A.
Surah Al-Imran(3):189
وَلِلَّهِ مُلْكُ
السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
Terjemahan Ayat
: “Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi, dan Allah Maha Perkasa atas
segala sesuatu (Qs. Al-Imran : 189)”.
B.
Munasabah
Berikut ini merupakan Surah Al Imran(3):188-189
لَا
تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ يَفْرَحُونَ بِمَا أَتَوْا وَيُحِبُّونَ أَنْ
يُحْمَدُوا بِمَا
لَمْ يَفْعَلُوا فَلَا تَحْسَبَنَّهُمْ بِمَفَازَةٍ مِنَ الْعَذَابِ وَلَهُمْ (Qs.Al Imran:188)عَذَابٌ أَلِيمٌ
وَلِلَّهِ مُلْكُ
السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
(Qs.Al Imran:189)
Terjemahan ayat: ‘‘janganlah sesekali engkau menyangka bahwa
orang–orang yg bergembira dengan apa yang telah mereka kerjakan dan mereka suka
supaya di puji terhadap perbuatan yang belum mereka krejakan, janganlah kamu
menyangka bahwa mereka terlepas dari siksa, dan bagi mereka siksa yang pedih.
Kepunyaan Allah kerajaan langit dan bumi, dan Allah maha kuasa atas segala
sesuatu’’
Ayat ini masih
merupakan lanjutan uraian tentang Ahl al-kitab dari ayat-ayat sebelumnya. Kali
ini yang di jelaskan adalah kebejatan moral mereka setelah menjelaskan
penghianatan mereka dalam bidang hukum dan informasi agama. Ayat ini
menjelaskan bahwa ada sekelompok dari ahl kitab yang tidak sekedar melakukan
kebejatan moral secara malu-malu dan sembunyi-sembunyi, tetapi mereka
bergembira dan angkuh dan membanggakannya serta menanti pujian atas keburukan
yang mereka lakukan. Walaupun kelompok
yang di uraikan sifat-sifatnya di atas boleh jadi sekelompok ahl kitab yg lalu sebagaimana di isyaratkan
oleh penyebutan sifat mereka yakni orang-orang yg bergembira dan seterusnya
bukan menunjuk dengan kata ganti ‘mereka’ namun kaitan ayat ini selain yg di
sebut di atas tetap masih sangat erat, bahkan ayat ini dapat juga menjadi
gambaran tentang sifat batin yang lahir akibat pelanggaran yang di uraikan oleh ayat lalu. Sogok sebagai
imbalan pemutarbalikan kebenaran
seringkali menggembirakan penerimanya, Untuk itu ayat ini mengancam
mereka dengan menyatakan. Janganlah
sekali-kali engkau menyangka, wahai Muhammad dan siapapun yang dapat melihat atau dan mengetahui, bahwa
orang-orang baik para ulama dan cendikiawan atau siapapun, yang bergembira dengan apa, yakni kedurhakaan
yang telah mereka kerjakan dan mereka
suka supaya di puji sebagai orng-orang
bermoral terhadap perbuatan yang belum dan
tidak mereka kerjakan, janganlah kamu
menyangka bahwa mereka terlepas dari
siksa, bahkan bagi mereka siksa yang
pedih. Allah mampu melaksanakan ancamaNya ini karena kepunyaan Allah kerajaan langit
dan bumi ,. Dia yang menciptakan, memiliki, dan mengaturnya, serta
mengetahui seluruh rincian yang terjadi
pada keduanya dan Allah juga maha
kuasa atas segala sesuatu, termasuk menjatuhkan ancamanNya ini.
Imam Bukhari
meriwayatknan bahwa Maryam Ibn al-Hakam mengutus seseorang bertanya kepada
sahabat nabi , Ibn Abbas; “Kalau semua orang bergembira dengan apa yang telah mereka kerjakan dan mereka supaya di puji terhadap perbuatan
yang belum mereka kerjakan maka tentulah semua kita akan di siksa” ibn
Abbas menjawab “ bukan demikian itu maksudnya. Tetapi suatu ketika nabi
menanyakan sesuatu kepada orang yahudi, mereka menjawabnya tetapi jawaban yang
sebenarnya mereka sembunyikan.. Mereka menunggu jawaban terimakasih dan pujian atas jawaban mereka itu sambil bergembira karena
merasa telah menipu nabi saw.”
Imam Bukhari
juga meriwayatkan bahwa ada sementara
orang munafik yang enggan ikut berjihad. Mereka mengemukakan berbagai dalih ,
sehingga akhirnya Nabi mengizinkan mereka untuk tidak ikut. Mereka bergembira
dengan izin itu, tetapi dalam saat yang sama mereka senang dan ingin di puji
sebagai orang-orang yang tulus ingin
berjihad.
C.
Asbabun-Nuzulul
Berkata Sayid dalam tafsirnya:” Dahulukala
raja-raja dan sultan-sultan serta penguasa-penguasa Negara sengaja mendekati
dan menghubungi ulama serta ahli-ahli sufi, untuk menarik mereka supaya jadi
penyokong kekuasaan mereka. Sedang ulama-ulama yang di dekati ulama itu selalu
menjaga martabat dirinya. Setengah dari ulama-ulama itu member azimat tangkal
bahaya dan setengah lagi member nasehat supaya raja bertaqwa kepada Tuhan,
selalu awas dan waspada menjaga perintah Tuhan. Lantaran nasehat itu timbul
dari hati yang ikhlas, tidak mengharap apa-apa raja itu segan kepada mereka.
Tetapi kemudian keadaan telah terbalik.
Kekuasaan taqwa, yaitu jiwa besar dan tidak gentar menghadapi siapapun, karena
merasa lebih dekat kepada Tuhan yang semestinya ada pada ulama para ulama
semakin lama beratambah lam abertambah lemah berhadapan dengan kekuasaan harta
benda dan pangkat. Akhirnya orang-orang ulama itulah yang berebut-rebutan pergi
ke pintu gerbang istana. Lantaran itu maka yang munafik di dekatkan duduknya
dengan baginda dan yang jujur serta taqwa di sakiti. Dan yang lain mencapai
menurut jarak dekat atau jauhnya dari salah satu kekuasaan itu, kukuasaan taqwa
atau kekuasaan benda.’’ Ddemikian Sayid Rasyid Ridha.
Kemudian
datanglah ayat selanjutnya, membawa insan kepada kelapangan yang lebih luas,
terutama peringatan kepada orang-orang keturunan Kitab. Ataupun kepada
“keturunan Kitab kalangan Muslim sendiri” yang sepatutnya mengerti Al-Quran dan
Hadis: “Bagi Allahlah Kerajaan langit dan bumi. Allah Maha Kuasa atas tiap-tiap
sesuatu.”(ayat 189).
Di pandang
sepintas lalu seakan-akan tidak ada hubungan ayat-ayat ini dengan ayat-ayat
yang sebelumnya, padahal ini adalah kuncinya. Apabila orang muslim telah ingat
akan kebesaran Allah, Yang Maha Kuasa mutlak atas seluruh kerajaan langit dan
bumi, tidaklah lagi mereka akan menjual kebenaran Allah dengan harga yang
sedikit, tidaklah lagi mereka membeli kekufuran dengan menjual iman sebagai
harganya, Tidaklah bagi mereka akan berkejar-kejar mencari pujian duniawi yang
palsu, lalu mengkhianati tugas yang di pikul di atas pundaknya sebagai penjaga
agama Allah. Dan ayat inipun sebagai peringatan halus kepada setiap pejuang
keadilan dan kebenaran di atas dunia fana ini, bahwa yang menjadi tujuan
hidupnya, ialah menegakkan ridha Allah. Adapun segala kemegahan dunia fana yang
dikejar-kejar, karena ingin piji-pujian, baik atas perkara yang benar-benar di
kerjakan atau yang sama sekali tidak pernah di kerjakan. Setelah Allah menunjuk orang-orang Munafik dan
Yahudi yang suka sekali di puji dalam hal yang tidak pernah mereka kerjakan,
maka di ambil pula hal yang demikian jadi I’tibar bagi ummat Muhammad s.a.w
sendiri, Pada penutupnya Allah memberi peringatan kepada segala insan yang
terpedaya dengan tipuan hidup di dunia. Orang berkejar mendekatinya, namun
kerajaan yang sejati ialah kerajaan Allah yang meliputi segenap langit dan
bumi.
D.
Tafsir
Oleh, Ibnu Katsir 189. (Milik Allahlah kerajaan
langit dan bumi) maksudnya perbendaharaan hujan, rezeki, tumbuh-tumbuhan dan
lain-lain (dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu) di antaranya menyiksa
orang-orang kafir dan membebaskan orang-orang beriman.
E.
Hikmah-hikmahnya
Adapun hikmah yang dapat kita petik dari ayat
tersebut adalah sebagai berikut:
1.
Pada
Hakikatnya, pujian itu hanya untuk Allah
SWT. Mengapa demikian? Karena Allahlah yang memiliki segalanya. Apa yang ada di langit, di bumi
dan juga apa yang ada di antara keduanya. Termasuk diri kita. Pada hakikatnya,
kita tak memiliki diri kita sendiri. Apabila Allah menginginkan kita lenyap di
dunia ini, maka keinginan itu tak akan ada yang menghalangi. Maka sepantasnya,
hanya kepadaNya lah kita serahkan segala perkara kita.
2.
Kita harus memiliki tahuid
rububiyyah. Yaitu mengakui bahwa hanya Allahlah yang menciptakan langit dan
bumi. Hanya Allah lah yang bisa mengurusi semua perkara di dalamnya. Dia tak
pernah lelah ataupun bosan mengurusi semua makhlukNya.
3.
Janganlah kita takut
kepada selain Allah. sifat seorang mukmin adalah selalu optimis terhadap segala
harapannya. Dengan tetap menyandarkannya hanya kepada Allah setelah berdoa dan
berusaha semaksimal mungkin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar