Kamis, 09 Februari 2017

Etika Dalam Ekonomi Di Bidang Konsumsi



A.                 Pengertian dan Tujuan Konsumsi dalam Islam
Salah satu persoalan penting dalam kajian ekonomi Islam ialah masalah konsumsi. Konsumsi  berperan sebagai pilar dalam kegiatan ekonomi seseorang (individu), perusahaan maupun negara. konsumsi secara umum diformulasikan dengan : ”Pemakaian dan penggunaan barang – barang dan jasa, seperti pakaian, makanan, minuman, rumah, peralatan rumah tangga, kenderaan, alat-alat hiburan, media cetak dan elektronik, jasa telephon, jasa konsultasi hukum, belajar/ kursus, dsb”. Berangkat dari pengertian ini, maka dapat dipahami bahwa konsumsi sebenarnya tidak identik dengan makan dan minum dalam istilah teknis sehari-hari; akan tetapi juga meliputi pemanfaatan atau pendayagunaan segala sesuatu yang dibutuhkan manusia. Namun, karena yang paling penting dan umum dikenal masyarakat luas tentang aktivitas konsumsi adalah makan dan minum, maka tidaklah mengherankan jika konsumsi sering diidentikkan dengan makan dan minum.
Tujuan konsumsi dalam Islam adalah untuk mewujudkan maslahah duniawi dan ukhrawi. Maslahah duniawi ialah terpenuhinya kebutuhan dasar manusia, seperti makanan, minuman, pakaian, perumahan, kesehatan, pendidikan (akal). Kemaslahatan akhirat ialah terlaksanaya kewajiban agama seperti shalat dan haji. Artinya, manusia makan dan minum agar bisa beribadah kepada Allah. Manusia berpakaian untuk menutup aurat agar bisa shalat, haji, bergaul sosial dan terhindar dari perbuatan mesum (nasab). Sebagaimana disebut di atas, banyak ayat dan hadits yang berbicara tentang konsumsi, di antaranya Surat al A’raf ayat 31[13]. Ayat ini tidak saja membicarakan konsumsi makanan dan minuman, tetapi juga pakaian. Bahkan pada ayat selanjutnya (ayat 33) dibicarakan  tentang  perhiasan. Konsumsi pada hakikatnya adalah mengeluarkan sesuatu dalam rangka memenuhi kebutuhan. Konsumsi meliputi keperluan, kesenangan dan kemewahan. Kesenangan atau keindahan diperbolehkan asal tidak berlebihan, yaitu tidak melampaui batas yang dibutuhkan oleh tubuh dan tidak pula melampaui batas-batas makanan yang dihalalkan.
Ajaran Islam sebenarnya bertujuan untuk mengingatkan umat manusia agar membelanjakan harta sesuai kemampuannya. Pengeluaran tidak seharusnya melebihi pendapatan dan juga tidak menekan pengeluaran terlalu rendah sehingga mengarah pada kebakhilan. Manusia sebaiknya bersifat moderat dalam pengeluaran sehingga tidak mengurangi sirkulasi kekayaan dan juga tidak melemahkan kekuatan ekonomi masyarakat akibat pemborosan.
B.                 Prinsip-prinsip Konsumsi
            Menurut Abdul Mannan bahwa perintah Islam mengenai konsumsi dikendalikan oleh lima prinsip, yaitu:
1.      Prinsip Keadilan
2.      Prinsip Kebersihan
3.      Prinsip Kesederhanaan
4.      Prinsip Kemurahan Hati
5.      Prinsip Moralitas.
Selain itu, Ada beberapa prinsip konsumsi bagi seorang muslim yang membedakan dengan prilaku konsumsi nonmuslim (konvensional). Prinsip tersebut disarikan dari ayat-ayat Alquran dan hadits Nabi SAW dan prilaku sahabat r.hum. prinsip-prinsip tersebut antara lain:
1.      Prinsip syariah
a.       Memperhatikan tujuan konsumsi. Prilaku konsumsi muslim dari segi tujuan tidak hanya mencapai kepuasan dari konsumsi barang, melaikan berfungsi “ibadah”dalam rangka mendapat ridha Allah SWT.
b.      Memperhatikan kaidah ilmiah. Seorang meslim harus memperhatiakan kebersihan. Prinsip kebersihan mengandung arti barang yang dikonsumsi harus bebas dari kotoran maupun penyakit, demikian juga harus menyehatkan, bernilai gizi, dan memiliki manfaattidak memiliki kemudharatan.
c.       Memperhatiakan bentuk konsumsi. Fungsi konsumsi muslim berbeda dengan prinsip konvensional yang bertujuan kepuasan maksimum, terlepas ada keridhaan Allah atau tidak, karena pada hakekatnya teori konvensinaltidak mengenal tuhan.
2.      Prinsip kuantitas
a.       Sederhana tidak bermewah-mewahan. Sesungguhnya kuantitas kinsumsi yang terpuji dalam kondisi yang wajar adalah sederhana.
b.      Kesesuaian antara pemasukan dengan konsumsi. Maksudnya adalah kesesuaian dengan fitrah manusia dan realita.
3.      Prinsip prioritas yakni untuk nafkah diri, istri, anak dan saudara serta untuk memperjuangkan agama Allah SWT.
4.      Prinsip moralitas. Prilaku konsumsi seorang muslim juga memperhatiakan nilai dan prinsip moralitas, di mana mengandung arti ketika berkonsumsi terhadap suatu barang, maka dalam rangka menjaga martabat manusia yang mulia, berdeda dengan makhluk Allah lainnya. Sehingga dalam berkonsumsi harus menjaga adab dan etika (tertib) yang di sunnahkan oleh Nabi Muhammad SAW. Sebagai contoh, ketika makan memakai tangan kanan, membaca doa, dan tidak mencela makanan dan sebagainya.
C.                 Etika Konsumsi
Etika konsumsi menurut Naqvi adalah sebagai berikut:
1.      Tauhid (Unity/ Kesatuan) Karakteristik utama dan pokok dalam Islam adalah “tauhid” yang menurut Qardhawi dibagi menjadi dua kriteria, yaitu rubaniyyah gayah (tujuan) dan wijhah (sudut pandang). Kriteria pertama menunjukkan maksud bahwa tujuan akhir dan sasaran Islam adalah menjaga hubungan baik dan mencapai ridha-Nya. Sehingga pengabdian kepada Allah merupakan tujuan akhir, sasaran, puncak cita-cita, usaha dan kerja keras manusia dalam kehidupan yang fana ini. Kriteria kedua adalah rabbani yang masdar (sumber hukum) dan manhaj (sistem). Kriteria ini merupakan suatu sistem yang ditetapkan untuk mencapai sasaran dan tujuan puncak (kriteria pertama) yang bersumber al-Qur’an dan Hadits Rasul.
2.      Adil (Equilibrium/ Keadilan) Khursid Ahmad mengatakan, kata ‘adl dapat diartikan seimbang (balance) dan setimbang (equlibrium). Atas sebab dasar itu ia menyebutkan konsep al-‘adl dalam prespektif Islam adalah keadilan Ilahi. Salah satu manifestasi keadilan menurut al-Qur’an adalah kesejahteraan. Keadilan akan mengantarkan manusia kepada ketaqwaan, dan ketaqwaan akan menghasilkan kesejahteraan bagi manusia itu sendiri.
3.      Free Will (Kehendak Bebas) Manusia merupakan makhluk yang berkehendak bebas namun kebebasan ini tidaklah berarti bahwa manusia terlepas dari qadha dan qadar yang merupakan hukum sebab-akibat yang didasarkan pada pengetahuan dan kehendak Tuhan.
4.      Amanah (Responsibility/ Pertanggungjawaban) Etika dari kehendak bebas adalah pertanggungjawaban. Dengan kata lain, setelah manusia melakukan perbuatan maka ia harus mempertanggungjawabkan perbuatannya. Dengan demikian prinsip tanggung jawab merupakan suatu hubungan logis dengan adanya prinsip kehendak bebas.
5.      Halal Kehalalan adalah salah satu kendala untuk memperoleh maksimalisasi kegunaan konsumsi salam kerangka Ekonomi Islam. Kehalalan suatu barang konsumsi merupakan antisipasi dari adanya keburukan yang ditimbulkan oleh barang tersebut.
6.      Sederhana Sederhana dalam konsumsi mempunyai arti jalan tengah dalam berkomunikasi. Diantara dua cara hidup yang ekstrim antara paham materilialistis dan zuhud. Ajaran al-Qur’an menegaskan bahwa dalam berkonsumsi manusia dianjurkan untuk tidak boros dan tidak kikir

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Danau Tanralili ( Surga Di Kaki Gunung Bawakaraeng)

Sumb er: Dokum entasi Pribadi M e nd e ngar kata Gunung Bawakara e ng s e kilas akan t e rlintas angan t e ntang k e tinggian dan huta...