A. Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 25
Pajak
penghasilan Pasal 25, selanjutnya disingkat PPh Pasal 25 merupakan angsuran PPh
yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk setiap bulan dalam tahun
pajak berjalan sebagaimana dimaksud dalam pasal 25 UU No.7 Tahun 1983
sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak
Penghasilan. Pembayaran angsuran setiap bulan itu sendiri dimaksudkan untuk
meringakan beban Wajib Pajak dalam membayar pajak terutang.
Angsuran
PPh Pasal 25 tersebut dapat dijadikan kredit pajak terhadap pajak yang terutang atas seluruh
penghasilan Wajib Pajak pada akhir tahun pajak yang dilaporkan dalam Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan (SPT Tahunan PPh).
B. Menghitung Angsuran Bulanan
Besarnya angsuran pajak dlam tahun
pajak yang harus dibayar sendiri oleh Wajib pajak untuk setiap bulan (PPh Pasal
21 ayat (1)) adalah sebesar Pajak Penghasilan yang terutang menurut Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu dikurangi dengan
:
a)
Pajak
penghasilan yang dipotong sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 dan pasal 23
b)
Pajak
penghasilan yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam pasal 22.
c)
Pajak
penghasilan yang dibayar atau terutang diluar negeri yang boleh dikreditkan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 24, dibagi 12 atau banyaknya bulan dalam
bagian tahun pajak.
Contoh 1:
Penghitungan Angsuran PPh Pasal 25 ayat (1) bagi Wajib Pajak Orang Pribadi :
Pajak penghasilan yang terutang
untuk Tuan Hakim berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan
tahun 2012 sebesar Rp50.000.000. pajak yang tela dipotong atau dipungut oleh
pihak ketiga serta yang terutang atau dibyyar di uar negeri dalam tahun 2012
adala sebagai berikut:
·
Pemotongan
PPh Pasal melalui pemberi kerja sebesar Rp15.000.000.
·
Pemungutan
PPh Pasal 22 oleh pihak lain sebesar Rp10.000.000.
·
Pemotongan
PPh Pasal 23 oleh penyelenggara kegiatan sebesar Rp2.500.000
·
Pembayaran
pajak diluar negeri sebesar Rp7.500.000 seluruhnya dapat dikreditkan (sebagai
PPh Pasal 24).
Angsuran bualan PPh Pasal 25 ayat
(1) untuk tahun 2013 adalah :
PPh
terutang berdasar SPT Tahunan PPh tahun 2013 Rp50.000.000
Kredit
Pajak:
PPh
Pasal 21 Rp15.000.000
PPh
Pasal 22 Rp10.000.000
PPh
Pasal 23 Rp 2.500.000
PPh
Pasal 24 Rp 7.500.000
Total kredit pajak Rp35.000.000
(-)
Dasar Penghitungan angsuran Rp15.000.000
Besarnya angsuran pajak yang harus
dibayar sendiri oleh Wajib Pajak setiap bulan (PPh Pasal 25 ayat (1) dalam
tahun 2013 adalah:
Rp15.000.000/
12 Rp1.250.000
Contoh 2 : Penghitungan angsuran PPh
Pasal 25 ayat (1) bagi Wajib Pajak Badan :
Pajak penghasilan yang terutang
untuk PT Perdana berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan
tahun 2012 sebesar Rp125.000.000. pajak yang telah dipotong atau dipungut oleh
pihak ketiga serta yang terutang atau dibayar diluar negeri dalam tahun 2012
adalah sebagai berikut :
·
Pajak
Penghasilan yang dipungut oleh pihak lai (PPh Pasal 22) sebesar Rp30.000.000.
·
Pajak
Penghasilan yang dipotong oleh pihak lain (PPh Pasal 23) sebesar Rp15.000.000.
·
Pajak
Penghasilan yang dibayar diluar negeri sebesar Rp42.500.000, tetapi berdasar
ketentuan yang dapat dikreditkan (PPh Pasal 24) sebesar Rp40.000.000
Pajak
penghasilan yang telahh dipotong attau dipungut oleh pihak lain dan yang
dibayarkan atau terutang diluar negeri tersebut untuk bagian tahun pajak yang
meliputi masa 8 bulan dalam tahun 2012.
Angsuran
PPh Pasal 25 untuk tahun 2013 adalah:
PP
terutang berdasar SPT Tahun 2012 Rp125.000.000
Kredit
Pajak:
PPh
Pasal 22 Rp30.000.000
PPh
Pasal 23 Rp15.000.000
PPh
Pasal 24 Rp40.000.000
Total
kredit pajak Rp 85.000.000 (-)
Dasar
penghitungan angsuran Rp 40.000.000
Besarnya
angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak setiap bulan (PPh
Pasal 25) dalam tahun 2013 adalah:
Rp40.000.000/8 Rp5.000.000
C.
Menghitung Angsuran PPh Untuk
Bulan-Bulan Sebelum
Batas Waktu
Penyampaian SPT
Tahunan PPh.
Mengingat
batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan bagi
Wajib Pajak Orang Pribadi adalah akhir bulan ketiga tahun pajak berikutnya dan
bagi Wajib Pajak Badan adalah akhir bulan keempat tahun pajak berikutnya,
besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk
bulan-bulan sebelum Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan disampaikan
belum dapat dihitung.
Besarnya
angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk bulan-bulan
sebelum Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan disampaikan sebelum batas
waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sama dengan
besarnya angsuran pajak untuk bulan terakhir tahun pajak yang lalu.
Contoh 3 : Apabila surat pemberitahuan Pajak
Penghasilan pada pada contoh 2 disampaikan oleh Wajib Pajak Badan (Perdana)
pada akhir bulan April 2013 yaotu batas akhhir penyampaian SPT Tahunan PPh
Wajib Pajak Badan, besarnya angsuran pajak yang harus dibayar oleh PT Perdana
pada bulan Januari, Februari, dan Maret 2013 adalah sebesar angsuran pajak
bulan Desember 2012. Misalnya, besarnya angsuran pajak bulan Desember 2012
adalah Rp5.500.000 maka angsuran PPh untuk nulan Januari sampai dengan Maret
2013 masing-masing adalah Rp5.500.000.
D.
PPh Pasal 25 Dalam Hal-Hal Tertentu
Pada dasarnya, besarnya pembayaran angsuran pajak
oleh wajib pajak sendiri dalam tahun berjalan sedapat mungkin diupayakn
mendekati jumlah pajak yang akan terutang pada akhir tahun. Oleh karena itu
dalam hal-hal tertentu Direktorat Jenderal Pajak diberikan wewenang untuk
menyesuaikan perhitungan besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri
oleh Wajib Pajak dalam tahun berjalan. Hal-hal tertentu yang dimaksud adalah :
1.
Dalam Hal Wajib Pajak
Berhak Atas Kompensasi Kerugian.
Kompensasi kerugian adalah
kompensasi kerugian fiskal berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan, Surat
Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Keberatan, atau Putusan Banding, sesuai dengan
ketentuan Pasal 6 ayat (2) atau Pasal 31A Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983
tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan
Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000.
Besarnya
Pajak Penghasilan Pasal 25 dalam hal Wajib Pajak berhak atas kompensasi
kerugian adalah sebesar Pajak Penghasilan yang dihitung berdasarkan penghasilan
neto menurut Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang
lalu setelah dikurangi dengan kompensasi kerugian dikurangi dengan Pajak Penghasilan
yang dipotong dan atau dipungut serta Pajak Penghasilan yang dibayar atau
terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan sesuai ketentuan Pasal 21, Pasal
22, Pasal 23, dan
Pasal 24 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana
telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000, dibagi 12 (dua
belas) atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak.
2.
Dalam Hal Wajib Pajak Memperoleh Penghasilan Tidak Teratur
Penghasilan teratur adalah penghasilan yang lazimnya diterima
atau diperoleh secara berkala sekurang-kurangnya sekali dalam setiap tahun
pajak, yang bersumber dari kegiatan usaha, pekerjaan bebas, pekerjaan, harta
dan atau modal, kecuali penghasilan yang telah dikenakan Pajak Penghasilan yang
bersifat final. Tidak termasuk dalam penghasilan teratur adalah keuntungan
selisih kurs dari utang/piutang dalam mata uang asing dan keuntungan dari
pengalihan harta (capital gain) sepanjang bukan merupakan penghasilan dari
kegiatan usaha pokok, serta penghasilan lainnya yang bersifat insidentil.
Besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 dalam hal Wajib
Pajak memperoleh penghasilan tidak teratur adalah sebesar Pajak Penghasilan
yang dihitung dengan dasar penghitungan jumlah penghasilan neto
menurut Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu setelah dikurangi dengan penghasilan
tidak teratur yang dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan tersebut.
dikurangi dengan Pajak Penghasilan yang dipotong dan atau dipungut serta Pajak
Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan
sesuai ketentuan Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23, dan Pasal 24 Undang-undang Nomor
7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan
Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000, dibagi 12 (dua belas) atau banyaknya bulan
dalam bagian tahun pajak.
3.
Dalam Hal Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak Yang
Lalu Disampaikan Wajib Pajak Setelah Lewat Batas Waktu Yang Ditentukan
Dalam hal
Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu disampaikan
Wajib Pajak setelah lewat batas waktu yang ditentukan, besarnya Pajak
Penghasilan Pasal 25 untuk bulan-bulan mulai batas waktu penyampaian Surat
Pemberitahuan Tahunan sampai dengan bulan sebelum disampaikannya Surat Pemberitahuan
Tahunan tersebut adalah sama dengan besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 bulan
terakhir tahun pajak yang lalu dan bersifat sementara.
Setelah Wajib
Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan, besarnya
Pajak Penghasilan Pasal 25 dihitung kembali berdasarkan Surat Pemberitahuan
Tahunan tersebut dengan memperhatikan ketentuan di atas dan berlaku surut mulai
bulan batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan.
Apabila
besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 ternyata lebih besar dari, atas kekurangan
setoran Pajak Penghasilan Pasal 25 terutang bunga sesuai ketentuan Pasal
19 ayat (1) Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16
Tahun 2000, untuk jangka waktu yang dihitung sejak jatuh tempo penyetoran Pajak
Penghasilan Pasal 25 dari masing-masing bulan sampai dengan tanggal penyetoran.
Apabila
besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 ternyata lebih kecil, atas kelebihan
setoran Pajak Penghasilan Pasal 25 dapat dipindahbukukan ke Pajak Penghasilan
Pasal 25 bulan-bulan berikut setelah penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan.
4.
Dalam Hal Wajib Pajak Diberikan Perpanjangan Jangka
Waktu Penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan
Dalam hal Wajib Pajak diberikan perpanjangan jangka waktu
penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan, besarnya Pajak
Penghasilan Pasal 25 untuk bulan-bulan mulai batas waktu penyampaian Surat
Pemberitahuan Tahunan sampai dengan bulan sebelum disampaikannya Surat
Pemberitahuan Tahunan tersebut adalah sama dengan besarnya Pajak Penghasilan
Pasal 25 yang dihitung berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan sementara yang disampaikan
Wajib Pajak pada saat mengajukan permohonan ijin perpanjangan.
Setelah Wajib Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan
Tahunan Pajak Penghasilan, besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 dihitung kembali
berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan tersebut dan berlaku surut mulai bulan
batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan.
Apabila besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 ternyata
lebih besar, atas kekurangan setoran Pajak Penghasilan Pasal 25 terutang bunga
sesuai ketentuan Pasal 19 ayat (1) Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir
dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000, untuk jangka waktu yang dihitung
sejak jatuh tempo penyetoran Pajak Penghasilan Pasal 25 dari masing-masing
bulan sampai dengan tanggal penyetoran.
Apabila besarnya
Pajak Penghasilan Pasal 25 ternyata lebih kecil, atas kelebihan setoran pajak
Penghasilan Pasal 25 dapat dipindahbukukan ke Pajak Penghasilan Pasal 25
bulan-bulan berikut setelah penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan.
5.
Dalam Hal WP Melakukan Pembetulan SPT
Dalam hal
Wajib Pajak dalam tahun pajak berjalan membetulkan sendiri Surat Pemberitahuan
Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu, besarnya Pajak Penghasilan
Pasal 25 dihitung kembali berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan Pembetulan
tersebut dan berlaku surut mulai bulan batas waktu penyampaian Surat
Pemberitahuan Tahunan.
Apabila
besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 setelah pembetulan Surat Pemberitahuan
Tahunan ternyata lebih besar dari Pajak Penghasilan Pasal 25 sebelum dilakukan
pembetulan, atas kekurangan setoran Pajak Penghasilan Pasal 25 terutang bunga
sesuai ketentuan Pasal 19 ayat (1) Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara erpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan
Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000, untuk jangka waktu yang dihitung sejak jatuh
tempo penyetoran Pajak Penghasilan Pasal 25 dari masing-masing bulan sampai
dengan tanggal penyetoran.
Apabila besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 setelah
pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan ternyata lebih kecil dari Pajak Penghasilan
Pasal 25 sebelum dilakukan pembetulan, atas kelebihan setoran Pajak
Penghasilan Pasal 25 dapat dipindahbukukan ke Pajak Penghasilan Pasal 25
bulan-bulan berikut setelah penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pembetulan.
6.
Dalam Hal Terjadi Perubahan
Keadaan Usaha Atau Kegiatan Wajib Pajak
Perubahan
suatu usaha atau kegiatan Wajib Pajak dapat terjadi karena penurunan usaha
maupun peningkatan usaha. Penurunan atau penngkatan usaha tersebut berpengaruh
pada besarnya penghasilan dan selanjutnya memengaruhi PPh.
Apabila sesudah 3 (tiga) bulan atau lebih berjalannya
suatu tahun pajak, Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa Pajak Penghasilan yang
akan terutang untuk tahun pajak tersebut kurang dari 75% (tujuh puluh lima
persen) dari Pajak Penghasilan yang terutang yang menjadi dasar penghitungan
besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan
pengurangan besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 secara
tertulis kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar.
Pengajuan permohonan pengurangan besarnya Pajak
Penghasilan Pasal 25 harus disertai dengan penghitungan besarnya Pajak
Penghasilan yang akan terutang berdasarkan perkiraan penghasilan yang akan
diterima atau diperoleh dan besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk
bulan-bulan yang tersisa dari tahun pajak yang bersangkutan.
Apabila dalam jangka waktu satu bulan sejak tanggal
diterimanya surat permohonan Wajib Pajak, Kepala Kantor Pelayanan Pajak tidak
memberikan keputusan, permohonan Wajib Pajak tersebut dianggap diterima dan
Wajib Pajak dapat melakukan pembayaran Pajak Penghasilan Pasal 25 sesuai dengan
penghitungannya untuk bulan-bulan yang tersisa dari tahun pajak yang
bersangkutan.
Apabila dalam
tahun pajak berjalan Wajib Pajak mengalami peningkatan usaha dan diperkirakan
Pajak Penghasilan yang akan terutang untuk tahun pajak tersebut lebih dari 150%
(seratus lima puluh persen) dari Pajak Penghasilan yang terutang yang menjadi
dasar penghitungan besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25, besarnya Pajak
Penghasilan Pasal 25 untuk bulan-bulan yang tersisa dari tahun pajak yang
bersangkutan harus dihitung kembali berdasarkan perkiraan kenaikan Pajak
Penghasilan yang terutang tersebut oleh Wajib Pajak sendiri atau Kepala Kantor
Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar.
E. Penyetoran Dan Pelaporan PPh Pasal 25
Adapun penyetoran dan pelaporan PPh
Pasal 25 yaitu :
1.
PPh Pasal
25 harus dibayar atau disetorkan selambat-lambatnya pada tanggal 15 bulan
takwim berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
2.
Wajib
pajak diwajibkan untuk menyampaikan SPT Masa selambat-lambatnya 20 (dua puluh)
hari setela Masa Pajak berakhir.
3. Bagi wajib pajak Bagi wajib pajak pengusaha
tertentu berlaku juga ketentuaan sebgai berikut :
a. Jika
wajib pajak memiliki beberapa tempat usaha dalam satu wilayah kerja
kantor pelayanan pajak,harus mendaftarkan
masing-masing tempat usahanya
di kantor pelayanan pajak bersangkutan.
b. Wajib pajak yang memiliki beberapa tempat
usaha di lebih dari satu wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak, harus
mendaftarkan setiap tempat usahanya dikantor Pelayanan Pajak yang bersangkutan.
c
SPT Tahunan PPh harus disampaikan di Kantor
Pelayanan Pajak tempat domisili Wajib Pajak terdaaftar dengan batas waktu
seperti pada ketentuan butir 2.
F. Penetapan
Penghitungan Besarnya Angsuran Pajak Oleh Menteri Keuangan
a)
PPh Pasal
25 bagi Wajib Pajak Baru
Wajib Pajak Baru adalah Wajib Pajak
Orang Pribadi dan badan yang baru pertama kali memperoleh penghasilan dari
usaha atau pekerjaan bebas dalam tahun pajak berjalan. Besarnya angsuran PPh
Pasal 25 untuk Wajib Pajak Baru adalah sebesar Pajak Penghasilan yang dihitung
berdasarkan ppenerapan tariff umum atas penghasilan neto sebulan yang
disetahunkan, di bagi 12.
Angsuran PPh Pasal 25 sebulan
= [Tarif Pasal 17 x (12 x
penghasilan neto) sebulan)/12]
Besarnya
penghasilan neto adalah:
·
Apabila
Wajib Pajak menyelenggarakan pembukuan dan dari pembukuannya dapat dihitung
besarnya penghasilan neto setiap bulan, penghasilan neto fiscal dihitung
berdasarkan pembukuannya.
·
Apabila
Wajib Pajak hanya menyelenggarakan pencatatan dengan menggunakan norma
penghitungan Penghasilan Neto atau menyelenggarakan pembukuan tetapi dari
pembukuannya tidak dapat dihitung besarnya penghasilan neto setiap bulan,
penghasilan neto fiscal dihitung berdasarkan norma Penghitungan Penghasilan
Neto atau peredaran /penerimaaan bruto.
b)
Wajib
Pajak Bank dan Sewa Guna Usaha dengan Hak Opsi
Besarnya angsuran Pajak Penghasilan
Pasal 25 untuk Wajib Pajak bank dan sewa guna usaha dengan hak opsi adalah
Pajak Penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan tariff umum atas
laba-rugi fiscal menurut laporan keuangan triwulan terakhir yang disetaunkan
dikurangi Pajak Penghasilan Pasal 24 yang dibayar atau terutang diluar negeri
untuk tahun pajak yang lalu, dibagi 12.
Angsuran
PPh Pasal 25 sebulan
=[Tarif
Pasal 17 x (perkiraan laba triwulan pertama x 4)] / 12
c)
PPh pasal
25 bagi Wajib Pajak BUMN dan BUMD
Besarnya angsuran Pajak Penghasilan
Pasal 25 untuk Wajib Pajak Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah
dengan nama dan dalam bentuk apapun, kecuali Wajib Pajak Bank dan sewa guna
usaha dengan hak opsi, adalah sebesar Pajak Penghasilan yang dihitung
berdasarkan penerapan tariff umum atas laba rugi fiscal menurut Rencana Kerja
dan Anggaran Pendapatan (RKAP) tahun pajak yang bersangkutan yang telah
disahkan Rapat Umum Pemegang Saham dikurangi dengan pemotongan dan pemungutan
Pajak Penghasilan Pasal 22 dan Pasal 23 serta Pajak Penghasilan Pasal 24 yang
dibayar atau terutang diluar negeri tahun pajak yang lalu, dibagi 12.
Apabila Wajib Pajak BUMN/BUMD
tersebut adalah Wajib Pajak Baru, maka besarnya angsuran PPh Pasal 25 tidak
dihitung sebagaimana halnya perhitungan untuk wajib pajak baru tetapi dihitung
berdasarkan RKAP.
Dalam hal Rencana Kerja dan Anggaran
Pendapatan (RKAP) belum disahkan, maka besarnya angsuran Pajak Penghasilan
Pasal 25 untuk bulan-bulan sebelum pengesahan adalah sama dengan angsuran Pajak
Penghasilan Pasal 25 bulan terkahir tahun pajak sebelumnya.
d)
Wajib
Pajak Masuk Bursa dan Wajib Pajak Lainnya yang Berdasarkan Ketentuan Peraturan
Perundang-undangan Harus Membuat Laporan Keuangan Berkala.
Besarnya anguran Pajak Penghasilan
Pasal 25 untuk Wajib pajak masuk bursa dan Wajib Pajak lainnya yang berdasarkan
ketentuan diharuskan membuat laporan keuangan berkala adalah sebesar pajak
penghasilan yang dihtung berdasarkan penerapan tariff umum atas laba rugi
fiscal menurut laporan keuangan berkala terakhir yang disetahunkan dikurangi
dengan pemotongan dan pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22, Pasal 23 serta
Pasal 24 yang dibayar atau terutang diluar negeri untuk tahun pajak yang lalu,
dibagi 12.
e)
PPh Pasal
25 bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu.
Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha
Tertentu adalah Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha
dibidang perdagangan yang mempunyai tempat usaha lebih dari satu, atau
mempunyai tempat usaha yang berbeda alamat dengan domisili.
Besarnya angsuran Pajak Penghasilan
Pasal 25 untuk Wajib Pajak Orang Pribadi pengusaha tetentu, ditetapkan sebesar
0,75% dari jumlah peredaran bruto setiap bulan dari masing-masing tempat usaha
tersebut.
G. PPh Pasal 25 Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi
yang Bepergian Ke Luar Negeri
Wajib Pajak orang pribadi dalam
negeri yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak dan telah berusia 21 tahun
yang bertolak ke luar negeri wajib membayar pajak. Termasuk wajib pajak orang
pribadi dalam negeri adalah istri, anggota keluarga sedarah, dan keluarga dalam
garis keturunan lurus serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya
Wajib Pajak yang bersangkutan.
Besarnya Fiskal Luar Negeri (FLN)
yang wajib dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi adalah :
1.
Rp2.500.000
untuk setiap orang setiap kali bertolak ke luar negeri dengan menggunakan
pesawat udara.
2.
Rp1.000.000
untuk setiap orang setiap kali bertolak ke luar negeri dengan menggunakan
angkatan laut.
Pembayaran FLN oleh Wajib Pajak
orang pribadi dalam negeri yang akan bertolak ke luar negeri dilakkukan dengan
menggunakan Tanda Bukti Pembayaran Fiskal Luar Negeri. FLN yang dibayar Wajib
Pajak orang pribadi dalam negeri yang akkan bertolak ke luar negeri merupakan
pembayaran angsuran Pajak Penghasilan. Angsuran pembayaran Pajak Penghasian
tersebut dapat dikreditkan terhadap Pajak Penghasilan yang terutang pada akhir
tahun yang bersangkutan setelah wajib pajak tersebut meiliki NPWP.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar