Gambaran Umum Pemberian Kredit
Pemberian kredit oleh bank kepada debitur merupakan penempatan aktiva
produktif kepada aktiva berisiko.
Menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor: 7/2/PBI/2005 tanggal 20 Januari 2005 Tentang Penilaian Kualitas
Aktiva Produktif Bank Umum pada Pasal 1
angka 3: Aktiva Produktif adalah penyediaan dana Bank untuk memperoleh
penghasilan, dalam bentuk kredit, surat berharga, penempatan dana antar bank,
tagihan akseptasi, tagihan atas surat berharga yang dibeli dengan janji dijual
kembali (reverse repurchase agreement), tagihan derivatif, penyertaan, transaksi rekening administratif serta bentuk penyediaan dana
lainnya yang dapat dipersamakan dengan itu.
Dengan demikian, bank selaku pihak yang
akan menempatkan aktiva produktifnya kepada aktiva berisiko melalui pemberian
kredit, harus meyakini dan secara selektif dalam mengucurkan kreditnya. Untuk
meyakini hal tersebut, maka setiap permohonan kredit yang diterima, haruslah
secara seksama dilakukan analisisis kreditnya untuk menilai layak tidaknya
kredit diberikan. Ismail (2010) Analisis
kredit merupakan suatu proses analisis yang dilakukan oleh bank untuk menilai
suatu permohonan kredit yang telah diajukan oleh calon debitur.
Maksud dan tujuan dilakukan analisis kredit atas permohonan kredit agar
aktiva produktif yang ditempatkan
tersebut tidak menjadi kredit bermasalah atau kredit macet (Non Performing Loan). Menurut Supriyono
(2011:161) menyatakan proses analisis kredit mempunyai tujuan utama yang paling
hakiki, yaitu agar bank membuat satu keputusan kredit yang baik dan benar “make a good loan”, sehingga terhindar
dari keputusan kredit yang keliru yang menyebabkan kredit bermasalah “bad loan”.
Analisis kredit
harus dibuat secara lengkap, akurat dan objektif yang minimal meliputi hal-hal sebagai
berikut:
1.
Menggambarkan
semua informasi yang berkaitan dengan usaha dan data pemohon termasuk hasil
penelitian pada daftar kredit macet.
2.
Penilaian
atas kelayakan jumlah permohonan kredit dengan proyek atau kegiatan usaha yang
akan dibiayai, dengan sasaran menghindari kemungkinan terjadinya praktek mark-up yang dapat merugikan bank.
3.
Menyajikan
penilaian yang objektif dan tidak dipengaruhi oleh pihak-pihak yang
berkepentingan dengan pemohon kredit. Analisis kredit tidak boleh merupakan
suatu formalitas yang dilakukan semata-mata untuk memenuhi prosedur. (Banker Association for Risk Management (BARA) dengan Lembaga Sertifikasi Profesi Perbankan
(LSPP), 2011)
Prinsip-prinsip
Dasar Pemberian Kredit
Dalam melakukan
analisis tersebut sekurang-kurangnya melakukan penerapan prinsip dasar yaitu
prinsip 5C, 5P, 3R serta 6A.
Analisis 5C
Adapun Analisis 5C yaitu:
1.
Character,
suatu keyakinan bahwa sifat atau watak dari orang-orang yang diberikan kredit
benar-benar dapat dipercaya. Hal ini tercermin dari latar belakang nasabah baik
latar belakang pekerjaan, mapun yang bersifat pribadi seperti : Cara hidup atau
gaya hidup yang dianutnya, keadaan keluarga, hobi dan social standing-nya.
2.
Capacity,
untuk melihat kemampuan nasabah dalam bidang bisnis yan g dihubungkan dengan
bidang pendidikannya, kemampuan bisnis juga diukur dengan kemampuannya dalam
memahami tentang ketentuan-ketentuan pemerintah. Begitu juga dengan
kemampuannya dalam menjalankan usahanya termasuk kekuatan yang dimiliki. Pada
akhirnya akan terlihat kemampuannya dalam mengembalikan kredit yang disalurkan.
3.
Capital,
untuk melihat penggunaan modal apakah efektif dilihat dari laporan keuangan
(neraca dan laporan rugi/laba) dengan melakukan pengukuran seperti dari segi likuiditas/solvabilitas, rentabilitas
dan ukuran lainnya. Capital juga
harus dilihat dari sumber mana modal yang ada sekarang ini.
4.
Collateral,
merupakan jaminan yang diberikan calon nasabah baik yang bersifat fisik maupun
non fisik. Jaminan hendaknya melebihi jumlah kredit yang diberikan. Jaminan
juga harus diteliti keabsahaanya, sehingga tidak terjadi suatu masalah, maka
jaminan yang dititipkan akan dapat dipergunakan secepat mungkin.
5.
Condition,
dalam menilai kredit hendaknya dinilai kondisi ekonomi sekarang dan kemungkinan
untuk masa yang akan datang sesuai dengan sektor masing-masing, serta
diakibatkan dari prospek usaha sektor yang dijalankan. (Abdullah & Tantri, 2012:173-174)
Analisis 7P
Adapun analisis 7P, sebagai berikut:
1.
Personality,
menilai nasabah dari segi kepribadiannya atau tingkah lakunya sehari-hari
maupun masa lalunya. Sifat, kepribadian calon debitur dipergunakan sebagai
dasar pertimbangan pemberian kredit.
2.
Party,
mengklasifikasikan nasabah kedalam klasifikasi tertentu atau golongan-golongan
tertentu berdasarkan modal, loyalitas serta karakter.
3.
Purpose,
untuk mengetahui tujuan nasabah dalam mengambil kredit, termasuk jenis kredit
yang diinginkan nasabah.
4.
Prospect,
untuk menilai usaha nasabah di masa yang akan datang menguntungkan atau tidak,
atau dengan kata lain mempunyai prospek atau sebaliknya.
5.
Payment,
merupakan ukuran bagaimana cara nasabah mengembalikan kredit yang telah diambil
atau dari sumber mana saja dana untuk pengembalian kredit.
6.
Profitability,
untuk menganalisis bagaimana kemampuan nasabah dalam mencari laba.
7.
Protection,
tujuannya adalah bagaimana menjaga agar usaha dan jaminan mendapatkan
perlindungan. Perlindungan dapat berupa barang atau orang atau jaminan
asuransi. (Kasmir, 2004:106)
Analisis 3R
Adapun Analisis
3R yaitu:
1.
Return (hasil yang
dicapai), Return disini dimaksudkan
penilaian atas hasil yang akan dicapai oleh perusahaan debitur setelah dibantu
kredit oleh bank.
2.
Repayment
(pembayaran kembali). Dalam hal ini bank harus menilai berapa lama perusahaan
pemohonan kredit dapat membayar kembali pinjamannya sesuai dengan kemampuan
membayar kembali (repayment capacity)
dan apakah kredit harus diangsur/dicicil/atau dilunasi sekaligus diakhir
periode.
3.
Risk Bearing Ability (kemampuan untuk menanggung risiko). Dalam hal
ini bank harus mengetahui dan menilai sampai sejauh mana perusahaan pemohon
kredit mampu menanggung risiko kegagalan andaikata terjadi sesuatu yang tidak
diinginkan. (Firdaus & Ariyanti, 2009:89-90).
Analisis 6A
Menurut Ismail
(2010) Analisis 6A, artinya terdapat 6 aspek yang perlu dilakukan analisi
terhadap permohonan kredit calon debitur. Keenam aspek tersebut terdiri dari:
1.
Analisis
Aspek Hukum. Dalam analisis aspek hukum, pihak Bank melakukan analisis
menyangkut dokumen-dokumen yang disampaikan oleh calon debitur/debitur mengenai
identitas diri pemohon, legalitas perizinan usaha (SIUP, SITU, TDP, Izin
Gangguan) dan NPWP, Akte pendirian (untuk calon debitur berbentuk badan hukum
seperti PT, Yayasan, Koperasi ataupun bukan badan hukum seperti CV dan Firma),
Pengesahaan Akte pendirian dari Kemenkumham untuk calon debitur berbentuk badan
hukum dan pengesahaan dari pengadilan untuk calon debitur bukan badan hukum.
2.
Analisis
Aspek Pemasaran. Dalam analisis aspek pemasaran, maka pihak bank akan melakukan
analisis mengenai barang yang dipasarkan, luas daerah pemasaran dan besarnya
pangsa pasar, jumlah pesaing, strategi dalam menghadapi persaiangan, rencana penjualan.
3.
Analisis
Aspek Teknis. Dalam analisis aspek teknis, maka pihak bank melakukan analisis
mengenai ketersediaan bahan baku, lokasi usaha (pabrik), proses produksi,
layout pabrik.
4.
Analisis
Aspek Manajemen. Untuk aspek umum, maka analisis dilakukan terhadap aspek
manajemen seperti pengalaman usaha, pengendali usaha (Key Person), jumlah tenaga kerja, regenerasi, struktur organisasi.
5.
Analisis
Aspek Keuangan. Didalam aspek keuangan, maka perlu dilakukan analisis mengenai Liquidity, Leverage, Activity, Profitabilty
serta analisis sumber dan penggunaan dana
6.
Analisis
Aspek Sosial Ekonomi. Dalam aspek ini, maka pihak bank akan menganalisis dampak
yang ditimbulkan oleh perusahaan calon debitur, apakah perusahaan telah
memiliki amdal serta pengaruh perusahaan dalam lapangan kerja.
Pemberian Keputusan Kredit
Setelah permohonan dari calon debitur/debitur telah diteliti
kelengkapannya, telah dilakukan verifikasi serta telah dilakukan analisis
kreditnya, maka terhadap kredit yang layak diberikan, akan diputus persetujuan
kreditnya oleh pejabat pemutus kredit. Menurut Pandia
(2009:96) Pemutus kredit adalah seorang pejabat bank atau komite yang khusus
diberi wewenang untuk tugas tersebut. Kuncoro
& Suhardjono (2011:226) Komite Kredit adalah komite operasional yang
membantu direksi dalam mengevaluasi atau memutuskan permohonan kredit untuk
jumlah dan jenis kredit yang ditetapkan oleh direksi.
Menurut Kasmir (2012:129) bahwa secara umum tugas komite kredit adalah:
1.
Membuat keputusan dan penelaahan kredit baru. Artinya,
setiap
adanya permohonan baru, maka perlu ditelaah secara benar tentang
kelayakan kreditnya sebelum diamabil keputusan.
2.
Memastikan kelengkapan dokumen kredit. Artinya, pengajuan kredit apaun syarat kelengkapan
dokumen mutlak untuk diserahkan.
3.
Persetujuan perpanjangan kredit. Artinya bagi kredit
yang sudah berakhir masa pinjamannya dan debitur masih ingin memperpanjangnya,
maka komite kredit memberikan persetujuan apakah kredit tersebut layak atau
tidak untuk diperpanjang.
4.
Perubahan kondisi atau syarat kredit. Artinya kalau
kondisi nasabah (debitur) dengan situasi berkembang diluar yang menyebabkan
nasabah mengalami kesulitan, maka perlu perubahan kondisi tersebut dan syarat
kredit, misalnya perubahan jangka waktu, penurunan bunga. Maka atas perubahan
tersebut haruslah mendapat persetujuan komite kredit.
Dalam tahap persetujuan kredit merupakan keputusan pemutus kredit/komite
kredit untuk menempatkan dana dan modal Bank pada aktiva yang berisiko.
Berisiko disini dalam artian kredit yang diberikan nantinya bisa berpotensi
menjadi kredit bermasalah (Non Performing
Loans) sehingga kredit tidak dapat ditarik kembali.
Menurut
Supriyono, (2011) bahwa pengajuan kredit yang telah disetujui oleh satu atau
beberapa pejabat bank yang mempunyai dituangkan dalam satu surat keputusan
kredit berupa Memo Keputusan Kredit (MKK). Memo inilah yang merupakan dasar
untuk dibuatkan surat penawaran “offering
letter” kepada calon debitur, yang
memuat informasi bahwa pengajuan kredit sudah disetujui dengan detail info
kredit, biaya-biaya, kondisi syarat dan lain-lain.
Pelaksanaan dan Administrasi Kredit
Perjanjian Kredit
Agar kredit yang telah disetujui mempunyai kekuatan hukum, maka perlu
dibuatkan suatu perjanjian, yang lazimnya disebut Perjanjian Kredit (PK). Supramono (2009:163) Pengertian perjanjian yang
diatur dalam ketentuan Pasal 1313 KUH Perdata adalah sebagai berikut “Suatu
perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan
dirinya terhadap satu orang lain atau lebih“ (Subekti 1975:304). Dalam suatu
perjanjian diperlukan beberapa syarat untuk sahnya perjanjian. Menurut
Supramono, (2009:166-170) untuk sahnya suatu perjanjian sesuai ketentuan
Pasal 1320 KUH Perdata diperlukan empat syarat, yaitu: 1) Kata sepakat, 2)
Kecakapan, 3) Hal tertentu dan 4) Suatu sebab yang halal.
Jaminan Kredit
Atas kredit
yang telah disetujui oleh Bank, maka pihak Bank melalui Surat Keputusan Kredit
(SKK) akan mensyaratkan mengenai agunan yang diberikan serta pengikatannya
kepada bank atas fasilitas yang telah disetujui. Berdasarkan Undang-Undang Perbankan No. 7
tahun 1992 sebagaimana diubah dengan Undang Undang No. 10 tahun 1998 Pasal 1
ayat 23 Agunan adalah jaminan
tambahan yang diserahkan nasabah debitur kepada bank dalam rangka pemberian
fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah.
Menurut Supramono, (2009:196)
mendefenisikan jaminan Kredit adalah suatu perjanjian
antara kreditur dengan debitur, dimana debitur memperjanjikan sejumlah hartanya
untuk kepentingan pelunasan utang menurut ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, apabila dalam waktu yang ditentukan terjadi
kemacetan pembayaran utang debitur. Menurut Hasibuan
(2008:109) bahwa agunan atau jaminan kredit adalah barang-barang dan atau
surat-surat efek yang diserahkan debitor kepada bank dan menjadi syarat utama
dalam menentukan besarnya plafond kredit.
Menurut Supriyono (2011:172) jaminan kredit yang dapat diterima oleh Bank
dapat digolongkan menjadi 3 golongan. Penggolongan jaminan tersebut adalah:
1.
Jaminan Utama (Deposito, Emas Batangan, Tanah +
Bangunan (rumah, ruko, pabrik), tanah kavling dilokasi strategis)
2.
Jaminan Tambahan (Mobil, mesin, tanah kosong)
3.
Jaminan Pelengkap (Stok barang, PG (Personal Guarantee), CG (Coorporate Guarantee), Cek/Giro)
Menurut Hasibuan (2008:110) Adapun fungsi agunan kredit sebagai berikut:
1.
Untuk memenuhi persyaratan Bank Indonesia, setiap bank
hanya boleh memberikan kredit jika ada jaminannya.
2.
Agunan harus berupa barang dan atau surat berharga
yang mempunyai nilai nyat seperti tanah dan bangunan
3.
Harga agunan harus lebih besar daripada kredit yang
diberikan.
4.
Untuk menjamin pembayaran kredit macet dengan menyita
(menjual) agunan tersebut agar:
5.
Keamanan dan keselamatan kredit akan lebih terjamin;
6.
Pemberian kredit akan lebih selektif sehingga korupsi,
kolusi dan nepotisme (KKN) dapat dihindari;
7.
Debitur akan lebih berhati-hati mempergunakan kredit
karena takut agunannya disita bank.
8.
Untuk melindungi keamanan tabungan masyrakat pada bank
dari pemberian kredit yang tidak wajar oleh manajer bank, maka: Pimpinan bank
tidak dapat memberikan kredit seenaknya saja dan Agunan merupakan penjamin
tabungan masyarakat, karena bank akan menyita agunan jika kredit macet.
Pengikatan Jaminan Kredit
Jaminan kredit
yang diterima dari nasabah, wajib dilakukan pengikatan jaminan agar hak-hak
bank terjamin bila nasabah wanprestasi dikemudian hari. Banker Association for Risk Management (BARA) dengan Lembaga Sertifikasi Profesi Perbankan
(LSPP), (2011) bahwa pengikatan
benda bergerak dan tidak bergerak adalah sebagai berikut:
1.
Benda
bergerak:
a.
Gadai
(pond), yaitu
dibebankan atas benda-benda bergerak, termasuk surat-surat berharga.
b.
Fidusia, yaitu
hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud
dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak
tanggungan sebagaimana dimaksud dalam UU No. 4 tahun 1996 tentang Hak
Tanggungan.
2.
Benda
tidak bergerak :
a.
Hak tanggungan, yaitu pengikatan atas tanah yang
berstatus don telah mempunyai Sertifikat Hak Milik, Hak Guna Bangunan, Hak Guna
Usaha atau Hak Pakai atas Tanah Negara.
b.
Hipotik, yaitu pengikatan atas agunan berupa kapal
laut dengan bobot di atas 20 m3 dan sudah terdaftar di syah bandar dan atau
Direktorat Jenderal Perhubungan Laut.
c.
Dalam hal agunan berupa fixed asset, maka
dalam pengikatan agunan secara Hak Tanggungan dan Hipotik, Bank menjadi
kreditur peringkat pertama yang berhak atas agunan apabila nasabah default.
Realisasi Kredit
Dalam tahap ini, bila semua administrasi kredit telah dipenuhi yaitu
penandatangan perjanjian kredit berikut pengikatan jaminan serta syarat-syarat
lainnya yang telah ditentukan dalam Surat Keputusan Kredit (SKK), maka pihak
bank akan membukakan rekening pinjaman dengan maksimum kredit yang telah
disetujui atas nama debitur. Setelah rekening dibuka maka bank akan melakukan
pencairan pinjaman atau realisasi pinjaman.
Supervisi Kredit dan Pembinaan Debitur
Setelah kredit dikucurkan maka terhadap dana yang telah diberikan dalam
bentuk kredit tersebut, diharapkan dapat
memberikan kontribusi bagi bank berupa pendapatan bunga serta dapat dilunaskan
dengan baik oleh para debitur, maka kredit yang telah dikucurkan haruslah dimonitor
atau dipantau penggunaannya oleh debitur. Fungsi dari supervisi dan pembinaan debitur
menurut Firdaus & Ariyanti (2009:134) adalah memonitor jalannya usaha
nasabah dengan jalan antara lain:
1.
Membina hubungan yang terbuka dan terus menerus
dengan nasabah (debitur) tersebut.
2.
Menerima, mencatat, mengklasifikasikan dan
menganalisis laporan-laporan dari nasabah serta membuat laporan
perkembangannya.
3.
Menganalisis sebab-sebab terjadinya suatu masalah
atas usaha nasabah dan membuat rekomendasi tentang saran-saran perbaikan atau
penyelamatan.
4.
Memberikan saran dan konsultasi (counselling)
kepada debitur dalam segala aspek yang diperlukan antara lain:
a.
Pembinaan administrasi, dimana petugas supervis
harus dapat mendorong kesadaran beradministrasi dengan baik (terutama bagi
pengusaha menengah dan besar yang pada umumnya harus sudah melaksanakan
administrasi dengan memadai)
b.
Metode kerja yang selalu diperbaiki dan
ditingkatkan
c.
Perencanaan produksi dan quality control
yang lebih baik
d.
Penyempurnaan manajemen dan organisasi
e.
Pemeliharaan dan penggunaan mesin secara efisien
f.
Petunjuk tentang badan/dinas/instansi mana yang
dapat dihubungi dalam rangka pengembangan usaha.
g.
Hal-hal lain dalam rangka peningkatan efisiensi.
Sedangkan tujuan dari supervisi dan pembinaan debitur, menurut Firdaus
& Ariyanti (2009:135) antara lain:
1.
Agar pembiayaan atau pemberian kredit atas usaha
debitur dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dan syarat-syarat yang tertuang
dalam perjanjian kredit dan agar penggunaannya sesuai dengan tujuan semula dan
dalam jadwal waktu yang telah ditetapkan.
2.
Agar terciptanya iklim saling mempercayai dan
terbina hubungan timbal balik yang baik antara bank dan debitur.
3.
Agar usaha yang dibiayai kredit bank berkembang
dengan baik sesuai tujuan semula.
4.
Agar terlaksana administrasi yang memadai untuk
kepentingan perusahaan sendiri, bank, pemerintah dan pihak-pihak lain.
Daftar Pustaka
Bank Indonesia,
Peraturan Bank Indonesia Nomor: 7/2/PBI/2005 tanggal 20 Januari 2005
Frianto Pandia, 2012, Manajemen Dana dan Kesehatan Bank, Jakarta, Penerbit: Rineka Cipta.
Gatot Supramono, 2009, Perbankan dan Masalah Kredit : Suatu
Tinjauan di Bidang Yuridis, Jakarta, Penerbit: Rineka Cipta.
Ismail, 2010, Manajemen Perbankan, Dari Teori Menuju
Aplikasi, Edisi I, Cetakan ke-2, Jakarta, Penerbit: Kencana Prenada Media
Group.
Kasmir, 2012, Dasar-Dasar Perbankan, Jakarta, Penerbit: PT Raja Grafindo Persada.
Malayu S. P. Hasibuan, 2008, Dasar-Dasar
Perbankan, Jakarta, Penerbit: PT. Bumi Aksara,
Maryanto Supriyono, 2011, Buku Pintar Perbankan, Yogyakarta, Penerbit: Andi Yogyakarta.
Modul Uji
Kompetensi Profesi Bankir Bidang Manajemen Resiko Level 1, Edisi ke 3, 2012,
Jakarta.
Modul Uji
Kompetensi Profesi Bankir Bidang Manajemen Resiko Level 2, Edisi ke 2, 2012,
Jakarta.
Mudrajat Kuncoro dan Suhardjono, 2010, Manajemen Perbankan, Teori Dan Aplikasi,
Edisi Kedua, Yogyakarta, Penerbit: BPFE Yogyakarta.
Republik Indonesia, Undang Undang Perbankan
Nomor 10 Tahun 1998 tanggal 10 Nopember 1998.
Thamrin Abdullah dan Francis Tantri, 2012, Bank
dan Lembaga Keuangan, Ed.1-1,
Jakarta, Penerbit: Rajawali Pers.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar