nilai budaya merupakan sebuah konsep beruanglingkup luas yang hidup dalam alam fikiran sebahagian besar warga suatu masyarakat, mengenai apa yang paling berharga dalam hidup. Rangkaian konsep itu satu sama lain saling berkaitan dan merupakan sebuah sistem nilai – nilai budaya.  Secara fungsional sistem nilai ini mendorong individu untuk berperilaku seperti apa yang ditentukan. Mereka percaya, bahwa hanya dengan berperilaku seperti itu mereka akan berhasil (Kahl, dalam Pelly:1994). Sistem nilai itu menjadi pedoman yang melekat erat secara emosional pada diri seseorang atau sekumpulan orang, malah merupakan tujuan hidup yang diperjuangkan. Sejak kecil seorang individu telah diresapi dengan nilai-nilai budaya masyarakatnya, sehingga konsep – konsep itu tekah berakar didalam mentalitasnya. Oleh karena itu, merubah sistem nilai manusia tidaklah mudah, dibutuhkan waktu. Sebab, nilai – nilai tersebut merupakan wujud ideal dari lingkungan sosialnya Dapat pula dikatakan bahwa sistem nilai budaya suatu masyarakat merupakan wujud konsepsional dari kebudayaan mereka, yang seolah – olah berada diluar dan di atas para individu warga masyarakat itu. Sistem nilai budaya juga berfungsi sebagai pedoman orientasi bagi segala tindakan manusia dalam hidupnya.
Ada lima masalah pokok kehidupan manusia dalam setiap kebudayaan yang dapat ditemukan secara universal. Menurut Kluckhon dalam Pelly (1994) kelima masalah pokok tersebut adalah : (1) Human Nature atau makna hidup manusia, (2) Man Nature atau persoalan hubungan manusia dengan alam sekitarnya, (3) Persoalan Waktu, atau persepsi manusia terhadap waktu, (4) persoalan aktivitas “Activity”, persoalan mengenai pekerjaan, karya dan amal perbuatan manusia, dan (5) persoalan relasi “Relationality” atau hubungan manusia dengan manusia lainnya.
Dalam kaitannya dengan masalah Human Nature, ada kebudayaan-kebudayaan yang menganggap bahwa hidup adalah suatu sumber keprihatinan dan derita, yang selalu hari diingat dan disadari oleh manusia (ini adalah apa yang oleh Kluckhohn dirumuskan dengan kata evil). Dalam banyak kebudayaan terdapat konsep lain pula mengenai hidup, yakni bahwa hidup adalah sumber kesenangan maupun segala hal yang indah dan bermakna, dan bahwa manusia wajib menjalani hidupnya dengan penuh kegairahan ( ini adalah apa yang oleh Kluckhohn dirumuskan dengan kata good ). Dalam berbagai kebudayaan lain pula, hidup orang dianggap sudah ditentukan oleh nasib dan tidak dapat diubah, sementara ada kebudayaan yang mempunyai konsepsi bahwa setiap manusia dapat berupaya untuk menyesuaikan hidupnya dengan kehendaknya sendiri.
Berkenaan dengan soal Man Nature, banyak kebudayaan mengkonsepsikan alam sebagai hal yang demikian dahsyat dan sempurnanya, sehingga manusia sepatutnya tunduk saja kepadanya ( subjucation to nature, menurut Kluckhohn ). Sebaliknya ada kebudayaan yang mengajarkan kepada warganya sejak usia yang muda sekali bahwa walaupun alam bersifat ganas dan sempurna, namun nalar manusia harus mampu menjagai rahasia-rahasianya dan akhirnya menaklukan dan memanfaatkanya guna keperluan ( mastery over nature ). Suatu nilai budaya yang mempunyai orientasi seperti itu telah memberi motivasi bagi berkembangnya sains dan teknologi, terutama dalam kebudayaan bangsa-bangsa Eropa Barat dan Amerika. Namun banyak pula yang tidak mengajarkan warganya untuk tunduk kepada alam dan untuk berusaha menguasainya, melainkan untuk hidup selaras dengannya ( harmony with nature ).
Dalam kaitanya dengan soal waktu , ada kebudayaan-kebudayaan yang para warganya memntingkan masa sekarang ( present ), sementara banyak pula yang warganya suka berorientasi ke masa depan ( future ). Dalam kebudayaan-kebudayaan seperti yang tersebut terakhir, warganya biasanya ingat bahwa ada dua kemungkinan : masa depan yang baik atau buruk. Karena itu manusia yang hidup dengan persepsi seperti itu seringkali menyisihkan sebagian dari keperluan hidupnya untuk digunakan  apabila sewaktu-waktu ia mengalami masa yang sulit. Manusia seperti itu biasanya hidupnya wajar dan hemat.
Dalam kaitanya dengan soal mengenai pekerjaan, karya dan amal perbuatan manusia, banyak kebudayaan menganggap bahwa manusia bekerja untuk mencari makan, sama seperti semua kegiatan dan tingkah laku binatang maupun mahluk-mahluk lain dalam alam semesta adalah untuk makan, selain untuk bereproduksi. Hal ini adalah apa yang oleh Kluckhohn dirumuskan dengan kata being. Sejumlah kebudayaan lain memberi makna yang lebih luas kepada “bekerja”. Manusia, misalnya bekerja untuk beramal menolong orang lain yang kurang beruntung atau untuk menghasilkan karya-karya agung. Banyak kebudayaan lain telah mengajarkan kepada warganya bahwa manusia yang bekerja keras kelak mendapat rakhmat Tuhan, sementara ada kebudayaan-kebudayaan yang telah mengembangkan konsepsi bahwa kepuasan hidup terletak dalam bekerja dan kualitas dari hasil kerjanya ( doing menurut Kluckhohn ).
Dan dalam kaitannya dengan Relationslity, banyak kebudayaan sejak awal mengajarkan kepada warganya agar senantiasa hidup bergotong-royong dan agar mereka selalu “duduk sama rendah berdiri sama tinggi”. Kebudayaan-kebudayaan dengan variasi orientasi nilai budaya seperti ini biasanya mementingkan konsensus untuk kerjasama. Namun biasanya dalam kebudayaan seperti itu ada juga orang-orang yang selain mementingkan gotong-royong dengan sesamanya (collaterality), juga selalu mengacu kepada warga masyarakat yang senior, berpangkat tinggi atau yang berasal dari golongan-golongan sosial yang tinggi. Sebaliknya, banyak kebudayaan menekankan pada hak asasi dari setiap individu yang menjadi warganya, yang tidak boleh diganggu-gugat oleh siapa pun. Dalam kebudayaan semacam ini warganya biasanya sejak dini sudah diajarkan agar bersikap mandiri, karena keberhasilannya dalam hidup harus diperoleh dengan upayanya sendiri tanpa campur tangan orang lain individuality. (Supsiloani : 2008)
Berdasarkan teori diatas dapat menjelaskan bahwa akuntabilitas yang dipertanggungjawabkan oleh manusia yang sejak lahir telah memegang teguh dan berpedoman pada nilai-nilai budaya daerah diharapkan dapat menjadikan akuntabilitas sebagai sebuah kewajiban yang harus direalisasikan sesuai harapan masyarakat. Terkait dengan lima masalah pokok kehidupan manusia dalam setiap kebudayaan dapat berimplikasi terhadap proses akuntabilitas, dimana hal ini sangat mempengaruhi sikap dan wawasan pemerintah daerah tentang hakikat hidup, yang tidak hanya diperuntukkan  bekerja untuk kesenangan sendiri dengan mendapatkan kekuasaan, status, jabatan dan kehormatan, tetapi bagaimana bekerja untuk memperlihatkan sebuah prestasi atau karya-karya agung dengan orientasi waktu yang tepat dengan tetap memperhatikan hubungan antar manusia sehingga tercipta akuntabilitas yang tidak hanya dinilai sebagai pertanggungjawaban namun juga sebagai apresiasi atas tindakan yang sejalan dengan keinginan prinsipal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Danau Tanralili ( Surga Di Kaki Gunung Bawakaraeng)

Sumb er: Dokum entasi Pribadi M e nd e ngar kata Gunung Bawakara e ng s e kilas akan t e rlintas angan t e ntang k e tinggian dan huta...