Senin, 12 Desember 2016

Analisis Pertimbangan Pemberian Kredit



Gambaran Umum Pemberian Kredit
Pemberian kredit oleh bank kepada debitur merupakan penempatan aktiva produktif kepada aktiva berisiko.  Menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor: 7/2/PBI/2005 tanggal 20 Januari 2005 Tentang Penilaian Kualitas Aktiva Produktif Bank Umum pada  Pasal 1 angka 3: Aktiva Produktif adalah penyediaan dana Bank untuk memperoleh penghasilan, dalam bentuk kredit, surat berharga, penempatan dana antar bank, tagihan akseptasi, tagihan atas surat berharga yang dibeli dengan janji dijual kembali (reverse repurchase agreement), tagihan derivatif, penyertaan, transaksi rekening  administratif serta bentuk penyediaan dana lainnya yang dapat dipersamakan dengan itu. Dengan demikian, bank selaku pihak yang akan menempatkan aktiva produktifnya kepada aktiva berisiko melalui pemberian kredit, harus meyakini dan secara selektif dalam mengucurkan kreditnya. Untuk meyakini hal tersebut, maka setiap permohonan kredit yang diterima, haruslah secara seksama dilakukan analisisis kreditnya untuk menilai layak tidaknya kredit diberikan.  Ismail (2010) Analisis kredit merupakan suatu proses analisis yang dilakukan oleh bank untuk menilai suatu permohonan kredit yang telah diajukan oleh calon debitur.
Maksud dan tujuan dilakukan analisis kredit atas permohonan kredit agar aktiva produktif  yang ditempatkan tersebut tidak menjadi kredit bermasalah atau kredit macet (Non Performing Loan). Menurut Supriyono (2011:161) menyatakan proses analisis kredit mempunyai tujuan utama yang paling hakiki, yaitu agar bank membuat satu keputusan kredit yang baik dan benar “make a good loan”, sehingga terhindar dari keputusan kredit yang keliru yang menyebabkan kredit bermasalah “bad loan”.
Analisis kredit harus dibuat secara lengkap, akurat dan objektif  yang minimal meliputi hal-hal sebagai berikut:
1.      Menggambarkan semua informasi yang berkaitan dengan usaha dan data pemohon termasuk hasil penelitian pada daftar kredit macet.
2.      Penilaian atas kelayakan jumlah permohonan kredit dengan proyek atau kegiatan usaha yang akan dibiayai, dengan sasaran menghindari kemungkinan terjadinya praktek mark-up yang dapat merugikan bank.
3.      Menyajikan penilaian yang objektif dan tidak dipengaruhi oleh pihak-pihak yang berkepentingan dengan pemohon kredit. Analisis kredit tidak boleh merupakan suatu formalitas yang dilakukan semata-mata untuk memenuhi prosedur. (Banker Association for Risk Management (BARA) dengan Lembaga Sertifikasi Profesi Perbankan (LSPP), 2011)
Prinsip-prinsip Dasar Pemberian Kredit
Dalam melakukan analisis tersebut sekurang-kurangnya melakukan penerapan prinsip dasar yaitu prinsip 5C, 5P, 3R serta 6A.
Analisis 5C
Adapun Analisis 5C yaitu:
1.      Character, suatu keyakinan bahwa sifat atau watak dari orang-orang yang diberikan kredit benar-benar dapat dipercaya. Hal ini tercermin dari latar belakang nasabah baik latar belakang pekerjaan, mapun yang bersifat pribadi seperti : Cara hidup atau gaya hidup yang dianutnya, keadaan keluarga, hobi dan social standing-nya.
2.      Capacity, untuk melihat kemampuan nasabah dalam bidang bisnis yan g dihubungkan dengan bidang pendidikannya, kemampuan bisnis juga diukur dengan kemampuannya dalam memahami tentang ketentuan-ketentuan pemerintah. Begitu juga dengan kemampuannya dalam menjalankan usahanya termasuk kekuatan yang dimiliki. Pada akhirnya akan terlihat kemampuannya dalam mengembalikan kredit yang disalurkan.
3.      Capital, untuk melihat penggunaan modal apakah efektif dilihat dari laporan keuangan (neraca dan laporan rugi/laba) dengan melakukan pengukuran seperti dari segi likuiditas/solvabilitas, rentabilitas dan ukuran lainnya. Capital juga harus dilihat dari sumber mana modal yang ada sekarang ini.
4.      Collateral, merupakan jaminan yang diberikan calon nasabah baik yang bersifat fisik maupun non fisik. Jaminan hendaknya melebihi jumlah kredit yang diberikan. Jaminan juga harus diteliti keabsahaanya, sehingga tidak terjadi suatu masalah, maka jaminan yang dititipkan akan dapat dipergunakan secepat mungkin.
5.      Condition, dalam menilai kredit hendaknya dinilai kondisi ekonomi sekarang dan kemungkinan untuk masa yang akan datang sesuai dengan sektor masing-masing, serta diakibatkan dari prospek usaha sektor yang dijalankan. (Abdullah & Tantri, 2012:173-174)
Analisis 7P
Adapun  analisis 7P, sebagai berikut:
1.      Personality, menilai nasabah dari segi kepribadiannya atau tingkah lakunya sehari-hari maupun masa lalunya. Sifat, kepribadian calon debitur dipergunakan sebagai dasar pertimbangan pemberian kredit.
2.      Party, mengklasifikasikan nasabah kedalam klasifikasi tertentu atau golongan-golongan tertentu berdasarkan modal, loyalitas serta karakter.
3.      Purpose, untuk mengetahui tujuan nasabah dalam mengambil kredit, termasuk jenis kredit yang diinginkan nasabah.
4.      Prospect, untuk menilai usaha nasabah di masa yang akan datang menguntungkan atau tidak, atau dengan kata lain mempunyai prospek atau sebaliknya.
5.      Payment, merupakan ukuran bagaimana cara nasabah mengembalikan kredit yang telah diambil atau dari sumber mana saja dana untuk pengembalian kredit.
6.      Profitability, untuk menganalisis bagaimana kemampuan nasabah dalam mencari laba.
7.      Protection, tujuannya adalah bagaimana menjaga agar usaha dan jaminan mendapatkan perlindungan. Perlindungan dapat berupa barang atau orang atau jaminan asuransi. (Kasmir, 2004:106)
Analisis 3R
Adapun Analisis 3R yaitu:
1.      Return (hasil yang dicapai), Return disini dimaksudkan penilaian atas hasil yang akan dicapai oleh perusahaan debitur setelah dibantu kredit oleh bank.
2.      Repayment (pembayaran kembali). Dalam hal ini bank harus menilai berapa lama perusahaan pemohonan kredit dapat membayar kembali pinjamannya sesuai dengan kemampuan membayar kembali (repayment capacity) dan apakah kredit harus diangsur/dicicil/atau dilunasi sekaligus diakhir periode.
3.      Risk Bearing Ability (kemampuan untuk menanggung risiko). Dalam hal ini bank harus mengetahui dan menilai sampai sejauh mana perusahaan pemohon kredit mampu menanggung risiko kegagalan andaikata terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. (Firdaus & Ariyanti, 2009:89-90).
Analisis 6A
Menurut Ismail (2010) Analisis 6A, artinya terdapat 6 aspek yang perlu dilakukan analisi terhadap permohonan kredit calon debitur. Keenam aspek tersebut terdiri dari:
1.      Analisis Aspek Hukum. Dalam analisis aspek hukum, pihak Bank melakukan analisis menyangkut dokumen-dokumen yang disampaikan oleh calon debitur/debitur mengenai identitas diri pemohon, legalitas perizinan usaha (SIUP, SITU, TDP, Izin Gangguan) dan NPWP, Akte pendirian (untuk calon debitur berbentuk badan hukum seperti PT, Yayasan, Koperasi ataupun bukan badan hukum seperti CV dan Firma), Pengesahaan Akte pendirian dari Kemenkumham untuk calon debitur berbentuk badan hukum dan pengesahaan dari pengadilan untuk calon debitur bukan badan hukum.
2.      Analisis Aspek Pemasaran. Dalam analisis aspek pemasaran, maka pihak bank akan melakukan analisis mengenai barang yang dipasarkan, luas daerah pemasaran dan besarnya pangsa pasar, jumlah pesaing, strategi dalam menghadapi persaiangan, rencana penjualan.
3.      Analisis Aspek Teknis. Dalam analisis aspek teknis, maka pihak bank melakukan analisis mengenai ketersediaan bahan baku, lokasi usaha (pabrik), proses produksi, layout pabrik.
4.      Analisis Aspek Manajemen. Untuk aspek umum, maka analisis dilakukan terhadap aspek manajemen seperti pengalaman usaha, pengendali usaha (Key Person), jumlah tenaga kerja, regenerasi, struktur organisasi.
5.      Analisis Aspek Keuangan. Didalam aspek keuangan, maka perlu dilakukan analisis mengenai Liquidity, Leverage, Activity, Profitabilty serta analisis sumber dan penggunaan dana
6.      Analisis Aspek Sosial Ekonomi. Dalam aspek ini, maka pihak bank akan menganalisis dampak yang ditimbulkan oleh perusahaan calon debitur, apakah perusahaan telah memiliki amdal serta pengaruh perusahaan dalam lapangan kerja.
Pemberian Keputusan Kredit
Setelah permohonan dari calon debitur/debitur telah diteliti kelengkapannya, telah dilakukan verifikasi serta telah dilakukan analisis kreditnya, maka terhadap kredit yang layak diberikan, akan diputus persetujuan kreditnya oleh pejabat pemutus kredit. Menurut Pandia (2009:96) Pemutus kredit adalah seorang pejabat bank atau komite yang khusus diberi wewenang untuk tugas tersebut. Kuncoro & Suhardjono (2011:226) Komite Kredit adalah komite operasional yang membantu direksi dalam mengevaluasi atau memutuskan permohonan kredit untuk jumlah dan jenis kredit yang ditetapkan oleh direksi.
Menurut Kasmir (2012:129) bahwa secara umum tugas komite kredit adalah:
1.      Membuat keputusan dan penelaahan kredit baru. Artinya,  setiap  adanya permohonan baru, maka perlu ditelaah secara benar tentang kelayakan kreditnya sebelum diamabil keputusan.
2.      Memastikan kelengkapan dokumen kredit. Artinya,  pengajuan kredit apaun syarat kelengkapan dokumen mutlak untuk diserahkan.
3.      Persetujuan perpanjangan kredit. Artinya bagi kredit yang sudah berakhir masa pinjamannya dan debitur masih ingin memperpanjangnya, maka komite kredit memberikan persetujuan apakah kredit tersebut layak atau tidak untuk diperpanjang.
4.      Perubahan kondisi atau syarat kredit. Artinya kalau kondisi nasabah (debitur) dengan situasi berkembang diluar yang menyebabkan nasabah mengalami kesulitan, maka perlu perubahan kondisi tersebut dan syarat kredit, misalnya perubahan jangka waktu, penurunan bunga. Maka atas perubahan tersebut haruslah mendapat persetujuan komite kredit.
Dalam tahap persetujuan kredit merupakan keputusan pemutus kredit/komite kredit untuk menempatkan dana dan modal Bank pada aktiva yang berisiko. Berisiko disini dalam artian kredit yang diberikan nantinya bisa berpotensi menjadi kredit bermasalah (Non Performing Loans) sehingga kredit tidak dapat ditarik kembali.
Menurut Supriyono, (2011) bahwa pengajuan kredit yang telah disetujui oleh satu atau beberapa pejabat bank yang mempunyai dituangkan dalam satu surat keputusan kredit berupa Memo Keputusan Kredit (MKK). Memo inilah yang merupakan dasar untuk dibuatkan surat penawaran “offering letter  kepada calon debitur, yang memuat informasi bahwa pengajuan kredit sudah disetujui dengan detail info kredit, biaya-biaya, kondisi syarat dan lain-lain.
Pelaksanaan dan Administrasi Kredit
Perjanjian Kredit
Agar kredit yang telah disetujui mempunyai kekuatan hukum, maka perlu dibuatkan suatu perjanjian, yang lazimnya disebut Perjanjian Kredit (PK). Supramono (2009:163) Pengertian perjanjian yang diatur dalam ketentuan Pasal 1313 KUH Perdata adalah sebagai berikut “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih“ (Subekti 1975:304). Dalam suatu perjanjian diperlukan beberapa syarat untuk sahnya perjanjian. Menurut Supramono, (2009:166-170) untuk sahnya suatu perjanjian sesuai ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata diperlukan empat syarat, yaitu: 1) Kata sepakat, 2) Kecakapan, 3) Hal tertentu dan 4) Suatu sebab yang halal.
Jaminan Kredit
Atas kredit yang telah disetujui oleh Bank, maka pihak Bank melalui Surat Keputusan Kredit (SKK) akan mensyaratkan mengenai agunan yang diberikan serta pengikatannya kepada bank atas fasilitas yang telah disetujui.  Berdasarkan Undang-Undang Perbankan No. 7 tahun 1992 sebagaimana diubah dengan Undang Undang No. 10 tahun 1998 Pasal 1 ayat 23 Agunan adalah jaminan tambahan yang diserahkan nasabah debitur kepada bank dalam rangka pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah.
Menurut Supramono, (2009:196) mendefenisikan jaminan Kredit adalah suatu perjanjian antara kreditur dengan debitur, dimana debitur memperjanjikan sejumlah hartanya untuk kepentingan pelunasan utang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, apabila dalam waktu yang ditentukan terjadi kemacetan pembayaran utang debitur. Menurut Hasibuan (2008:109) bahwa agunan atau jaminan kredit adalah barang-barang dan atau surat-surat efek yang diserahkan debitor kepada bank dan menjadi syarat utama dalam menentukan besarnya plafond kredit.
Menurut Supriyono (2011:172) jaminan kredit yang dapat diterima oleh Bank dapat digolongkan menjadi 3 golongan. Penggolongan jaminan tersebut adalah:
1.      Jaminan Utama (Deposito, Emas Batangan, Tanah + Bangunan (rumah, ruko, pabrik), tanah kavling dilokasi strategis)
2.      Jaminan Tambahan (Mobil, mesin, tanah kosong)
3.      Jaminan Pelengkap (Stok barang, PG (Personal Guarantee), CG (Coorporate Guarantee), Cek/Giro)
Menurut Hasibuan (2008:110) Adapun fungsi agunan kredit sebagai berikut:
1.      Untuk memenuhi persyaratan Bank Indonesia, setiap bank hanya boleh memberikan kredit jika ada jaminannya.
2.      Agunan harus berupa barang dan atau surat berharga yang mempunyai nilai nyat seperti tanah dan bangunan
3.      Harga agunan harus lebih besar daripada kredit yang diberikan.
4.      Untuk menjamin pembayaran kredit macet dengan menyita (menjual) agunan tersebut agar:
5.      Keamanan dan keselamatan kredit akan lebih terjamin;
6.      Pemberian kredit akan lebih selektif sehingga korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) dapat dihindari;
7.      Debitur akan lebih berhati-hati mempergunakan kredit karena takut agunannya disita bank.
8.      Untuk melindungi keamanan tabungan masyrakat pada bank dari pemberian kredit yang tidak wajar oleh manajer bank, maka: Pimpinan bank tidak dapat memberikan kredit seenaknya saja dan Agunan merupakan penjamin tabungan masyarakat, karena bank akan menyita agunan jika kredit macet.
Pengikatan Jaminan Kredit
Jaminan kredit yang diterima dari nasabah, wajib dilakukan pengikatan jaminan agar hak-hak bank terjamin bila nasabah wanprestasi dikemudian hari. Banker Association for Risk Management (BARA) dengan Lembaga Sertifikasi Profesi Perbankan (LSPP), (2011) bahwa pengikatan benda bergerak dan tidak bergerak adalah sebagai berikut:
1.      Benda bergerak:
a.       Gadai (pond), yaitu dibebankan atas benda-benda bergerak, termasuk surat-surat berharga.
b.      Fidusia, yaitu hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam UU No. 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan.
2.      Benda tidak bergerak :
a.       Hak tanggungan, yaitu pengikatan atas tanah yang berstatus don telah mempunyai Sertifikat Hak Milik, Hak Guna Bangunan, Hak Guna Usaha atau Hak Pakai atas Tanah Negara.
b.      Hipotik, yaitu pengikatan atas agunan berupa kapal laut dengan bobot di atas 20 m3 dan sudah terdaftar di syah bandar dan atau Direktorat Jenderal Perhubungan Laut.
c.       Dalam hal agunan berupa fixed asset, maka dalam pengikatan agunan secara Hak Tanggungan dan Hipotik, Bank menjadi kreditur peringkat pertama yang berhak atas agunan apabila nasabah default.
Realisasi Kredit
Dalam tahap ini, bila semua administrasi kredit telah dipenuhi yaitu penandatangan perjanjian kredit berikut pengikatan jaminan serta syarat-syarat lainnya yang telah ditentukan dalam Surat Keputusan Kredit (SKK), maka pihak bank akan membukakan rekening pinjaman dengan maksimum kredit yang telah disetujui atas nama debitur. Setelah rekening dibuka maka bank akan melakukan pencairan pinjaman atau realisasi pinjaman.
Supervisi Kredit  dan Pembinaan Debitur
Setelah kredit dikucurkan maka terhadap dana yang telah diberikan dalam bentuk kredit  tersebut, diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi bank berupa pendapatan bunga serta dapat dilunaskan dengan baik oleh para debitur, maka kredit yang telah dikucurkan haruslah dimonitor atau dipantau penggunaannya oleh debitur. Fungsi dari supervisi dan pembinaan debitur menurut Firdaus & Ariyanti (2009:134) adalah memonitor jalannya usaha nasabah dengan jalan antara lain:
1.      Membina hubungan yang terbuka dan terus menerus dengan nasabah (debitur) tersebut.
2.      Menerima, mencatat, mengklasifikasikan dan menganalisis laporan-laporan dari nasabah serta membuat laporan perkembangannya.
3.      Menganalisis sebab-sebab terjadinya suatu masalah atas usaha nasabah dan membuat rekomendasi tentang saran-saran perbaikan atau penyelamatan.
4.      Memberikan saran dan konsultasi (counselling) kepada debitur dalam segala aspek yang diperlukan antara lain:
a.       Pembinaan administrasi, dimana petugas supervis harus dapat mendorong kesadaran beradministrasi dengan baik (terutama bagi pengusaha menengah dan besar yang pada umumnya harus sudah melaksanakan administrasi dengan memadai)
b.      Metode kerja yang selalu diperbaiki dan ditingkatkan
c.       Perencanaan produksi dan quality control yang lebih baik
d.      Penyempurnaan manajemen dan organisasi
e.       Pemeliharaan dan penggunaan mesin secara efisien
f.       Petunjuk tentang badan/dinas/instansi mana yang dapat dihubungi dalam rangka pengembangan usaha.
g.       Hal-hal lain dalam rangka peningkatan efisiensi.
Sedangkan tujuan dari supervisi dan pembinaan debitur, menurut Firdaus & Ariyanti (2009:135) antara lain:
1.      Agar pembiayaan atau pemberian kredit atas usaha debitur dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dan syarat-syarat yang tertuang dalam perjanjian kredit dan agar penggunaannya sesuai dengan tujuan semula dan dalam jadwal waktu yang telah ditetapkan.
2.      Agar terciptanya iklim saling mempercayai dan terbina hubungan timbal balik yang baik antara bank dan debitur.
3.      Agar usaha yang dibiayai kredit bank berkembang dengan baik sesuai tujuan semula.
4.      Agar terlaksana administrasi yang memadai untuk kepentingan perusahaan sendiri, bank, pemerintah dan pihak-pihak lain.
Daftar Pustaka
Bank Indonesia, Peraturan Bank Indonesia Nomor: 7/2/PBI/2005 tanggal 20 Januari 2005
Frianto Pandia, 2012, Manajemen Dana dan Kesehatan Bank, Jakarta, Penerbit: Rineka Cipta.

Gatot Supramono, 2009, Perbankan dan Masalah Kredit : Suatu Tinjauan di Bidang Yuridis, Jakarta, Penerbit: Rineka Cipta.
Ismail, 2010, Manajemen Perbankan, Dari Teori Menuju Aplikasi, Edisi I, Cetakan ke-2, Jakarta, Penerbit: Kencana Prenada Media Group.
Kasmir, 2012, Dasar-Dasar Perbankan, Jakarta, Penerbit: PT Raja Grafindo Persada.
Malayu S. P. Hasibuan, 2008, Dasar-Dasar Perbankan, Jakarta, Penerbit: PT. Bumi Aksara,
Maryanto Supriyono, 2011, Buku Pintar Perbankan, Yogyakarta, Penerbit: Andi Yogyakarta.
Modul Uji Kompetensi Profesi Bankir Bidang Manajemen Resiko Level 1, Edisi ke 3, 2012, Jakarta.
Modul Uji Kompetensi Profesi Bankir Bidang Manajemen Resiko Level 2, Edisi ke 2, 2012, Jakarta.
Mudrajat Kuncoro dan Suhardjono, 2010, Manajemen Perbankan, Teori Dan Aplikasi, Edisi Kedua, Yogyakarta, Penerbit: BPFE Yogyakarta.
Republik Indonesia, Undang Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 tanggal 10 Nopember 1998.
Thamrin Abdullah dan Francis Tantri,  2012, Bank dan Lembaga Keuangan, Ed.1-1, Jakarta, Penerbit: Rajawali Pers.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Danau Tanralili ( Surga Di Kaki Gunung Bawakaraeng)

Sumb er: Dokum entasi Pribadi M e nd e ngar kata Gunung Bawakara e ng s e kilas akan t e rlintas angan t e ntang k e tinggian dan huta...