Gambaran Umun Audit Siklus Pendapatan
Siklus pendapatan adalah aktivitas yang terkait
dengan pertukaran barang dan jasa dengan pelanggan dan pengumpulan kas dari
pendapatan. Adapun, tujuan atas dilakukannya audit siklus pendapatan adalah
untuk memperoleh bukti kompeten yang cukup tentang tiap asersi manajemen yang
signifikan dalam laporan keuangan. Pada siklus pendapatan risiko pengendalian
yang muncul umumnya karena tekanan pada manajemen untuk menampilkan performa
pendapatan yang lebih baik dari entitas lain, keinginan melebihsajikan atau
merendahsajikan kas, piutang, atau piutang tak tertagih untuk kepentingan
likuiditasnya. Selain itu, kesalahan karena tingginya transaksi dalam siklus
pendapatan, standar akuntansi dan klasifikasi akun-akun dalam siklus pendapatan
yang tidak tepat memungkinkan munculnya risiko pengendalian. Dokumen-dokumen
yang sering digunakan dalam memproses transaksi penjualan, khususnya yang
kredit antara lain order pelanggan, arder penjualan, dokumen pengiriman, faktur
penjualan, daftar harga yang diotorisasi, buku besar pembantu piutang, berkas
transaksi penjualan, jurnal penjualan dan laporan penjualan bulanan.
Fungsi-fungsi yang terlibat dalam transaksi penjualan kredit adalah bagian
penerimaan order pelanggan, persetujuan kredit, pemenuhan order penjualan,
pengiriman order penjualan, penagihan pelanggan, dan pencatatan transaksi
penjualan.
Kelompok
transaksi siklus pendapatan:
Untuk
perusahaan dagang, kelompok transaksi yang termasuk dalam siklus pendapatan
adalah
1.
Penjualan
kredit
2. Penerimaan kas
3.
Penyesuaian
penjualan ( potongan penjualan, retur penjualan, cadangan retur penjualan, dan
piutang tak tertagih.
Akun atau
rekening yang terpengaruh pada siklus pendapatan
1.
Penjualan
2. Piutang dagang
3. Harga Pokok Penjualan
4. Kas
5. Persediaan barang dagangan
6. Potongan penjualan
7. Retur penjualan
8. Kerugian atau biaya piutang tak tertagih
9.
Cadangan
kerugian piutang .
Resiko Bawaan
Pada Audit siklus Pendapatan
Faktor
yang menyebabkan tingginya risiko bawaan siklus pendapatan ini, adalah:
1.
Volume
transaksi yang tinggi.
2. Penentuan waktu pengakuan pendapatan berkaitan
dengan standar akuntansi yang ambigu, dilakukan estimasi, dan kompleksitas
perhitungan.
3. Piutang dagang mungkin salah diklasifikasikan
dalam piutang lancar dan piutang tidak lancar karena ada kesulitan dalam
perkiraan waktu pelunasan.
4. Sifat kas (paling likuid dan sangat diminati).
5.
Adanya
potensi terjadi manipulasi dalam transaksi penyesuaian penjualan untuk menutupi
korupsi.
Strategi Audit
Pada Siklus Pendapatan
Strategi audit
yang sring dipakai adalah pendekatan tingkat risiko pengendalian yang
ditetapkan lebih rendah (Low Assesed Level of Control Risk), dimana auditor
lebih banyak mengandalkan pengujian pengendalian. Yang mendasarinya adalah
apabila auditor yakin bahwa struktur pengendalian intern klien sangat baik dan
dapat mencegah dan mendeteksi salah saji, maka auditor perlu menguji kelayakan
keyakinannya tersebut. Auditor akan menguji apakah struktur pengendalian intern
tersebut memang layak diyakini efektivitasnya. Maka auaditor akan melaksanakan
pengujian pengendalian.
Untuk asersi
hak dan kewajiban, pelaopran dan pengungkapan, auditor menggubakan primarily
substantive approach, dimana auditor lebih banyak melakukan pengujian
substantif, karena pada umumnya pengujian pengendalian tidak dapat diterapkan
untuk asersi-asersi ini. Faktor lain dalam menentukan strategi audit adalah
pertimbangan cost benefit. Auditor perlu membandingkan biaya melakukan
pengujian pengendalian intern, dan penghematan yang diperoleh dengan
berkurangnya pengujian substantif bila telah melakukan pegujian pengendalian.
Penetapan
risiko pengendalian
Terdapat 5
tahap penetapan risiko pengendalian :
1.
Mengidentifikasi
salah saji potensial yang dapat terjadi.
2.
Mengidentifikasi
pengendalian yang dapat diterapkan untuk mencegah dan mendeteksi salah saji.
3.
Menghimpun
bukti melalui pengujian pengendalian mengenai apakah rancangan dan operasi pengendalian
adalah efektif.
4.
Mengevaluasi
bukti yang dihimpun.
5.
Melakukan
penetapan atau penilaian risiko pengendalian
Salah saji
potensial pada siklus pendapatan
Berikut
merupakan Salah Saji Potensial serta Pengujian pengendalian
Yang Mungkin dapat untuk dilakukan: (Note: Tanda “/” cara pengujian dan solusi pengendaliannya)
Yang Mungkin dapat untuk dilakukan: (Note: Tanda “/” cara pengujian dan solusi pengendaliannya)
1.
Penjualan
dilakukan atas pelanggan yang tidak terotorisasi / Penentuan data pelanggan ada
di daftar pelanggan yang disetujui dan Mengamati pelaksanaan fungsi ini
2.
Penjualan
dilakukan tanpa persetujuan kredit / Pengecekan limit kredit pelanggan untuk
setiap penjualan dan Pengecekan terhadap pelanggan baru / Memeriksa bukti
pengecekan limit kredit
3.
Barang
dikeluarkan dari gudang tanpa order terotorisasi / Adanya order penjualan yang
disetujui untuk setiap pengeluaran barang. / Pemisahan wewewnang antara fungsi
pemenuhan order dan pengiriman barang serta mengamati karyawan gudang dalam
melaksanakan pemenuhan order
4.
Barang
dikirim tidak sesuai dengan yang dipesan / Pengecekan independen oleh petugas
pengirim atas kesesuaian barang dari gudang dengan order penjualan dan Memeriksa
bukti pelaksanaan pengecekan independen Penagihan dilakukan atas transaksi
fikrif atau adanya duplikasi penagihan serta mencocokan dokumen pengiriman
dengan order pnjualan untuk setiap faktur hingga Mengusut faktur ke dokumen
pengiriman dan order penjualan
5.
Faktur
tidak di jurnal/diposting ke rekening pelanggan / Terjadi
trensaksi penjualan fiktif. Adanya pengecekan independen kesesuaian jurnal
pendapatan dan jumlah diposting ke rekening pelanggan dengan total seluruh
faktur / Menelaah bukti adanya pengecekan independen
Sasaran audit
siklus pendapatan
1.
Keberadaan
atau Keterjadian (yang di catatan dan di laporan bukan sesuatu yang fiktif)
Pada
audit siklus pendapatan, tujuan keberadaan atau keterjadian menekankan pada
apakah seluruh saldo penjualan, piutang dagang, dan kas benar-benar eksis atau
ada pada tanggal neraca. Disamping itu, asersi juga menekankan pada apakah
seluruh transaksi yang tercatat benar-benar terjadi dan bukan rekaan manajemen
semata. Berikut merupakan rincian tujuan audit aseri keberadaan atau
keterjadian:
a.
Transaksi penjualan yang tercatat
menggambarkan barang yang dikirimkan kepada pelanggan selama periode di bawah
audit.
b.
Transaksi penerimaan kas yang
tercatat menggambarkan kas yang diterima selama periode, baik yang berasal dari
penjualan tunai maupun penjualan kredit.
c.
Transaksi penyesuaian penjualan yang
tercatat selama suatu periode menggambarkan rekening potongan penjualan yang
terotorisasi, retur penjualan, dan piutang tak tertagih.
d.
Saldo piutang dagang yang tercatat
menggambarkan jumlah yang harus dibayar pelanggan pada tanggal neraca.
2.
Kelengkapan
(yang ada/terjadi dicatat dan dilaporkan semua)
Asersi ini menekankan pada seluruh transaksi
dan saldo yang semestinya tercantum dalam laporan keuangan, sudah benar-benar
dicatat dan disajikan. Berikut rincian tujuan audit asersi kelengkapan:
a.
Semua
transaksi penjualan kredit, penerimaan kas dari penagihan piutang dan penjualan
tunai, serta penyesuaian penjualan yang terjadi selama suatu periode sudah
tercatat.
b.
Piutang
dagang meliputi seluruh klaim perusahaan terhadap pelanggan pada tanggal
neraca.
3.
Kepemilikan
dan Kewajiban (kekayaan dan hutang yang ada dan yang tercatat merupakan milik
atau kewajiban entitas). Berkaitan dengan asersi ini, auditor berusaha
memastikan apakah perusahaan mempunyai hak kepemilikan yang sah atas saldo kas dan
piutang dagang. Piutang dagang menggambarkan klaim legal perusahaan terhadap
pelanggan untuk pembayaran
4.
Penilaian
dan Pengalokasian (metode penilaian dan alokasi sesuai dengan PABU). Berkaitan
dengan asersi penilaian, auditor akan berusaha memperoleh bukti mengenai apakah
saldo penjualan, piutang dagang dan kas telah disajikan dalam laporan keuangan
pada jumlah yang tepat. Auditor akan berusaha memastikan apakah saldo tersebut
diperoleh melalui penilaian sesuai dengan prinsip akuntansi yang berterima
umum. Berikut rincian tujuan audit asersi penilaian atau pengalokasian:
a.
Semua
transaksi penjualan kredit, peneriamaan kas, dan penyesuaian penjualan telah
dijurnal secara tepat.
b.
Saldo
piutang dagang menggambarkan klaim bruto terhadap pelanggan dan sesuai dengan
saldo dalam buku pembantu piutang dagang. Klaim bruto berarti potongan
penjualan baru akan dilakukan apabila pelunasan piutang dilakukan dalam periode
potongan.
c.
Cadangan
piutang tak tertagih menggambarkan estimasi yang wajar tentang perrbedaan antar
piutang dagang bruto dan nilai bersih yang dapat terealisasikan.
5.
Penyajian
dan Pengungkapan (klasifikasi dan pengungkapan sesuai dengan PABU). Selain
memperoleh ukti mengenai keempat asersi di atas, auditor perlu menghimpun bukti
apakah transaksi dan saldo yang tercatat telah tepat dilasifikasikan,
dijelaskan, diungkapkan dalam neraca. Berkat rincian tujuan audit asersi
pelaporan dan pengungkapan:
a.
Piutang
dagang telah diidentifikasi dan dikelompokkan secara tepat dalam neraca
b.
Piutang
dagang dikelompokkan seagai asset lancer perusahaan dalam neraca
c.
Pengungkapan
yang tepat dan memadai telah dilakukan sehubungan dengan piutang dagang yang
sudah dialihkan ke pihak lain atau dijaminkan
d.
Penjualan,
potongan penjualan, retur penjualan, dan rugi piutang tak tertagiih telah
diidentifikasikan dan dikelompokkan secara tepat dalam laporan laba rugi
Pengujian saldo
piutang
Standar
akuntansi keuangan menggolongkan piutang menurut sumber terjadinya dalam dua
kategori yaitu piutang usaha dan piutang lain-lain. Piutang dinyatakan sebesar
jumlah tagihan dikurangi dengan taksiran jumlah yang tidak dapat ditagih.
Jumlah kotor piutang harus tetap disajikan pada neraca diikuti dengan
penyisihan untuk piutang tidak dapat ditagih. Perancangan pengujian substantive
atas piutang usaha ini, pertama-tama auditor harus menentukan tingkat risiko
deteksi (detection risk) yang dapat diterima untuk tiap asersi signifikan yang
berhubungan. Penentuan risiko pengendalian untuk asersi piutang usaha
tergantung pada penentuan risiko pengendalian yang terkait untuk kelas-kelas
transaksi (penjualan kredit, penerimaan kas, dan penyesuaian kas) yang
mempengaruhi saldo piutang usaha. Beberapa tujuan pemeriksaan (audit
objectives) dari piutang dapat dikemukakan sebagai berikut.
1.
Memeriksa
penerimaan piutang;
2.
Memeriksa
validitas (validity) dan otentitas (authenticity) dari piutang;
3.
Memeriksa
kolektibilitas (collectibility) piutang dan cukup tidaknya perkiraan allowance
for bed debts (penyisihan piutang tak tertagih);
4.
Mengetahui
apakah ada kewajiban bersyarat (contingent liability) yang timbul karena
mengetahui apakah terdapat pengendalian intern yang baik atas piutang dan
transaksi penjualan, piutang pendiskontoan wesel tagih;
5.
Memeriksa
apakah penyajian piutang di neraca sesuai dengan prinsip akuntansi yang
berterima umum (SAK).
SAS 67, The
Confirmation Provess (AU 330) / Konfirmasi
Pitang
SAS 67, The
Confirmation Provess (AU 330) mensayaratkan bahwa auditor harus melakukan
prosedur konfirmasi dalam proses pengauditan,kecuali:
1.
Piutang
dagang berjumlah tidak material untuk laporan keuangan secara keseluruhan
2. Penggunaan konfirmasi
dinilai tidak efektif
3.
Perencanaan
auditor berkaitan dengan rirsiko bawaan dan risiko pengendalian
rendah dan bukti yang diharapkan
dengan prosedur analitis atau pengujian substantif detail cukup untuk mencapai
risiko audit yang diterima
.
Bentuk
konfirmasi :
a.
Konfirmasi
positif, dimana debitur cukup menyebutkan apakah saldo piutang dagang atas
pelanggan tersebut benar atau salah.
b.
Konfirmasi
negatif, dimana debitur cukup menjawab atau mengembalikan surat konfirmasi apabila
saldonya salah.
Prosedur
konfirmasi menyediakan bukti untuk memenuhi 3 sersi :
1.
Keberadaan
: catatan piutang ada dalam neraca
2. Hak : piutang yang tercatat dalam neraca
merupakan hak dari perusahaan dan tidak dijual (didiskontokan).
3.
Penilaian
: Piutang dagang dilaporkan secara tepat jumlahnya.
Pengujian
Sustantif Atas Piutang Usaha
1.
Prosedur
awal, yaitu memperoleh pemahaman tentang bisnis dan usaha klien dan
melaksanakan prosedur awal atas saldo dan catatan piutang usaha yang menjadi
sasaran lebih lanjut.
2. Prosedur analisis, yaitu melaksanakan prosedur
analisis dengan mengembangkan harapan tentang piutang usaha, menghitung rasio
piutang dan penjualan serta menganalisinya.
3. Pengujian rincian transaksi, yaitu memvoaching
sampel catatan transaksi penjualan dan piutang, dan melaksanakan pengujian
pisah batas.
4. Pengujian rincian saldo, yaitu
mengkonfirmasikan piutang usaha.
5. Pengujian rincian saldo: estimasi akuntansi
(penyisihan piutang)
6.
Prosedur
yang dibutuhkan penyajian dan pengungkapan yaitu mengkonfirmasikan
piutang dan membandingkan penyajian laporan dgn SAK.
Tujuan
pengujian substantive terhadap piutang usaha:
1.
Memperoleh
tentang keyakinan tentang keandalan catatan akuntansi
2. Membuktikan keberadaan piutang usaha dan
keterjadian transaksi yang terkait
3. Membuktikan kelengkapan transaksi yang dicatat
4.
Membuktikan
kewajaran penilaian piutang usaha dan kewajaran penyajian serta
pengungkapan piutang usaha di neraca.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar