Sabtu, 11 Februari 2017

Kerajaan Kerajaan Islam DI Indonesia



 Kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara
Berikut adalah penjelasan secara singkat beberapa kerajaan-kerajaan Islam terkenal yang berdiri di wilayah Nusantara dan cukup memberi pengaruh dalam sejarah perkembangan Nusantara hingga datangnya para penjajah dari negara-negara Eropa. Kerajaan-kerajaan Islam ini menyebar di berbagai pulau yang ada di wilayah Nusantara.
1.    Kerajaan Samudra Pasai
Kerajaan Samudera Pasai adalah kerajaan Islam pertama di Pulau Sumatera dan juga pertama di Nusantara. Kerajaan ini terletak di pesisir timur laut Aceh. Keberadaannya sebagai kerajaan Islam diperkirakan mulai awal atau pertengahan abad ke-13 M sebagai hasil dari proses Islamisasi daerah-daerah pantai yang pernah disinggahi pedagang-pedagang Muslim sejak abad ke-7, ke-8 M, dan seterusnya.
2.    Kerajaan Aceh Darussalam
Kesultanan Aceh Darussalam memulai pemerintahannya ketika Kerajaan Samudera Pasai sedang dalam masa keruntuhan. Samudera Pasai diserang oleh Kerajaan Majapahit hingga mengalami kemunduran pada sekitar abad ke-14, tepatnya pada 1360. Pada masa akhir riwayat kerajaan Islam pertama di nusantara itulah benih-benih Kesultanan Aceh Darussalam mulai lahir. Kesultanan Aceh Darussalam dibangun di atas puing kerajaan-kerajaan Hindu dan Budha yang pernah ada sebelumnya, seperti Kerajaan Indra Purba dan Kerajaan Indra Purwa.[1]
Sultan Ali Mughayat mendirikan Kesultanan Aceh pada tahun 1496 yang pada mulanya kerajaan ini berdiri atas wilayah kerajaan lamuri. Pemerintahaan kesultanan Aceh kemudian menundukan dan menyatukan beberapa wilayah kerajaan sekitarnya mencakup Daya, Pedir, Lidie, Nakur. Selanjutnya pada tahun 1524 wilayah Pasai sudah menjadi bagian dari kedaulatan Kesultanan Aceh diikuti dengan Aru.
Kesultanan Aceh mengalami masa ekspansi dan pengaruh terluas pada masa kepemimpinan Sultan Iskandar Muda (1607 - 1636) atau Sultan Meukuta Alam. Pada masa kepemimpinannya, Aceh menaklukkan Pahang yang merupakan sumber timah utama. Pada tahun 1629, kesultanan Aceh melakukan penyerangan terhadap Portugis di Melaka dengan armada yang terdiri dari 500 buah kapal perang dan 60.000 tentara laut. Serangan ini dalam upaya memperluas dominasi Aceh atas Selat Malaka dan semenanjung Melayu. Sayangnya ekspedisi ini gagal, meskipun pada tahun yang sama Aceh menduduki Kedah dan banyak membawa penduduknya ke Aceh.
3.    Kerajaan Demak
Kerajaan Islam Demak merupakan lanjutan kerajaan Majapahit. Sebelum raja Demak merasa sebagai raja Islam merdeka dan memberontak pada kekafiran (Majapahit). Tidak diragukan lagi bahwa sudah sejak abad XIV orang Islam tidak asing lagi di kota kerajaan Majapahit dan di bandar bubat.[2] Cerita-cerita jawa yang memberitakan adanya “kunjungan menghadap raja” ke Keraton Majapahit sebagai kewajiban tiap tahun, juga bagi para vasal yang beragama Islam, mengandung kebenaran juga. Dengan melakukan “kunjungan menghadap raja” secara teratur itulah vasal menyatakan kesetiaannya sekaligus dengan jalan demikian ia tetap menjalin hubungan dengan para pejabat keraton Majapahit, terutama dengan patih. Waktu raja Demak menjadi raja Islam merdeka dan menjadi sultan, tidak ada jalan lain baginya.[3]
Bertambahnya bangunan militer di Demak dan Ibukota lainnya di Jawa pada abad XVI, selain karena keperluan yang sangat mendesak, disebabkan juga oleh pengaruh tradisi kepahlawanan Islam dan contoh ynag dilihat di kota-kota Islam di luar negeri.
Peranan penting masjid Demak sebagai pusat peribadatan kerajaan Islam pertama di Jawa dan kedudukannya di hati orang beriman pada abad XVI dan sesudahnya. Terdapatnya jemaah yang sangat berpengaruh dan dapat berhubungan dengan pusat Islam Internasional di luar negeri.
Bagian-bagian penting peradaban jawa Islam yang sekarang, seperti wayang orang, wayang topeng, gamelan, tembang macapat dan pembuatan keris, kelihatannya sejak abad XVII oleh hikayat Jawa dipandang sebagai hasil penemuan para wali yang hidup sezaman dengan kesultanan Demak.
Kesenian tersebut telah mendapat kedudukan penting dalam peradaban Jawa sebelum Islam, kemungkinan berhubungan dengan ibadat. Pada waktu abad XV dan XVI di kebanyakan daerah jawa tata cara kafir harus diganti dengan upacara keagamaan Islam, seni seperti wayang dan gamelan itu telah kehilangan sifat sakralnya. Sifatnya lalu menjadi “sekuler”.
Perekembangan sastra Jawa yang pada waktu itu dikatakan “modern” juga mendapat pengaruh dari proses sekularisasi karya-karya sastra yang dahulu keramat dan sejarah suci dari zaman kuno. Peradaban “pesisir” yang berpusat di bandar-bandar pantai utara dan pantai timur Jawa, mungkin pada mulanya pada abad XV tidak semata-mata bersifat Islam. Tetapi kejayaannya pada abad XVI dan XVII dengan jelas menunjukkan hubungan dengan meluasnya agama Islam.[4]
4.    Kerajaan Cirebon
Di Jawa Barat terdapat perguruan Islam, tepatnya di Krawang dan Gunung Jati Cirebon. Perguruan Islam di Krawang tersebut dibangun Syek Samsudin/Syekh Kuro tahun 1418 M. Perguruan Islam dan Gunung Jati Cirebon. Kerajaan ini menjadi kerajaan Islam pada tahun 1479. Kerajaan ini selanjutnya diserahkan kepada keponakan Syarif Hidayatullah dengan nama Maulana Mahmud Syarif Abdillah Sultan Mesir[5]. Kekuasaan sultan Mesir ini mencapai wilayah kerajaan pajajaran, kerajaan Galuh di Ciamis jawa Barat. Tahun 1568 ia meninggal dan dikuburkan di sebelah barat Gunung Jati sehingga terkenal dengan sebutan Sunan Gunung Jati.[6]
5.    Kerajaan Banten
Kerajaan Banten didirikan oleh Fatahillah (1527). Semula, Banten merupakan daerah kekuasaan Kerajaan Hindu Pajajaran. Kemudian, Banten direbut dan diperintah oleh Fatahillah dari Demak. Pada tahun 1552, Fatahillah menyerahkan Banten kepada putranya, Hasanuddin. Fatahillah sendiri pergi ke Cirebon dan berdakwah di sana sampai wafat (1570). Ia dimakamkan di desa Gunung Jati. Oleh karena itu, ia disebut Sunan Gunung Jati. Di bawah pemerintahan Hasanuddin (1552 – 1570), Banten mengalami kemajuan di bidang perdagangan dan wilayah kekuasaannya meluas sampai ke Lampung dan Sumatra Selatan. Setelah wafat, Hasanuddin digantikan oleh putranya, Panembahan Yusuf (1570 –1580). Pada masa pemerintahannya, Pajajaran berhasil ditaklukkan (1579).
Pada tahun 1683, Sultan Ageng tertangkap oleh VOC sedangkan Pangeran Purbaya dapat meloloskan diri. Setelah menjadi tawanan Belanda selama delapan tahun, Sultan Ageng wafat (1692). Adapun Pangeran Purbaya tertangkap oleh Untung Suropati, utusan Belanda, dan wafat pada tahun 1689.
6.     Kerajaan Mataram
Sebagai kerajaan Islam, hasil budaya masyarakat Kerajaan Mataram diwarnai oleh agama Islam. Salah satu hasil budaya Kerajaan Mataram adalah penanggalan (almanak) Jawa. Almanak Jawa ini merupakan hasil karya dari Sultan Agung. Almanak ini diberlakukan pada tahun 1633 M, dengan menetapkan bahwa pada tanggal 1 Muharam 1043 H sama dengan tanggal 1 Muharam 1555 tahun Jawa. [7]Jadi jika disesuaikan dengan penanggalan Masehi, maka tanggal di atas sama dengan tanggal 8 Juli 1633. Dengan demikian, almanak Jawa adalah perpaduan dari penanggalan Saka (Hindu) dan penanggalan Hijriyah (Islam). Hasil budaya masyarakat Mataram Baru yang masih ada sekarang adalah adanya tradisi Sekaten di Yogyakarta dan Cirebon yang dirayakan pada setiap perayaan Maulid Nabi Muhammad saw. Peninggalan Keraton di Yogyakarta dan di Surakarta yang sampai sekarang masih berjalan, yaitu berupa kesultanan lengkap dengan fasilitas peninggalan zaman Mataram baru.
7.    Kerajaan Islam di Sulawesi
Pada abad ke 15 di Sulawesi berdiri beberapa kerajaan, diantaranya dari suku bangsa Makasar (Gowa dan Tallo) dan Bugis (Luwu, Bone, Soppeng dan Wajo). 2 kerajaan yang memiliki hubungan baik yaitu kerajaan Gowa dan Tallo. Ibu kota kerajaannya adalah Gowa yang sekarang menjadi Makasar.
Kerajaan ini pada abad ke 16 sudah menjadi daerah islam. Masuk dan berkembangnya Islam di Makasar atas juga datuk Ribandang (Ulama adat Minangkabau)[8]. Secara resmi kerajaan Gowa Islam berdiri pada tahun 1605 M.
Raja-raja yang terkenal diantaranya :
Sultan Alaudin (1605-1639 M) raja pertama Islam di Gowa-Tallo. Kerajaan ini adalah negara maritim yang terkenal dengan perahu-perahu layarnya dengan jenis Pinisi dan lImbo. Pada masa Sultan Alaudin berkuasa, Islam mengalami perkembangan pesat yang daerah kekuasaannya hampir mencakup seluruh daerah Sulawesi.
Ia wafat pada tahun 1939 M, setelah menjadi raja selama 34 tahun dan digantikan putranya yang bernama Muhammad Said.

Muhammad Said (1639-1653 M). Raja ini berkuasa selama 14 tahun.
Sultan hasanuddin (1653-1669 M). Sultan ini sebagai pengganti dari Muhammad Saed. Pada masa Sultan hasanuddin berkuasa, Gowa – Tallo mencapai puncak kejayaannya. Wilayah kekuasaannya sampai ke pulau Selayar, Butung, Sumbawa dan Lombok. Ia berkuasa selama 16 Tahun.
Hasil kebudayaan masyarakat Makasar dipengaruhi oleh lingkungannya yang dikelilingi lautan. Hasil budaya rakyat Makasar yang paling terkenal adalah perahu bercadik, yang disebut Korakora. Ciri pertahanan dari kerajaan Makasar adalah adanya benteng-benteng pertahanan. Sampai sekarang di Makasar masih terdapat benteng-benteng pertahanan, yaitu benteng Sombaopu dan View Rotterdam. Jadi, aspek kehidupan budaya rakyat Makassar lebih bersifat agraris dan bahari.
8.    Kerajaan Ternate dan Tidore
Pengaruh agama dan budaya Islam di Maluku (Ternate dan Tidore) belum meluas ke seluruh daerah. Sebabnya, masih banyak rakyat Maluku yang mempertahankan kepercayaan nenek moyangnya. Hal tersebut terbukti dari bekas peninggalan-peninggalannya, yakni masjid, buku-buku tentang Islam, makam-makam yang berpolakan Islam yang ada di Maluku tidak begitu banyak jumlahnya. Dengan kata lain hasil-hasil kebudayaan rakyat Maluku merupakan campuran antara budaya Islam dan pra Islam.[9]
9.    Kerajaan Islam di Sumatra
Antara abad 7 dan abad 8 masehi Islam masuk ke Indonesia melalui pesisir Sumatra yang disebarkan oleh para mubaliqh dan saudagar Islam, arab, Mesir, Persia dan Gujarat. Kehadiran Islam di Pasai mendapatkan tanggapan yang cukup baik. Islam tidak hanya diterima lapisan masyarakat pedesaan tetapi juga menambah kemayarakat perkotaan. Kerajaan ini berdiri sekitar abad ke 13 Masehi. Pusat kerajaan ini terletak di pantai timur Sumatra. Raja-raja yang terkenal diantaranya : Sultan Malikud Saleh (1285-1297 M), Sultan lMalikud Dohir (1297-1326 M), Sultan Malikud Dohir II (1326-1348 M), Sultan Zainal Abidin (1348-1406 M).[10]
10.  Kerajaan Pajang
Kerajaan Pajang adalah sebuah kerajaan yang berpusat di Jawa Tengah sebagai kelanjutan Kerajaan Demak. Kompleks keraton, yang sekarang tinggal batas-batas fondasinya saja, berada di perbatasan Kelurahan Pajang , Kota Solo dan Desa Makamhaji,Karatsura,Sukoharjo.
Pada awalnya berdiri tahun 1549, wilayah kesultanan pajang hanya meliputi sebagian Jawa Tengah. Karena negeri-negeri Jawa Timur banyak yang melepaskan diri sejak kematian Sultan Trenggono. Ditahun 1568 Sultan Hadiwijaya dan para Adipati Jawa Timur dipertemukan di Giri Kedaton oleh Sunan Prapen. Dalam Kesempatan iu, para adipati sepakat mengakui kedaulatan Pajang diatas negeri - negeri Jawa Timur. Sebagai tanda ikatan politik, Panji Wiryakrama (pemimpin persekutuan adiapti Jawa Timur) dinikahkan dengan puteri Sultan Hadiwijaya. Negeri kuat lainnya yaitu Madura juga berhasil ditaklukkan Pajang. Pemimpin bernama Raden Pratanu alias Panembahan Lemah Dawur juga diambil sebagai menantu Sultan Hadiwijaya. Sedangkan tanah Mataram dan Pati adalah dua hadiah Sultan Hadiwijaya yang diberikan kepada Ki Penjawi dan Ki Ageng Pemanahan yang membantu menumpas Arya Panangsang.
Ki Penjawi diangkat sebagai penguasa Pati sejak tahun 1549, sedangkan Ki Ageng Pemanahan baru mendapatkan hadiahnya tahun 1556 berkat bantuan Sunan Kalijaga. Hal ini dilakukan karena Sultan Hadiwijaya mendengar ramalam Sunan Prapen bahwa di Mataram akan lahir kerajaan yang lebih besar daripada Pajang. Ramalan tersebut menjadi kenyataan ketika Mataram dipimpin oleh Danang Sutawijaya putera Ki Ageng Pemanahan sejak tahun 1575. Di bawah pimpinannya Mataram berkembang dengan pesatnya.


Tahun 1582 meletus perang Pajang dengan Mataram karena Danang Sutawijaya membela adik iparnya yaitu Tumenggung Mayang yang dihukum untuk dibuang ke Semarang oleh Sultan Hadiwijaya. Perang dimenangkan pihak Mataram meskipun pasukan Pajang jumlahnya lebih besar. Sepulang dari perang Sultan Hadiwijaya jatuh sakit dan meninggal dunia.
Terjadilah persaingan antara putera dan menantunya, yaitu Pangeran Benawa dan Arya Panggiri. Selanjutnya  Arya Panggiri sebagai raja didukung oleh Panembahan Kudus berhasil naik tahta tahun 1583. Pemerintahan Arya Panggiri hanya disibukkan dengan usaha balas dendam terhadap Mataram. Kehidupan rakyat Pajang terabaikan, hal itu membuat Pangeran Benawa yang sudah tersingkir ke Jipang merasa prihatin.
Pada tahun 1586 Pangeran Benawa bersekutu dengan Danang Sutawijaya untuk menyerbu Pajang. Perang antara Pajang melawan Mataram dan Jipang pun berakhir dengan kekalahan Arya Panggiri. Ia dikembalikan kenegeri asalnya yaitu Demak. Pangeran Benawa kemudian menjadi raja di Pajang yang ketiga. Pemerintahan Pangeran Benawa berakhir pada tahun 1587. Tidak ada putera mahkota yang menggantikannya sehingga Pajang pun dijadikan negeri bawahan oleh Mataram. Yang menjadi Bupati adalah Pangeran Gagak Baning, adik Danang Sutawijaya .[11]
11. Kerajaan Malaka
kesultanan Malaka berdiri pada tahun 1400 silam, yang diasaskan oleh Parameswara. Sebelum kemunculan Kesultanan Malaka, kerejaan melayu sudah ada masa itu. Kenapa Parameswara bisa sampai di Semanjung Malaysia sementara beliu asli orang pelembang?’’ Begini cerita singkatnya.’pada tahun 1400 silam telah terjadi peperang dahsyat antara kejaraan sriwijaya pelembang dengan kerajaan Majapahit jawa, perlawan banyak mengorbakan jiwa semua tapak kerajaan sriwijaya nyaris dikuasi oleh Majapahit, turut terbunuh pada pristiwa itu Raja sriwajaya yang mempunyai salah seorang Anak bernama Parameswara yang sangat berwibawa dan disegani oleh penduduk kerajaan sriwijaya itu. Pada waktu itu tiada pilihan lain bagi parameswara selain pergi, melarikan diri dan meniggalkan tanah kerajaan sriwijaya untuk menyelamatkan diri dari serangan majapahit yang semakin menjadi-jadi. akhirnya, parameswara dan pengikutnya memutuskan untuk berhijrah ke Temasik yang di kenal sekerang dengan singapura. Disinilah  parameswara sempat mendirikan takhta kerajaanya’’ dia sangat berkuasa,sangat berani sampai dirinya digelar dengan Mjeura. Sehiggalah pada suatu hari tanpa diduga Parameswara membunuh salah seorang wakil raja siam( Thailand)  bernama Tamagi, yang menyebabkan kedudukan parameswara terancam oleh serangan balas( Fighting Back) Raja siam ketika itu. Lagi-lagi tidak ada pilihan lain,Parameswara dan pengikutnya terpaksa mininggalkan singapura untuk menghindar dari serangan Raja siam, mencari perlindungan yang aman ke pantai barat semananjung Malaysia tepatnya di muar(johor) disini beliau tidak lama’’ konon ceritnya tidak tahan dari ganguan biayak yang banyak membuat dia pindah ke Sinig Ujong kemudian beliau menuju sugai bertam merupakan tepi pantai dan pada akhirnya sampai di pulau malaka pada tahun 1400 M. disinilah permulan serajah kesultana Melaka, walaupun sebelumnya malaka telah diduduki oleh perkampunga kecil serta para nelayan tapi tidak memberikan pengaruh yang besara terhadap Malaka.[12]



[1]  Taufik Abdullah, Islam dan Masyarakat ( Jakarta: LP3ES  cet.2 1996 hal 159)
[2]  Darmawijaya Kesultanan Islam di Nusantara (Jakarta: Kautsar cet.1 2010  hal 64)
[3]  Prof. A. Daliman, Islamisasi dan perkembangan kerajaan-kerajaan Islam (Yogyakarta: Ombak 2012 Hal 120)


[4]  Prof. A. Daliman, Islamisasi dan perkembangan kerajaan-kerajaan Islam (Yogyakarta: Ombak 2012 Hal 65)


[6]  Prof. Hj Ahmad  M Sewang M.a dan Drs, Wahyuddin G. M.ag Sejarah Islam di Indonesia (Makassar : Alauddin Press 2010 hal. 60)
[7]  Azyumardi Azra, Jaringan Global dan Lokal Islam di Nusantara, (Bandung: Mizan 2002  cet.1 hal 69)
[8]  Darmawijaya Kesultanan Islam di Nusantara (Jakarta: Kautsar cet.1 2010  hal 93)

[9]  Darmawijaya Kesultanan Islam di Nusantara (Jakarta: Kautsar cet.1 2010  hal 117)

[10]  Darmawijaya Kesultanan Islam di Nusantara (Jakarta: Kautsar cet.1 2010  hal 29)

[11]  Darmawijaya Kesultanan Islam di Nusantara (Jakarta: Kautsar cet.1 2010  hal 67)

[12]  Darmawijaya Kesultanan Islam di Nusantara (Jakarta: Kautsar cet.1 2010  hal 7)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Danau Tanralili ( Surga Di Kaki Gunung Bawakaraeng)

Sumb er: Dokum entasi Pribadi M e nd e ngar kata Gunung Bawakara e ng s e kilas akan t e rlintas angan t e ntang k e tinggian dan huta...