A.
Pengertian pph pasal 22
Pajak penghasilan (pph) pasal 22
adalah pajak yang pungut oleh bendaharaan pemerintah, baik pemerintah pusat
maupun pemerintah daerah, isntansi atau lembaga pemerintah dan lembaga –
lembaga negara lainnya berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan barang, dan
bada-badan tertentu baik badan pemerintahan maupun swasta berkenaan dengan
kegiatan dibidang impor atau kegiatan usaha dibidang lainnya.
Dalam hukum pengenaan pajak penghasilan pajak pasal 22
adalah pasal 22 undang undang pajak penghasilan, selanjutnya di ikuti dengan
keputusan menteri keuangan , terakhir dengan keputusan menteri keuangan nomor
236/KMK/03/2003 sebagai perubahan keputusan menteri nomor
254/KMK.03/2001.keptusan menteri keunagan terakhir ini berlaku sejak tanggal di
tetap dan mempunyai daya laku surut terhitung sejak tanggal 2 januari 2003.
B. Pemungut Pajak PPH Pasal 22
Pada pasal 22 UU No. 17 tahun 2000
memberi wewenang kepada Menteri Keuangan untuk mengatur siapa aja yang diberi
wewenang untuk memungut pajak penghasilan pasal 22. Pemungut Pajak Penghasilan
Pasal 22 menurut Keputusan Menteri Keuangan No. 236/KMK.03/2003 tentang
Perubahan Kedua Keputusan Menteri Keuangan No. 254/KMK.03/2002 tentang
Penunjukan Pemungutan Pajak Penghasilan pasal 22, Sifat Dan Besarnya Pungutan
Serta Tata Cara Penyetoran Dan Pelaporannya sebagai berikut:
- Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, atas impor barang;
- Direktorat Jenderal Anggaran, Bendaharawan Pemerintah Pusat/Daerah, yang melakukan pembayaran atas pembelian barang;
- BUMN/D, yang melakukan pembayaran atas pembelian barang dengan dana yang bersumber dari belanja Negara (APBN) dan/atau belanja daerah;
- Badan usaha yang bergerak di bidang industri semen, industri rokok, industri kertas, industri baja dan industri otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri;
- Pertamina dan badan usaha selain Pertamina yang bergerak di bidang bahan bakar minyak jenis premix dan gas, atas penjualan hasil produksinya;
- BI, BPPN, BULOG, PT Telkom, PT PLN, PT Garuda Indonesia, PT. Indosat, PT Krakatau Steel, Pertamina, dan bank-bank BUMN yang melakukan pembelian barang yang dananya bersumber baik dari APBN maupun non-APBN;
- Industri dan eksportir yang bergerak dalam sector kehutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan yang ditunjuk oleh Direktur Jendral Pajak atas pembelian bahan untuk keperluan industri atau ekspor mereka dari pedagang pengumpul.
C. Kegiatan yang dikenakan PPH pasal 22
Pajak penghasilan pasal 22 ini
dibedakan berdasarkan jenis kegiatan yang dilakukan. Kegiatan-kegiatan yang
dikenakan pajak penghasilan pasal 22 tersebut adalah:
- Kegiatan impor barang
- Pembayaran atas pembelian barang yang dilakukan oleh Direktorat Jendral Anggaran, Bendaharawan Pemerintah baik ditingkat pusat atau daerah
- Pembayaran atas pembelian barang yang dilakukan oleh BUMN dan BUMD, yang dananya bersumber dari APBN dan atau APBD
- Pembayaran atas pembelian barang yang dilakukan oleh BI, BPPN, BULOG, PT Telkom, PT PLN, PT Garuda Indonesia, PT. Indosat, PT Krakatau Steel, Pertamina, dan bank-bank BUMN yang melakukan pembelian barang yang dananya bersumber baik dari APBN maupun non-APBN;
- Penjualan hasil produksi di dalam negeri yang di lakukan oleh badan usaha yang bergerak di bidang industri semen, industri rokok, industri kertas, industri baja dan industri otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak;
- Penjualan hasil produksi oleh pertamina dan badan usaha selain Pertamina yang bergerak di bidang bahan bakar minyak jenis premix, super TT dan gas;
- Pembelian bahan-bahan untuk keperluan Industri atau ekspor yang bergerak dalam sector kehutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan.
D. Tarif pajak
1. Tarif PPh pasal 22 atas Impor
a.
menggunakan Angka Pengenal Importir (API) sebesar 2,5%
dari nilai impor;
b.
tanpa menggunakan Angka Pengenal Importir (API)
sebesar 7,5% dari nilai impor;
c.
yang tidak dikuasai, sebesar 7,5% dari harga jual
lelang;
d.
impor kedelai, gandum, dan tepung terigu oleh importir
yang menggunakan API (tidak memiliki API, tidak dapat impor) sebesar 0,5% dari
nilai impor.
2. Tarif PPh pasal 22 atas Pembelian yang dilakukan oleh BUMN/BUMD yang
menggunakan APBN/APBD dan non APBN/APBD
Tarifnya sebesar 1,5% dari harga pembelian sebelum
PPN/ PPnBM
3.
Tarif PPh pasal 22 atas Penjualan hasil produksi
a. Industri
semen, sebesar 0,25% dari dasar pengenaan pajak (DPP) PPN
b. Industri
kertas, sebesar 0,1% dari DPP PPN
c. Industri baja,
sebesar 0,3% dari DPP PPN
d. Industri
otomotif, sebesar 0,45% dari DPP PPN
4.
Tarif PPh pasal 22 atas
Penjualan PERTAMINA
SPBU
Swastanisasi
|
SPBU
Pertamina
|
|
Premium
|
0,3% dari
penjualan
|
0,25% dari
penjualan
|
Solar
|
0,3% dari
penjualan
|
0,25% dari
penjualan
|
Premix/super
TT
|
0,3% dari
penjualan
|
0,25% dari
penjualan
|
Minyak
tanah
|
0,3% dari
penjualan
|
|
Gas LPG
|
0,3% dari
penjualan
|
|
Pelumas
|
0,3% dari
penjualan
|
5. Tarif PPh pasal 22 atas Industri dan Eksportir yang bergerak disektor
Perhutanan, Perkebunan, Pertanian, dan Perikanan
Tarifnya sebesar 0,5% dari harga pembelian tidak
termasuk PPN.
6. Tarif PPh pasal 22 atas Penjualan barang yang tergolong sangat mewah
Tarifnya sebesar 5% dari penjualan.
E.
Pengecualian Pemungutan Pajak
Dikecualikan dari pemungutan PPh
pasal 22 menurut KMK No. 236/KMK.03/2003 adalah sebagai berikut:
- Impor barang dan atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan tidak terutang PPh, dinyatakan dengan Surat Keterangan Bebas (SKB)
- Impor barang yang dibebaskan dari Bea Masuk dan atau Pajak Pertambahan Nilai; dilaksanakan oleh Ditjen BC, antara lain:
a. Barang perwakilan negara asing atau beserta para
pejabatnya yang bertugas di Indonesia berdasarkan timbal balik
b. Barang kiriman hadiah untuk keperluan ibadah umum,
amal, sosial, atau kebudayaan
c. Barang untuk keprluan penelitian dan pengembangan ilmu
pengetahuan
d. Peti atau kemasan yang berisi jenazah atau abu jenazah
e. Barang untuk keperluan museum, kebun binatang, dan
tempat lain semcam itu yang terbuka untuk umum.
f. Barang yang di impor oleh pemrintah pusat atau
pemerintah daerah yang ditunjukan untuk kepentingan umum. Dan lain sebagainya.
- Impor sementara jika waktu impornya nyata-nyata dimaksudkan untuk diekspor kembali
- Pembayaran atas pembelian barang oleh pemerintah yang jumlahnya paling banyak Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah) dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah
- Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air minum/PDAM, benda-benda pos.
- Emas batangan yang akan di proses untuk menghasilkan barang perhiasan dari emas untuk tujuan ekspor, dinyatakan dengan SKB
- Pembayaran/pencairan dana Jaring Pengaman Sosial oleh Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara
- Impor kembali (re-impor) yang memenuhi syarat yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
- Pembayaran untuk pembelian gabah dan atau beras oleh Bulog
F.
Saat Terutang dan Pelunasan/Pemungutan PPh Pasal 22
1.
Atas impor barang terutang dan dilunasi bersamaan
dengan saat pembayaran Bea Masuk. Dalam hal pembayaran Bea Masuk ditunda atau
dibebaskan, maka PPh Pasal 22 terutang dan dilunasi pada saat penyelesaian
dokumen Pemberitahuan Impor Barang (PIB);
2.
Atas pembelian barang (angka II butir 2,3, dan 4)
terutang dan dipungut pada saat pembayaran;
3.
Atas penjualan hasil produksi (angka II butir 5)
terutang dan dipungut pada saat penjualan;
4.
Atas penjualan hasil produksi (angka II butir 6)
dipungut pada saat penerbitan Surat Perintah Pengeluaran Barang (Delivery
Order);
5.
Atas pembelian bahan-bahan (angka II butir 7) terutang
dan dipungut pada saat pembelian.
G. Tata Cara
Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan PPh Pasal 22
1.
PPh Pasal 22 atas impor barang (angka II butir 1)
disetor oleh importer dengan menggunakan formulir Surat Setoran Pajak, Cukai
dan Pabean (SSPCP). PPh Pasal 22 atas impor barang yang dipungut oleh DJBC
harus disetor ke Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro dalam jangka waktu
1(satu) hari setelah pemungutan pajak dan dilaporkan ke KPP secara mingguan
paling lambat 7 (tujuh) hari setelah batas waktu penyetoran pajak berakhir.
2.
PPh Pasal 22 atas pembelian barang (angka II butir 2
dan 3) disetor oleh pemungut atas nama dan NPWP Wajib Pajak ke Bank Persepsi
atau Kantor Pos dan Giro secara kolektif pada hari yang sama dengan pelaksanaan
pembayaran atas penyerahan barang. Pemungut menerbitkan bukti pungutan rangkap
tiga, yaitu:
a.
lembar pertama untuk pembeli;
b.
lembar kedua sebagai lampiran laporan bulanan ke
Kantor Pelayanan Pajak;
c.
lembar ketiga untuk arsip Pemungut Pajak yang
bersangkutan, dan dilaporkan ke KPP
paling lambat 14 (empat belas ) hari setelah masa pajak berakhir.
3.
PPh Pasal 22 atas pembelian barang (angka II butir 4)
disetor oleh pemungut atas nama Wajib Pajak ke Bank Persepsi atau Kantor Pos
dan Giro paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan takwim berikutnya dengan menggunakan
formulir SSP dan menyampaikan SPT Masa ke KPP paling lambat 20 (dua puluh) hari
setelah masa pajak berakhir.
4.
PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi (angka II
butir 5 dan 7) disetor oleh pemungut atas nama wajib pajak ke Bank Persepsi
atau Kantor Pos dan Giro paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan takwim
berikutnya dengan menggunakan formulir SSP. Pemungut menyampaikan SPT Masa ke
KPP paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah masa pajak berakhir.
5.
PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi (angka II
butir 6) disetor sendiri oleh Wajib Pajak ke Bank Persepsi atau Kantor Pos dan
Giro sebelum Surat Perintah Pengeluaran Barang (delivery order) ditebus dengan
menggunakan SSP. Pemungut wajib menerbitkan bukti pemungutan PPh Ps. 22 rangkap
3 yaitu:
a.
lembar pertama untuk pembeli;
b.
lembar kedua sebagai lampiran laporan bulanan kepada
Kantor Pelayanan Pajak;
c.
lembar ketiga untuk arsip Pemungut Pajak yang
bersangkutan.
Pelaporan
dilakukan dengan cara menyampaikan SPT Masa ke KPP setempat paling
lambat 20 (dua
puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir.
H.
Cara Menghitung PPh PASAL 22
1.
Besarnya
PPh pasal 22 atas impor
a.
Yang menggunakan Angka
Pengenal Importir (API) tarif pemungutannya sebesar 2,5% dari nilai impor
PPh Pasal 22 = 2,5 % x Nilai Impor
b.
Yang tidak menggunakan Angka
Pengenal Importir (API), tarif pemungutannya sebesar 7,5% dari nilai impor
PPh Pasal 22 = 7,5 % x Nilai Impor
c. Yang tidak dikuasai, tarif pemungutannya sebesar 7,5% dari harga jual lelang
PPh Pasal 22 = 7,5 % x Harga Jual Lelang
2. Atas
Pembelian Barang yang dibiayai dengan APBN / APBD
Atas
pembelian barang yang dananya dari belanja negara atau belanja daerah dikenakan
pemungutan PPh Pasal 22 sebesar 1,5% dari
harga pembelian
PPh Pasal 22 = 1,5 % x Harga Pembelian
3.
Atas
Penjualan hasil produksi industri Otomotif di dalam negeri
Besarnya PPh
Pasal 22 atas penjualan semua jenis kendaraan bermotor beroda dua atau lebih di
dalam negeri adalah 0,45% dari
dasar pengenaan pajak (DPP) Pajak Pertambahan Nilai
PPh Pasal 22 = 0,45 % x DPP PPN
4.
Atas
penjualan hasil produksi rokok di dalam negeri
Besarnya PPh
Pasal 22 yang wajib dipungut oleh industri rokok pada saat penjualan rokok di
dalam negeri adalah 0,15% dari
harga bandrol (pita cukai) dan bersifat
final
PPh Pasal 22 = 0,15 % x Harga Bandrol
5.
Atas
penjualan hasil produksi industri kertas di dalam negeri
Besarnya PPh
Pasal 22 yang wajib dipungut oleh industri kertas pada saat penjualan kertas di
dalam negeri adalah 0,1% dari
Dasar Pengenaan Pajak (DPP) Pajak Pertambahan Nilai
PPh Pasal 22 = 0,1 % x DPP PPN
6.
Atas
penjualan hasil produksi industri semen di dalam negeri
Besarnya PPh
Pasal 22 yang wajib dipungut oleh industri semen pada saat penjualan semen di
dalam negeri adalah 0,25% dari
Dasar Pengenaan Pajak (DPP) Pajak Pertambahan Nilai
PPh Pasal 22 = 0,25 % x DPP PPN
Catatan ;
Yang
dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22 adalah penjualan semen dalam negeri
oleh PT Indocement, PT Semen Cibinong dan PT Semen Nusantara kepada distributor
utama / tunggalnya.
7.
Atas
penjualan hasil produksi industri baja di dalam negeri
Besarnya PPh
Pasal 22 yang wajib dipungut oleh industri baja pada saat penjualan hasil
produksinya di dalam negeri adalah 0,3%
dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP) Pajak Pertambahan Nilai
PPh Pasal 22 = 0,3 % x DPP PPN
8.
Atas
pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor oleh industri yang
bergerak dalam sektor perhutanan, perkebunan, pertanian dan perikanan dari
pedagang pengumpul
Besarnya PPh
Pasal 22 yang wajib dipungut oleh industri atau eksportir yang bergerak dalam
sektor perhutanan, perkebunan, pertanian dan perikanan yang telah terdaftar
sebagai Wajib Pajak adalah 0,5% dari
harga pembelian
PPh Pasal 22 = 0,5 % x Harga Pembelian
9.
Yang
dipungut oleh Pertamina dan Badan Usaha selain Pertamina
Besarnya PPh Pasal 22 yang wajib
dipungut oleh Pertamina dan badan usaha lainnya yang bergerak dalam bidang
bahan bakar minyak jenis premix, super TT dan gas atas penjualan hasil
produksinya adalah;
1.
Atas penebusan premium, solar,
premix / super TT oleh SPBU swastanisasi adalah 0,3% dari penjualan
PPh Pasal 22 = 0,3 % x Penjualan
2. Atas penebusan premium, solar, premix / super TT oleh SPBU pertamina adalah 0,25% dari penjualan
PPh Pasal 22 = 0,25 % x Penjualan
3. Atas penjualan
minyak tanah, gas LPG dan pelumas adalah 0,3% dari
penjualan
PPh Pasal 22 = 0,3 % x Penjualan
Catatan :
Pemungutan
PPh Pasal 22 ini bersifat final atas
penyerahan / penjualan hasil produksi kepada
penyalur / agenya. Sedangkan penjualan kepada pembeli lainnya (misalnya pabrikan) pemungutannya tidak bersifat final, sehingga PPh Pasal 22
nya dapat diperhitungkan sebagai kredit pajak.
I.
Contoh Perhitungan
1.
PT. FM adalah produsem makanan ringan yang
memiliki API, pada bulan maret 2009 PT. FM melakukan impor barang dari Amerika
dengan nilai faktur sebesar US$ 150.000,-. Biaya asuransi yang dibayar adalah
US$ 1.500,- dan ongkos angkut adalah US$ 6.000,-. Tarif BEA masuk adalah 25%.
Pungutan lainnya sesuai dengan ketentuan PABEAN adalah Rp. 15.000.000,-. Kurs
pajak pada saat melakukan clearance ke pelabuahan adalah 1US$ = Rp.9.000,-.
Hitung PPh Pasal 22 yang harus dibayar!
Penyelesaian:
Menentukan Nilai Impor:
Nilai Faktur
US$
150.000,-
Biaya Asuransi Dalam / Luar
Negeri
US$ 1.500,-
Biaya Ongkos
Angkut
US$ 6.000,-
Jumlah CIF (Cost Insurance and
Freight)
US$ 157.500,-
Besarnya nilai CIF dalam Rupiah adalah:
US$ 157.500,- x
Rp.
9.000,-
Rp.1.417.500.000,-Ditambah:
Bea masuk: 25% x
Rp. 1.417.500.000,- Rp.
354.375.000,-
Pungutan lainnya
RP.
15.000.000,-
Nilai
Impor
Rp. 1.786.875.000,-
PPh Pasal 22 atas Impor dari Amerika adalah:
2,50% x Rp. 1.786.875.000,-
=
Rp. 44.671.875,-
2.
PT. Zemen Pekalongan adalah perusahaan semen
nasional. Pada tanggal 15 April 2008 menjual 1000 sak semen kepada CV Karya
Manjur, perusahaan kontraktor property, secara tunai. Harga jual semen adalah
Rp30.000 per sak. Jadi, pada saat penjualan semen tersebut PT Zemen Pekalongan
sudah terutang dan harus memungut PPh Pasal 22 dari CV Karya Manjur.
Penyelesaiannya :
PPh Pasal 22 = 0.25% x
1000 x Rp30.000 = Rp 75.000
Sifat
pemungutan PPh 22 ini tidak final dan dapat menjadi kredit pajak bagi C
Karya
Manjur.
3.
Dalam rangka memajukan pendidikan, pada tanggal 19
April 2009 Pemda Maluku Utara membeli 20 unit laptop secara kredit dari rekanan
pemerintah Toko Tekno Com yang akan didistribusikan ke sekolah-sekolah di
daerah terpencil. Harga laptop tersebut adalah Rp11.000.000 per unit sudah termasuk PPN.
Pemda Maluku Utara baru membayar pembelian laptop tersebut tanggal 18 Mei 2008.
Jadi, pada saat pembayaran laptop tersebut Pemda Maluku Utara terutang dan
harus memungut PPh Pasal 22 kepada pemungut dari Toko Tekno Com.
Penyelesaiannya :
DPP PPN = x
11.000.000 x 20 = Rp 200.000.000
PPh Pasal 22 = 1,5% x
Rp200.000.000 = Rp
3.000.000
4.
PT Penyalur Minyak Indonesia (PMI) membeli
premium dari Pertamina. Dalam hal ini, PMI sebagai penyalur BBM (SPBU
Swastanisasi) memiliki delivery order (DO) dari Pertamina dengan kuantitas
sebanyak 10.000 liter @ Rp 1.600,-. Berapa PPh pasal 22 yang harus dilunasi
oleh PT.PMI?
Penyelesaiannya
:
PPh pasal 22 = 0,3% x 10.000 x 1.600 = Rp 48.000,-
5.
PT. Pelesir Jaya melakukan penjualan barang yang
tergolong sangat mewah kepada PT. JEN yaitu penjualan rumah dengan harga
Rp12.000.000.000,- dan luas tanahnya 600 m2. Hitunglah
PPh pasal 22 yang dipungut oleh PT. Pelesir Jaya?
Penyelesaiannya
:
PPh pasal 22 = 5% x 12.000.000.000 = Rp 600.000.000,-
Table tarif PPh pasal 22 Per 1 Januari
2009 :
No
|
Jenis Kegiatan
|
Tariff bagi WP ber-NPWP (*)
|
Sifat
|
|
1
|
Impor Barang :
|
|||
- Importir – API
|
2,5% dari nilai Impor
|
Tidak Final
|
||
- Importir – non API
|
7,5% dari nilai Impor
|
|||
- Yang tidak dikuasai (Barang
Impor yang dilelang DJBC
|
7,5% dari harga jual lelang
|
|||
2
|
Pembayaran atas pembelian barang oleh pemungut PPh 22
|
1,5% dari harga pembelian
|
Tidak Final
|
|
3
|
Penjualan barang produksi :
|
|||
- Industri Semen
|
0,25% dari DPP PPN
|
Tidak Final
|
||
- Industri Kertas
|
0,10% dari DPP PPN
|
|||
- Industri Baja
|
0,30% dari DPP PPN
|
|||
- Industri Otomotif
|
0,45% dari DPP PPN
|
|||
4
|
Penjualan barang produksi oleh produsen/importir BBM, Gas dan pelumas
atas penjualan BBM, Gas dan Pelumas
|
SPBU
Swasta
|
SPBU Pertamina
|
|
- Premium
|
0,3%
|
0,25%
|
Penyerahan kepada
Agen bersifat final
|
|
- Solar
|
0,3%
|
0,25%
|
||
- Permix/Super
TT
|
0,3%
|
0,25%
|
||
- Minyak
Tanah
|
-
|
0,3%
|
||
- Gas LPG
|
-
|
0,3%
|
||
- Pelumas
|
-
|
0,3%
|
||
5
|
Pembelian bahan untuk keperluan industri atau ekspor dari pedagang pengumpul
|
0,5% dari harga
beli sebelum PPN
Mulai Maret 2009
: 0,25% dari harga beli sebelum PPN
|
Tidak Final
|
|
6
|
Penjualan barang
yang tergolong sangat mewah **)
|
5% dari harga
jual tidak termasuk PPN
|
Tidak Final
|
(*) bagi WP yang tidak ber-NPWP akan
dipungut PPh dengan tariff 2x lipat (lebih tinggi 100%)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar