A. Ringkasan Kasus
Auditor
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Tomi Triono mengaku menerima
duit dari anggaran kegiatan joint audit pengawasan dan pemeriksaan di
Kemendikbud. Tomi mengaku sudah mengembalikan duit ke KPK. Tomi saat bersaksi
untuk terdakwa mantan Irjen Kemendikbud Mohammad Sofyan mengaku bersalah dengan
penerimaan duit dalam kegiatan wasrik sertifikasi guru (sergu) di Inspektorat
IV Kemendikbud. Duit yang dikembalikan Rp 48 juta. Menurutnya ada 10 auditor
BPKP yang ikut dalam joint audit. Mereka bertugas untuk 6 program, di antaranya
penyusunan SOP wasrik dan penyusunan monitoring dan evaluasi sertifikasi guru. Adanya
aliran duit ke auditor BPKP juga terungkap dalam persidangan dengan saksi
Bendahara Pengeluaran Pembantu Inspektorat I Kemendikbud, Tini Suhartini pada
11 Juli 2013. Sofyan didakwa memperkaya diri sendiri dan orang lain dengan
memerintahkan pencairan anggaran dan menerima biaya perjalanan dinas yang tidak
dilaksanakan. Dia juga memerintahkan pemotongan sebesar 5 persen atas biaya
perjalanan dinas yang diterima para peserta pada program kegiatan joint audit
Inspektorat I, II, III, IV dan investigasi Itjen Depdiknas tahun anggaran 2009.
Dari perbuatannya. Total kerugian keuangan negara dalam kasus ini mencapai Rp
36,484 miliar.
B.
Pihak-pihak
Yang Terlibat
Berikut
ini merupakan pihak-pihak yang terlibat dalam kasus tersebut diatas dengan
perannya masing-masing:
1)
Tomi Triono dan 10 Auditor lainnya
selaku Auditor Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP)
2)
Mohammad Sofyan selaku Irjen
Kemendikbud
3)
Tini Suhartini selaku Bendahara
Pengeluaran Pembantu Inspektorat I Kemendikbud
C.
Pelanggaran
Yang Dilakukan
Prinsip
Etika Profesi dalam Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia menyatakan pengakuan
profesi akan tanggungjawabnya kepada publik, pemakai jasa akuntan, dan rekan.
Prinsip ini memandu anggota dalam memenuhi tanggung-jawab profesionalnya dan
merupakan landasan dasar perilaku etika dan perilaku profesionalnya. Prinsip
ini meminta komitmen untuk berperilaku terhormat, bahkan dengan pengorbanan
keuntungan pribadi. Kasus suap yang menimpa beberapa auditor BPKP menunjukan
adanya pelanggaran terhadap prinsip etika profesi. Pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh Auditor bersangkutan
berdasarkan Prinsip Etika Ikatan Akuntan Indonesia, sebagai berikut:
1.
Tanggungjawab
Profesi, Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional, setiap
auditor harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam
semua kegiatan yang dilaksankannya. Dalam kasus suap auditor BPKP, jelas
beberapa auditor tidak mempertimbangkan aspek moral dan professional dengan menerima
sesuatu yang bukan haknya serta lebih mengedepankan kepentingan pribadi diatas
kepentingan public.
2.
Kepentingan
Publik, Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka
pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukkan
komitmen atas profesionalisme. Dalam kasus ini, auditor BPKP seharusnya
berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik,
menghormati kepercayaan publik, dan menunjukkan komitmen dan profesionalisme. Selain itu, alam
kasus ini yang dirugikan adalah Masyarakat karena uang negara adalah uang
rakyat, dan auditor BPKP adalah pegawai negeri yang secara tidak langsung
mengemban amanah dari rakyat. dengan kata lain, auditor BPKP dalam kasus ini
juga telah mengabaikan prinsip kepentingan publik.
3.
Integritas,
Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap auditor BPKP
harus memenuhi tanggungjawab profesionalnya dengan integritas
setinggi mungkin. Tidak menerima suap adalah cerimanan
auditor yang berintegritas.
4.
Objektivitas,
Obyektivitas adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang
diberikan anggota. Prinsip obyektivitas mengharuskan auditor bersikap adil,
tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka. Seharusnya
auditor menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran dan objektifitas dalam
melaksanakan tugasnya sebagai seorang profesional. tidak diperkenankan auditor
menerima sejumlah uang untuk menutup-nutupi suatu kecurangan apalagi ikut
'merancang' agar kecurangan tersebut tidak terbaca oleh mata hukum.
5.
Kompetensi
dan Kehati – hatian Profesional, Setiap auditor BPKP harus melaksanakan jasa
profesionalnya dengan kehati– hatian, kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai
kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan keterampilan profesional pada
tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja
memperoleh manfaat dari jasa profesional yang kompeten berdasarkan perkembangan
praktik, legislasi dan teknik yang paling mutakhir.
6.
Perilaku
Profesional, Setiap auditor BPKP harus berperilaku konsisten sesuai aturan yang
telah ditetapakan dan menjauhi tindakan seperti menerima suap yang dapat
mendiskreditkan profesi.
7.
Standar
Teknis, Setiap auditor harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan
standar teknis dan standar profesional yang relevan.
Selain
pelanggaran atas kode etik profesi yang dijelaskan di atas, auditor tersebut
juga melakukan penyimpangan secara hukum dengan telah melanggar Pasal 12 huruf
a UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi.
D.
Sanksi
E.
Dampak
Berikut merupakan dampak yang ditimbulkan dari kasus yang dilakukan
auditor, bagi:
1)
Masyarakat
2)
Pemerintah
3)
Lingkungan
F.
Solusi
Adapun solusi yang dapat kami tawarkan dalam kasus tersebut,
meliputi:
1)
Membangun dan menyebarkan etos
pejabat dan pegawai baik di instansi pemerintah maupun swasta tentang pemisahan
yang jelas dan tajam antara milik pribadi dan milik perusahaan atau milik
negara.
2)
Mengusahakan perbaikan penghasilan
(gaji) bagi pejabat dan pegawai negeri sesuai dengan kemajuan ekonomi dan
kemajuan swasta, agar pejabat dan pegawai saling menegakan wibawa dan
integritas jabatannya dan tidak terbawa oleh godaan dan kesempatan yang
diberikan oleh wewenangnya.
3)
Menumbuhkan kebanggaan-kebanggaan
dan atribut kehormatan diri setiap jabatan dan pekerjaan. Kebijakan pejabat dan
pegawai bukanlah bahwa mereka kaya dan melimpah, akan tetapi mereka terhormat
karena jasa pelayanannya kepada masyarakat dan negara.
4)
Bahwa teladan dan pelaku pimpinan
dan atasan lebih efektif dalam memasyarakatkan pandangan, penilaian dan
kebijakan.
5)
Menumbuhkan pemahaman dan kebudayaan
politik yang terbuka untuk kontrol, koreksi dan peringatan, sebab wewenang dan
kekuasaan itu cenderung disalahgunakan.
6)
Hal yang tidak kalah pentingnya
adalah bagaimana menumbuhkan “sense of belongingness” dikalangan pejabat dan
pegawai, sehingga mereka merasa perusahaan tersebut adalah milik sendiri dan
tidak perlu korupsi, dan selalu berusaha berbuat yang terbaik.
7)
Perlu penayangan wajah para Auditor
maupun para Koruptor yang bermasalah di televisi dan media elektronik serta
cetak lainnya agar bisa dijadikan sebagai bahan pelajaran untuk professional
lainnya
8)
Herregistrasi (pencatatan ulang)
terhadap kekayaan pejabat terkhususnya para auditor di pemerintahan.
Sumber :
Endonesia.com
diakses pada Minggu, 02 Oktober 2016 | 12:08:19
JPPN.com
diakses pada Minggu, 02 Oktober 2016 | 12:08:20
Merdeka.com diakses
pada Minggu, 02 Oktober 2016 | 12:08:32
http://www.tribunnews.com/nasional/2013/07/11/auditor-bpkp-kecipratan-uang-haram-itjen-kemendiknas diakses pada Minggu, 02 Oktober 2016 | 12:01:19
Tidak ada komentar:
Posting Komentar