Minggu, 04 Desember 2016

Pajak Penghasilan Pasal 22



A.     Pengertian pph pasal 22
Pajak penghasilan (pph) pasal 22 adalah pajak yang pungut oleh bendaharaan pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, isntansi atau lembaga pemerintah dan lembaga – lembaga negara lainnya berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan barang, dan bada-badan tertentu baik badan pemerintahan maupun swasta berkenaan dengan kegiatan dibidang impor atau kegiatan usaha dibidang lainnya.

Dalam hukum pengenaan pajak penghasilan pajak pasal 22 adalah pasal 22 undang undang pajak penghasilan, selanjutnya di ikuti dengan keputusan menteri keuangan , terakhir dengan keputusan menteri keuangan nomor 236/KMK/03/2003 sebagai perubahan keputusan menteri nomor 254/KMK.03/2001.keptusan menteri keunagan terakhir ini berlaku sejak tanggal di tetap dan mempunyai daya laku surut terhitung sejak tanggal 2 januari 2003.

B.      Pemungut Pajak PPH Pasal 22
Pada pasal 22 UU No. 17 tahun 2000 memberi wewenang kepada Menteri Keuangan untuk mengatur siapa aja yang diberi wewenang untuk memungut pajak penghasilan pasal 22. Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22 menurut Keputusan Menteri Keuangan No. 236/KMK.03/2003 tentang Perubahan Kedua Keputusan Menteri Keuangan No. 254/KMK.03/2002 tentang Penunjukan Pemungutan Pajak Penghasilan pasal 22, Sifat Dan Besarnya Pungutan Serta Tata Cara Penyetoran Dan Pelaporannya sebagai berikut:
  1. Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, atas impor barang;
  2. Direktorat Jenderal Anggaran, Bendaharawan Pemerintah Pusat/Daerah, yang melakukan pembayaran atas pembelian barang;
  3. BUMN/D, yang melakukan pembayaran atas pembelian barang dengan dana yang bersumber dari belanja Negara (APBN) dan/atau belanja daerah;
  4. Badan usaha yang bergerak di bidang industri semen, industri rokok, industri kertas, industri baja dan industri otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri;
  5. Pertamina dan badan usaha selain Pertamina yang bergerak di bidang bahan bakar minyak jenis premix dan gas, atas penjualan hasil produksinya;
  6. BI, BPPN, BULOG, PT Telkom, PT PLN, PT Garuda Indonesia, PT. Indosat, PT Krakatau Steel, Pertamina, dan bank-bank BUMN yang melakukan pembelian barang yang dananya bersumber baik dari APBN maupun non-APBN;
  7. Industri dan eksportir yang bergerak dalam sector kehutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan yang ditunjuk oleh Direktur Jendral Pajak atas pembelian bahan untuk keperluan industri atau ekspor mereka dari pedagang pengumpul.
C.     Kegiatan yang dikenakan PPH pasal 22
Pajak penghasilan pasal 22 ini dibedakan berdasarkan jenis kegiatan yang dilakukan. Kegiatan-kegiatan yang dikenakan pajak penghasilan pasal 22 tersebut adalah:
  1. Kegiatan impor barang
  2. Pembayaran atas pembelian barang yang dilakukan oleh Direktorat Jendral Anggaran, Bendaharawan Pemerintah baik ditingkat pusat atau daerah
  3. Pembayaran atas pembelian barang yang dilakukan oleh BUMN dan BUMD, yang dananya bersumber dari APBN dan atau APBD
  4. Pembayaran atas pembelian barang yang dilakukan oleh BI, BPPN, BULOG, PT Telkom, PT PLN, PT Garuda Indonesia, PT. Indosat, PT Krakatau Steel, Pertamina, dan bank-bank BUMN yang melakukan pembelian barang yang dananya bersumber baik dari APBN maupun non-APBN;
  5. Penjualan hasil produksi di dalam negeri yang di lakukan oleh badan usaha yang bergerak di bidang industri semen, industri rokok, industri kertas, industri baja dan industri otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak;
  6. Penjualan hasil produksi oleh pertamina dan badan usaha selain Pertamina yang bergerak di bidang bahan bakar minyak jenis premix, super TT dan gas;
  7. Pembelian bahan-bahan untuk keperluan Industri atau ekspor yang bergerak dalam sector kehutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan.
D.     Tarif pajak
1.      Tarif PPh pasal 22 atas Impor
a.       menggunakan Angka Pengenal Importir (API) sebesar 2,5% dari nilai impor;
b.      tanpa menggunakan Angka Pengenal Importir (API) sebesar 7,5% dari nilai impor;
c.       yang tidak dikuasai, sebesar 7,5% dari harga jual lelang;
d.      impor kedelai, gandum, dan tepung terigu oleh importir yang menggunakan API (tidak memiliki API, tidak dapat impor) sebesar 0,5% dari nilai impor.
2.      Tarif PPh pasal 22 atas Pembelian yang dilakukan oleh BUMN/BUMD yang menggunakan APBN/APBD dan non APBN/APBD
Tarifnya sebesar 1,5% dari harga pembelian sebelum PPN/ PPnBM
3.       Tarif PPh pasal 22 atas Penjualan hasil produksi
a.       Industri semen, sebesar 0,25% dari dasar pengenaan pajak (DPP) PPN
b.      Industri kertas, sebesar 0,1% dari DPP PPN
c.       Industri baja, sebesar 0,3% dari DPP PPN
d.      Industri otomotif, sebesar 0,45% dari DPP PPN
4.      Tarif PPh pasal 22 atas Penjualan PERTAMINA

SPBU Swastanisasi
SPBU Pertamina
Premium
0,3% dari penjualan
0,25% dari penjualan
Solar
0,3% dari penjualan
0,25% dari penjualan
Premix/super TT
0,3% dari penjualan
0,25% dari penjualan
Minyak tanah

0,3% dari penjualan
Gas LPG

0,3% dari penjualan
Pelumas

0,3% dari penjualan

5.      Tarif PPh pasal 22 atas Industri dan Eksportir yang bergerak disektor Perhutanan, Perkebunan, Pertanian, dan Perikanan
Tarifnya sebesar 0,5% dari harga pembelian tidak termasuk PPN.
6.      Tarif PPh pasal 22 atas Penjualan barang yang tergolong sangat mewah
Tarifnya sebesar 5% dari penjualan.

E.     Pengecualian Pemungutan Pajak
Dikecualikan dari pemungutan PPh pasal 22 menurut KMK No. 236/KMK.03/2003 adalah sebagai berikut:
  1. Impor barang dan atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan tidak terutang PPh, dinyatakan dengan Surat Keterangan Bebas (SKB)
  2. Impor barang yang dibebaskan dari Bea Masuk dan atau Pajak Pertambahan Nilai; dilaksanakan oleh Ditjen BC, antara lain:
a. Barang perwakilan negara asing atau beserta para pejabatnya yang bertugas di Indonesia berdasarkan timbal balik
b. Barang kiriman hadiah untuk keperluan ibadah umum, amal, sosial, atau kebudayaan
c. Barang untuk keprluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan
d. Peti atau kemasan yang berisi jenazah atau abu jenazah
e. Barang untuk keperluan museum, kebun binatang, dan tempat lain semcam itu yang terbuka untuk umum.
f. Barang yang di impor oleh pemrintah pusat atau pemerintah daerah yang ditunjukan untuk kepentingan umum. Dan lain sebagainya.
  1. Impor sementara jika waktu impornya nyata-nyata dimaksudkan untuk diekspor kembali
  2. Pembayaran atas pembelian barang oleh pemerintah yang jumlahnya paling banyak Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah) dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah
  3. Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air minum/PDAM, benda-benda pos.
  4. Emas batangan yang akan di proses untuk menghasilkan barang perhiasan dari emas untuk tujuan ekspor, dinyatakan dengan SKB
  5. Pembayaran/pencairan dana Jaring Pengaman Sosial oleh Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara
  6. Impor kembali (re-impor) yang memenuhi syarat yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
  7. Pembayaran untuk pembelian gabah dan atau beras oleh Bulog
F.      Saat Terutang dan Pelunasan/Pemungutan PPh Pasal 22
         1.         Atas impor barang terutang dan dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk. Dalam hal pembayaran Bea Masuk ditunda atau dibebaskan, maka PPh Pasal 22 terutang dan dilunasi pada saat penyelesaian dokumen Pemberitahuan Impor Barang (PIB);
         2.         Atas pembelian barang (angka II butir 2,3, dan 4) terutang dan dipungut pada saat pembayaran;
         3.         Atas penjualan hasil produksi (angka II butir 5) terutang dan dipungut pada saat penjualan;
         4.         Atas penjualan hasil produksi (angka II butir 6) dipungut pada saat penerbitan Surat Perintah Pengeluaran Barang (Delivery Order);
         5.         Atas pembelian bahan-bahan (angka II butir 7) terutang dan dipungut pada saat pembelian.

G.    Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan PPh Pasal 22
         1.         PPh Pasal 22 atas impor barang (angka II butir 1) disetor oleh importer dengan menggunakan formulir Surat Setoran Pajak, Cukai dan Pabean (SSPCP). PPh Pasal 22 atas impor barang yang dipungut oleh DJBC harus disetor ke Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro dalam jangka waktu 1(satu) hari setelah pemungutan pajak dan dilaporkan ke KPP secara mingguan paling lambat 7 (tujuh) hari setelah batas waktu penyetoran pajak berakhir.
         2.         PPh Pasal 22 atas pembelian barang (angka II butir 2 dan 3) disetor oleh pemungut atas nama dan NPWP Wajib Pajak ke Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro secara kolektif pada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran atas penyerahan barang. Pemungut menerbitkan bukti pungutan rangkap tiga, yaitu:
a.    lembar pertama untuk pembeli;
b.   lembar kedua sebagai lampiran laporan bulanan ke Kantor Pelayanan Pajak;
c.    lembar ketiga untuk arsip Pemungut Pajak yang bersangkutan, dan dilaporkan ke KPP paling lambat 14 (empat belas ) hari setelah masa pajak berakhir.
         3.         PPh Pasal 22 atas pembelian barang (angka II butir 4) disetor oleh pemungut atas nama Wajib Pajak ke Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan takwim berikutnya dengan menggunakan formulir SSP dan menyampaikan SPT Masa ke KPP paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah masa pajak berakhir.
         4.         PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi (angka II butir 5 dan 7) disetor oleh pemungut atas nama wajib pajak ke Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan takwim berikutnya dengan menggunakan formulir SSP. Pemungut menyampaikan SPT Masa ke KPP paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah masa pajak berakhir.
         5.         PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi (angka II butir 6) disetor sendiri oleh Wajib Pajak ke Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro sebelum Surat Perintah Pengeluaran Barang (delivery order) ditebus dengan menggunakan SSP. Pemungut wajib menerbitkan bukti pemungutan PPh Ps. 22 rangkap 3 yaitu:
a.       lembar pertama untuk pembeli;
b.      lembar kedua sebagai lampiran laporan bulanan kepada Kantor Pelayanan Pajak;
c.       lembar ketiga untuk arsip Pemungut Pajak yang bersangkutan.
Pelaporan dilakukan dengan cara menyampaikan SPT Masa ke KPP setempat paling
lambat 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir.

H.    Cara Menghitung PPh PASAL 22
      1.         Besarnya PPh pasal 22 atas impor
a.       Yang menggunakan Angka Pengenal Importir (API) tarif pemungutannya sebesar 2,5% dari nilai impor
PPh Pasal 22 = 2,5 % x Nilai Impor
b.      Yang tidak menggunakan Angka Pengenal Importir (API), tarif pemungutannya sebesar 7,5% dari nilai impor
PPh Pasal 22 = 7,5 % x Nilai Impor
c.       Yang tidak dikuasai, tarif pemungutannya sebesar 7,5% dari harga jual  lelang
PPh Pasal 22 = 7,5 % x Harga Jual Lelang
      2.        Atas Pembelian Barang yang dibiayai dengan APBN / APBD
Atas pembelian barang yang dananya dari belanja negara atau belanja daerah dikenakan pemungutan PPh Pasal 22 sebesar 1,5% dari harga pembelian
PPh Pasal 22 = 1,5 % x Harga Pembelian
      3.         Atas Penjualan hasil produksi industri Otomotif di dalam negeri
Besarnya PPh Pasal 22 atas penjualan semua jenis kendaraan bermotor beroda dua atau lebih di dalam negeri adalah 0,45% dari dasar pengenaan pajak (DPP) Pajak Pertambahan Nilai
PPh Pasal 22 = 0,45 % x DPP PPN
      4.         Atas penjualan hasil produksi rokok di dalam negeri
Besarnya PPh Pasal 22 yang wajib dipungut oleh industri rokok pada saat penjualan rokok di dalam negeri adalah 0,15% dari harga bandrol (pita cukai) dan bersifat final
PPh Pasal 22 = 0,15 % x Harga Bandrol
      5.         Atas penjualan hasil produksi industri kertas di dalam negeri
Besarnya PPh Pasal 22 yang wajib dipungut oleh industri kertas pada saat penjualan kertas di dalam negeri adalah 0,1% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP) Pajak Pertambahan Nilai
PPh Pasal 22 = 0,1 % x DPP PPN
      6.         Atas penjualan hasil produksi industri semen di dalam negeri
Besarnya PPh Pasal 22 yang wajib dipungut oleh industri semen pada saat penjualan semen di dalam negeri adalah 0,25% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP) Pajak Pertambahan Nilai
PPh Pasal 22 = 0,25 % x DPP PPN
Catatan ;
Yang dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22 adalah penjualan semen dalam negeri oleh PT Indocement, PT Semen Cibinong dan PT Semen Nusantara kepada distributor utama / tunggalnya.
      7.         Atas penjualan hasil produksi industri baja di dalam negeri
Besarnya PPh Pasal 22 yang wajib dipungut oleh industri baja pada saat penjualan hasil produksinya di dalam negeri adalah 0,3% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP) Pajak Pertambahan Nilai
PPh Pasal 22 = 0,3 % x DPP PPN
      8.         Atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor oleh industri yang bergerak dalam sektor perhutanan, perkebunan, pertanian dan perikanan dari pedagang pengumpul
Besarnya PPh Pasal 22 yang wajib dipungut oleh industri atau eksportir yang bergerak dalam sektor perhutanan, perkebunan, pertanian dan perikanan yang telah terdaftar sebagai Wajib Pajak adalah 0,5% dari harga pembelian
PPh Pasal 22 = 0,5 % x Harga Pembelian
      9.         Yang dipungut oleh Pertamina dan Badan Usaha selain Pertamina
Besarnya PPh Pasal 22 yang wajib dipungut oleh Pertamina dan badan usaha lainnya yang bergerak dalam bidang bahan bakar minyak jenis premix, super TT dan gas atas penjualan hasil produksinya adalah;
1.      Atas penebusan premium, solar, premix / super TT oleh SPBU swastanisasi adalah 0,3% dari penjualan
PPh Pasal 22 = 0,3 % x Penjualan
2.    Atas penebusan premium, solar, premix / super TT oleh SPBU pertamina  adalah 0,25% dari penjualan
PPh Pasal 22 = 0,25 % x Penjualan
3.    Atas penjualan minyak tanah, gas LPG dan pelumas adalah 0,3% dari
             penjualan
   PPh Pasal 22 = 0,3 % x Penjualan
Catatan :
Pemungutan PPh Pasal 22 ini bersifat final atas penyerahan / penjualan hasil produksi kepada penyalur / agenya. Sedangkan penjualan kepada pembeli lainnya (misalnya pabrikan) pemungutannya tidak bersifat final, sehingga PPh Pasal 22 nya dapat diperhitungkan sebagai kredit pajak.

I.       Contoh Perhitungan
1.   PT. FM adalah produsem makanan ringan yang memiliki API, pada bulan maret 2009 PT. FM melakukan impor barang dari Amerika dengan nilai faktur sebesar US$ 150.000,-. Biaya asuransi yang dibayar adalah US$ 1.500,- dan ongkos angkut adalah US$ 6.000,-. Tarif BEA masuk adalah 25%. Pungutan lainnya sesuai dengan ketentuan PABEAN adalah Rp. 15.000.000,-. Kurs pajak pada saat melakukan clearance ke pelabuahan adalah 1US$ = Rp.9.000,-. Hitung PPh Pasal 22 yang harus dibayar!
Penyelesaian:
Menentukan Nilai Impor:
Nilai Faktur                                                             US$ 150.000,-
Biaya Asuransi Dalam / Luar Negeri                      US$    1.500,-
Biaya Ongkos Angkut                                             US$    6.000,-
Jumlah CIF (Cost Insurance and Freight)             US$ 157.500,-

Besarnya nilai CIF dalam Rupiah adalah:
US$ 157.500,- x Rp. 9.000,-                         Rp.1.417.500.000,-Ditambah:
Bea masuk: 25% x Rp. 1.417.500.000,-     Rp.    354.375.000,-
Pungutan lainnya                                          RP.     15.000.000,-
Nilai Impor                                                       Rp. 1.786.875.000,-

PPh Pasal 22 atas Impor dari Amerika adalah:
2,50% x Rp. 1.786.875.000,- =                     Rp.      44.671.875,-

2.   PT. Zemen Pekalongan adalah perusahaan semen nasional. Pada tanggal 15 April 2008 menjual 1000 sak semen kepada CV Karya Manjur, perusahaan kontraktor property, secara tunai. Harga jual semen adalah Rp30.000 per sak. Jadi, pada saat penjualan semen tersebut PT Zemen Pekalongan sudah terutang dan harus memungut PPh Pasal 22 dari CV Karya Manjur.
     Penyelesaiannya :
PPh Pasal 22 =        0.25%  x 1000 x Rp30.000 = Rp     75.000
Sifat pemungutan PPh 22 ini tidak final dan dapat menjadi kredit pajak bagi C
Karya Manjur.

3.   Dalam rangka memajukan pendidikan, pada tanggal 19 April 2009 Pemda Maluku Utara membeli 20 unit laptop secara kredit dari rekanan pemerintah Toko Tekno Com yang akan didistribusikan ke sekolah-sekolah di daerah terpencil. Harga laptop tersebut adalah Rp11.000.000 per unit sudah termasuk PPN. Pemda Maluku Utara baru membayar pembelian laptop tersebut tanggal 18 Mei 2008. Jadi, pada saat pembayaran laptop tersebut Pemda Maluku Utara terutang dan harus memungut PPh Pasal 22 kepada pemungut dari Toko Tekno Com.
Penyelesaiannya :
DPP PPN =    x 11.000.000 x 20        = Rp 200.000.000
PPh Pasal 22 = 1,5% x Rp200.000.000  = Rp     3.000.000

4.   PT Penyalur Minyak Indonesia (PMI) membeli premium dari Pertamina. Dalam hal ini, PMI sebagai penyalur BBM (SPBU Swastanisasi) memiliki delivery order (DO) dari Pertamina dengan kuantitas sebanyak 10.000 liter @ Rp 1.600,-. Berapa PPh pasal 22 yang harus dilunasi oleh PT.PMI?
Penyelesaiannya :
PPh pasal 22 = 0,3% x 10.000 x 1.600 = Rp 48.000,-

5.   PT. Pelesir Jaya melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah kepada PT. JEN yaitu penjualan rumah dengan harga Rp12.000.000.000,- dan luas tanahnya 600 m2. Hitunglah PPh pasal 22 yang dipungut oleh PT. Pelesir Jaya?
Penyelesaiannya :
PPh pasal 22 =  5% x 12.000.000.000 = Rp 600.000.000,-

Table tarif PPh pasal 22 Per 1 Januari 2009 :
No
Jenis Kegiatan
Tariff bagi WP ber-NPWP (*)
Sifat
1
Impor Barang :



- Importir – API
2,5% dari nilai Impor
Tidak Final

- Importir – non API
7,5% dari nilai Impor

- Yang tidak dikuasai (Barang Impor yang dilelang DJBC
7,5% dari harga jual lelang



2
Pembayaran atas pembelian barang oleh pemungut PPh 22
1,5% dari harga pembelian
Tidak Final
3
Penjualan barang produksi :



- Industri Semen
0,25% dari DPP PPN
Tidak Final

- Industri Kertas
0,10% dari DPP PPN

- Industri Baja
0,30% dari DPP PPN

- Industri Otomotif
0,45% dari DPP PPN
4
Penjualan barang produksi oleh produsen/importir BBM, Gas dan pelumas atas penjualan BBM, Gas dan Pelumas
SPBU
Swasta
SPBU Pertamina


Premium
0,3%
0,25%
Penyerahan kepada Agen bersifat final

- Solar
0,3%
0,25%

- Permix/Super TT
0,3%
0,25%

- Minyak Tanah
-
0,3%

- Gas LPG
-
0,3%

- Pelumas
-
0,3%
5
Pembelian bahan untuk keperluan industri atau ekspor dari pedagang pengumpul
0,5% dari harga beli sebelum PPN
Mulai Maret 2009 : 0,25% dari harga beli sebelum PPN
Tidak Final
6
Penjualan barang yang tergolong sangat mewah **)
5% dari harga jual tidak termasuk PPN
Tidak Final
(*) bagi WP yang tidak ber-NPWP akan dipungut PPh dengan tariff 2x lipat (lebih tinggi 100%)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Danau Tanralili ( Surga Di Kaki Gunung Bawakaraeng)

Sumb er: Dokum entasi Pribadi M e nd e ngar kata Gunung Bawakara e ng s e kilas akan t e rlintas angan t e ntang k e tinggian dan huta...