Kamis, 09 Februari 2017

Asuransi

A.                 Pengertian Asuransi
Asuransi adalah istilah yang digunakan untuk merujuk pada tindakan, sistem, atau bisnis di mana perlindungan finansial (atau ganti rugi secara finansial) untuk jiwa, properti, kesehatan dan lain sebagainya mendapatkan penggantian dari kejadian-kejadian yang tidak dapat diduga yang dapat terjadi seperti kematian, kehilangan, kerusakan atau sakit, di mana melibatkan pembayaran premi secara teratur dalam jangka waktu tertentu sebagai ganti polis yang menjamin perlindungan tersebut. Istilah "diasuransikan" biasanya merujuk pada segala sesuatu yang mendapatkan perlindungan. Atau dengan kata lain, Asuransi adalah salah satu bentuk pengendalian resiko yang dilakukan dengan cara mengalihkan/transfer resiko dari satu pihak ke pihak lain dalam hal ini adalah perusahaan asuransi. Berikut ini merupakan pendefinisian asuransi yang didasarkan pada literature yang ada:
1.      Asuransi dalam Undang-Undang No. 2 Th 1992 tentang usaha perasuransian adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan atau tanggung jawab hukum pihak ke tiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan. Badan yang menyalurkan risiko disebut "tertanggung", dan badan yang menerima risiko disebut "penanggung". Perjanjian antara kedua badan ini disebut kebijakan: ini adalah sebuah kontrak legal yang menjelaskan setiap istilah dan kondisi yang dilindungi. Biaya yang dibayar oleh "tertanggung" kepada "penanggung" untuk risiko yang ditanggung disebut "premi". Ini biasanya ditentukan oleh "penanggung" untuk dana yang bisa diklaim di masa depan, biaya administratif, dan keuntungan.
2.      Menurut Pasal 1774 KUH Perdata, “Suatu persetujuan untung–untungan (kans-overeenkomst) adalah suatu perbuatan yang hasilnya, mengenai untung ruginya, baik bagi semua pihak maupun bagi sementara pihak, bergantung kepada suatu kejadian yang belum tentu”.
3.      Menurut Prof. Mehr dan Cammack : Asuransi merupakan suatu alat untuk mengurangi resiko keuangan, dengan cara pengumpulan unit-unit exposure dalam jumlah yang memadai, untuk membuat agar kerugian individu dapat diperkirakan. Kemudian kerugian yang dapat diramalkan itu dipikul merata oleh mereka yang tergabung.
4.      Menurut Prof. Mark R. Green: Asuransi adalah suatu lembaga ekonomi yang bertujuan mengurangi risiko, dengan jalan mengkombinasikan dalam suatu pengelolaan sejumlah obyek yang cukup besar jumlahnya, sehingga kerugian tersebut secara menyeluruh dapat diramalkan dalam batas-batas tertentu.
5.      Menurut C.Arthur William Jr dan Richard M. Heins, yang mendefinisikan asuransi berdasarkan dua sudut pandang, yaitu: Asuransi adalah suatu pengaman terhadap kerugian finansial yang dilakukan oleh seorang penanggung dan asuransi adalah suatu persetujuan dengan mana dua atau lebih orang atau badan mengumpulkan dana untuk menanggulangi kerugian finansial.
Berdasarkan definisi tersebut di atas maka asuransi merupakan suatu bentuk perjanjian dimana harus dipenuhi syarat sebagaimana dalam Pasal 1320 KUH Perdata, namun dengan karakteristik bahwa asuransi adalah persetujuan yang bersifat untung-untungan sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1774 KUH Perdata. Beberapa hal penting mengenai asuransi:
  1. Merupakan suatu perjanjian yang harus memenuhi Pasal 1320 KUH Perdata;
  2. Perjanjian tersebut bersifat adhesif artinya isi perjanjian tersebut sudah ditentukan oleh Perusahaan Asuransi (kontrak standar). Namun demikian, hal ini tidak sejalan dengan ketentuan dalam Undang-undang No.8 tahun 1999 tertanggal 20 April 1999 tentang Perlindungan Konsumen
  3. Terdapat 2 (dua) pihak di dalamnya yaitu Penanggung dan Tertanggung, namun dapat juga diperjanjikan bahwa Tertanggung berbeda pihak dengan yang akan menerima tanggungan. Penanggung menggunakan ilmu aktuaria untuk menghitung risiko yang mereka perkirakan. Ilmu aktuaria menggunakan matematika, terutama statistika dan probabilitas, yang dapat digunakan untuk melindungi risiko untuk memperkirakan klaim di kemudian hari dengan ketepatan yang dapat diandalkan. Contohnya, banyak orang membeli kebijakan asuransi kepemilikan rumah dan kemudian mereka membayar premi kepada perusahaan asuransi. Bila kehilangan yang dilindungi terjadi, penanggung harus membayar klaim. Bagi beberapa tertanggung, keuntungan asuransi yang mereka terima jauh lebih besar dari uang yang mereka telah bayarkan kepada penanggung. Lainnya mungkin tidak membuat klaim. Kalau dirata-ratakan dari seluruh kebijakan yang dijual, total klaim yang dibayar keluar lebih rendah dibanding total premi yang dibayar kepada tertanggung, dengan perbedaannya adalah biaya dan keuntungan.
  4. Adanya premi sebagai yang merupakan bukti bahwa Tertanggung setuju untuk diadakan perjanjian asuransi;
  5. Adanya perjanjian asuransi mengakibatkan kedua belah pihak terikat untuk melaksanakan kewajibannya.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur yang harus ada pada Asuransi mencakup: Subyek hukum (penanggung dan tertanggung); Persetujuan bebas antara penanggung dan tertanggung; Benda asuransi dan kepentingan tertanggung; Tujuan yang ingin dicapai; Resiko dan premi; Evenemen (peristiwa yang tidak pasti) dan ganti kerugian; Syarat-syarat yang berlaku dan Polis asuransi.
B.                 Fungsi Asuransi
1.      Pengalihan Risiko Tertanggung mengadakan asuransi dengan tujuan mengalihkan risiko yang mengancam harta kekayaan atau jiwanya. Dengan membayar sejumlah premi kepada perusahaan asuransi (penanggung), sejak itu pula risiko beralih kepada penanggung.
2.      Pembayaran Ganti Kerugian Jika suatu ketika sungguh–sungguh terjadi peristiwa yang menimbulkan kerugian (risiko berubah menjadi kerugian), maka kepada tertanggung akan dibayarkan ganti kerugian yang besarnya seimbang dengan jumlah asuransinya. Dalam prakteknya kerugian yang timbul itu dapat bersifat sebagian (partial loss), tidak semuanya berupa kerugian total (total loss). Dengan demikian, tertanggung mengadakan asuransi bertujuan untuk memperoleh pembayaran ganti kerugian yang sungguh–sungguh diderita. Dalam pembayaran ganti kerugian oleh perusahaan asuransi berlaku prinsip subrogasi (diatur dalam pasal 1400 KUH Per) dimana penggantian hak si berpiutang (tertanggung) oleh seorang pihak ketiga (penanggung/pihak asuransi) – yang membayar kepada si berpiutang (nilai klaim asuransi) – terjadi baik karena persetujuan maupun karena undang-undang.
3.      Penghimpun Dana Sebagai penghimpun dana dari masyarakat (pemegang polis) yang akan dibayarkan kepada mereka yang mengalami musibah, dana yang dihimpun tersebut berupa premi atau biaya ber- asuransi yang dibayar oleh tertanggung kepada penanggung, dikelola sedemikian rupa sehingga dana tersebut berkemang, yang kelak akan akan dipergunakan untuk membayar kerugian yang mungkin akan diderita salah seorang tertanggung.
4.      Premi Seimbang Untuk mengatur sedemikian rupa sehingga pembayaran premi yang dilakukan oleh masing – masing tertanggung adalah seimbang dan wajar dibandingkan dengan resiko yang dialihkannya kepada penanggung (equitable premium). Dan besar kecilnya premi yang harus dibayarkan tertanggung dihitung berdasarkan suatu tarip premi (rate of premium) dikalikan dengan Nilai Pertanggungan.
C.                 Prinsip-Prinsip Dasar Asuransi
            Didalam asuransi terdapat prinsip-prinsip dasar yang menjadi landasan bagi para pihak dari tahap pembuatan perjanjian asuransi sampai dengan pemberian ganti rugi, yaitu :
1.      Prinsip kepentingan yang dapat diasuransikan atau dipertanggungkan (Insurable interest). Prinsip ini mengandung pengertian bahwa agar suatu perjanjian asuransi bisa dilaksanakan, maka objek yang diasuransikan haruslah suatu kepentingan yang dapat diasuransikan, yaitu kepentingan yang dapat dinilai dengan uang. Syarat yang perlu dipenuhi agar memenuhi kriteria insurable interest:
a.      Kerugiaan tidak dapat diperkirakan. Risiko yang bisa diasuransikan berkaitan dengan kemungkinan terjadinya kerugian. Kemungkian tersebut tidak dapat diperkirakan terjadinya.
b.      Kewajaran. Risiko yang dipertanggungkan dalam asuransi adalah benda atau harta yang memiliki nilai material baik bagi tertanggung maupun bagi penanggung.
c.       Catastrophic. Risiko yang mungkin terjadi haruslah tidak akan menimbulkan suaatu kemungkinan rugi yang sangat besar, yaitu jika sebagian besar pertanggungan kemungkinan akan mengalami kerugian pada waktu yang bersamaan.
d.      Homogen. Untuk memenuhi syarat dapat diasuransikan, barang atau harta yang akan dipertanggungkan harus homogen, yang berarti banyak barang yang serupa atau sejenis.
2.      Prinsip keterbukaan (Utmost Good Faith), dalam prinsip ini mengandung arti bahwa penutupan asuransi baru disahkan jika didasari dengan itikad baik. Kewajiban dari kedua belah pihak untuk mengungkapkan fakta disebut duty of disclosure. Faktor-faktor yang melanggar prinsip duty of disclosure adalah:
a.      Nondisclosure, adanya data-data penting yang tidak diungkapkan sehingga menyalahi utmost good faith.
b.      Concealment, secara sengaja melakukan kebohongan dan tidak mengungkapkan fakta penting.
c.       Fraudulent misrepresentation, sengaja memberikan gambaran yang tidak cocok dengan kondisi riil.
d.      Innocent misrepresentation, secara tidak sengaja memberikan gambaran yang salah yang memiliki pengaruh besar dalam proses asuransi.
Dengan demikian kedua belah pihak harus menjelaskan dan menerangkan fakta-fakta yang berkaitan dengan objek yang diasuransikan tersebut seperti menjelaskan risiko-risiko yang dijamin maupun yang dikecualikan, segala persyaratan dan kondisi pertanggungan secara jelas serta teliti oleh penanggung.
3.      Prinsip indemnity. Adalah suatu mekanisme dimana penanggung menyediakan kompensasi finansial dalam upayanya menempatkan tertanggung dalam posisi keuangan yang ia miliki sesaat sebelum terjadinya kerugian (KUHD pasal 252, 253 dan dipertegas dalam pasal 278). Menurut prinsip ini bahwa yang menjadi dasar penggantian dari penanggung kepada tertanggung adalah sebesar kerugian yang sesungguhnya diderita oleh tertanggung (seimbang antara kerugian yang betul-betul diderita oleh tertanggung dengan jumlah ganti rugi yang ia terima). Prinsip indemnity tidak dapat dilaksanakan dalam asuransi kecelakaan dan kematian. Dalam kedua jenis asuransi tersebut pihak penanggung tidak dapat mengganti nyawa yang hilang atau anggota tubuh yang cacat/hilang, karena indemnity berkaitan dengan ganti rugi finansial. Indemnity ini dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu: pembayaran tunai, penggantian, perbaikan, dan pembangunan kembali.
4.      Proximate Cause (Kausa Proksimal) adalah suatu penyebab aktif, efisien yang mengakibatkan terjadinya suatu peristiwa secara berantai atau berurutan tanpa intervensi suatu ketentuan lain, diawali dan bekerja dengan aktif dari suatu sumber baru dan independen. Apabila kepentingan yang diasuransikan mengalami musibah atau kecelakaan, maka pertama-tama dicari sebab-sebab yang aktif dan efisien yang menggerakkan suatu rangkaian peristiwa tanpa terputus sehingga pada akhirnya terjadilah musibah atau kecelakaan tersebut. Suatu prinsip yang digunakan untuk mencari penyebab kerugian yang aktif dan efisien adalah: "Unbroken Chain of Events" yaitu suatu rangkaian mata rantai peristiwa yang tidak terputus. Sebagai contoh, kasus klaim kecelakaan diri sebagai berikut:
a.      Seseorang mengendarai kendaraannya di jalan tol dengan kecepatan tinggi sehingga mobil tidak terkendali dan terbalik;
b.      Korban luka parah dan dibawa ke rumah sakit;
c.       Tidak lama kemudian korban meninggal dunia.
Dari peristiwa tersebut diketahui bahwa kausa proksimalnya adalah korban mengendarai kendaraan dengan kecepatan tinggi sehingga mobil tidak terkendali dan terbalik. Melalui kausa proksimal akan dapat diketahui apakah penyebab terjadinya musibah atau kecelakaan tersebut dijamin dalam kondisi polis asuransi atau tidak.
5.      Prinsip subrogasi untuk kepentingan penanggung. Dalam prinsip ini mengandung arti bahwa apabila pihak tertanggung telah mendapatkan ganti rugi atas dasar prinsip indemnity, maka ia tidak berhak lagi memperoleh ganti rugi dari pihak lain, walaupun ada pihak lain yang bertanggung jawab pula atas kerugian yang dideritanya. Pada umumnya, seseorang yang menyebabkan suatu kerugian bertanggung jawab atas kerusakan/kerugian itu. Dalam hubungannya dengan asuransi, pihak penanggung mengambil alih hak menagih ganti kerugian pada pihak yang menyebabkan kerugian setelah penanggung melunasi kewajibannya pada tertanggung.  Dengan kata lain, apabila tertanggung mengalami kerugian akibat kelalaian atau kesalahan pihak ketiga maka penanggung setelah memberikan ganti rugi kepada tertanggung akan menggantikan kedudukan tertanggung dalam mengajukan tuntutan kepada pihak ketiga tersebut. Hak subrogasi dibatasi sampai jumlah kerugian yang dibayarkan oleh penanggung kepada pihak tertanggung. Itu berarti, jika jumlah yang harus dibayar pihak ketiga misalnya Rp.1.000.000,- sedangkan pembayaran asuransi hanya Rp.600.000,-. Sebagai ilustrasi akan kita pakai asuransi mobil. Pada peristiwa tabrakan mobil, pertama penanggung mengambil alih hak subrogasi, lalu menuntut pembayaran dari pengendara lain yang terlibat dalam kasus itu.
6.      Contribution Adalah hak penanggung untuk mengajak penanggung lainnya yang sama-sama menanggung, tetapi tidak harus sama kewajibannya terhadap tertanggung untuk ikut memberikan indemnity. Anda dapat saja mengasuransikan harta benda yang sama pada beberapa perusahaan asuransi. Namun bila terjadi kerugian atas obyek yang diasuransikan maka secara otomatis berlaku prinsip kontribusi.
D.                 Jenis dan Penggolongan Asuransi
1.      Pembagian Jenis Asuransi dan bagian-bagiannya oleh Wikipedia.com
b.      Jenis Asuransi Jiwa terdiri atas: (asuransi) Jiwa hipotek; Jiwa permanen; Jiwa berjangka; Jiwa universal, Jiwa universal variabel dan asuransi Jiwa penuh.
d.      Jenis Asuransi tempat tinggal terdiri atas: (asuransi) Konten, Gempa bumi, Banjir, Asuransi rumah, Lahan, Hipotek pemberi pinjaman, Hipotek, Properti, Penyewa dan Gelar
e.       Jenis Asuransi Transportasi atau Komunikasi terdiri atas: (asuransi) Penerbangan, Komputer, Auto publik, Laut, Satelit, Pelayaran, Perjalanan dan Kendaraan
2.      Dilihat dari segi fungsinya, Menurut UU no. 2 tahun 1992 tentang usaha perasuransian, jenis usaha perasuransian dibagi menjadi beberapa jenis :
a.      Asuransi kerugian (non life insurance) Jenis asuransi kerugian seperti yang terdapat dalam Undang – Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Asuransi menjelaskan bahwa asuransi kerugian menjalankan usaha memberikan jasa untuk menanggunglangi suatu risiko atas kerugian, kehilangan manfaat dan tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga dari suatu peristiwa yang tidak pasti. Jenis asuransi ini tidak diperkenankan melakukan usaha di luar asuransi kerugian dan reasusansi. Kemudian yang termasuk dalam asuransi kerugian adalah sebagai berikut :
1.      Asuransi kebakaran adalah asuransi yang diakibatkan karena kejadian yang tidak disengaja, misalnya : petir, ledakan, dan kejatuhan pesawat.
2.      Asuransi pengangkutan adalah asuransi pengangkutan (marine insurance) penanggung atau perusahaan asuransi akan menjamin kerugian yang dialami tertanggung akibat terjadinya kehilangan atau kerusakan pada saat pelayaran.
3.      Asuransi aneka adalah jenis asuransi kerugian yang tidak dapat digolongkan ke dalam asuransi kebakaran dan asuransi pengangkutan. Jenisnya antara lain : asuransi kendaraan bermotor, asuransi kecelakaan diri, pencurian uang dalam pengangkutan dan penyimpanan, kecurangan dan sebagainya.
b.      Asuransi jiwa (life insurance) Asuransi jiwa merupakan perusahaan asuransi yang dikaitkan dengan penanggulangan atau meninggalnya seseorang yang dipertanggungkan. Jenis – jenis asuransi jiwa adalah :
1.      Asuransi berjangka (Term insurance)
2.      Asuransi Tabungan (Endowment insurance)
3.      Asuransi seumur hidup (Whole life insurance)
4.      Anuity contrak insurance (Anuitas)
         Asuransi jiwa memberikan : Dukungan bagi pihak yang selamat dari suatu kecelakaan; Santunan bagi tertanggung yang meninggal; Bantuan untuk menghindari kerugian yang disebabkan oleh meninggalnya orang kunci dan Penghimpun dana untuk persiapan pensiun. Adapun ruang lingkup usaha asuransi jiwa dapat digolongkan menjadi tiga yaitu :
1.      Asuransi jiwa biasa (ordinary life insurance). Biasanya polis asuransi jiwa ini diterbitkan dalam suatu nilai tertentu dengan premi yang dibayar secara periodic (bulanan, triwulan, semesteran, dan tahunan).
2.       Asuransi jiwa kelompok (group life insurance). Asuransi jiwa yang biasanya dikeluarkan tanpa ada pemeriksaan medis atas suatu kelompok orang dibawah satu polis induk di mana masing - masing anggota kelompok menerima sertifikat partisipasi.
3.      Asuransi Jiwa industrial  (industrial life insurance). Dalam jenis asuransi ini dibuat dengan jumlah nominal tertentu. Premi umumnya dibayar mingguan yang dibayarkan di rumah pemilik polis kepada agen yang isebut debit agent.
c.       Reasuransi (reinsurance) Merupakan perusahaan yang memberikan jasa asuransi dalam pertanggungan ulang terhadap risiko yang dihadapi oleh perusahaan asuransi kerugian. Jenis asuransi ini sering disebut asuransi dari asuransi dan asuransi ini digolongkan ke dalam :
1.      bentuk treaty
2.      bentuk facultative
3.      kombinasi dari keduanya
         Pertanggungan ulang atau pertanggungan yang dipertanggungkan dari asuransi. Reasuransi sebagai sistem penyebaran risiko dimana penaggung menyebarkan seluruh atau sebagian dari pertanggungan yang dututupnya kepada penaggung yang lain.  Pihak tertanggung disebut ceding company, dan penanggung adalah reasuradur. Dalam menjalankan usaha, ada kemungkinana perusahaan asuransi menanggung risiko yang lebih besar dari kemampuan financialnya. Untuk mengatasi penyebaran risiko, dilakukan dengan dua mekanisme, yaitu : koasuransi dan reasuransi. Koasuransi adalah pertangunggan yang dilakukan secara bersama atas suatu objek asuransi. Sedangkan Reasuransi adalah proses untuk mengasuransikan kembali pertanggung jawaban pada pihak tertanggung.
Berikut ini merupakan beberapa Fungsi Reasuransi
1.      Meningkatkan kapasitas akseptasi. Penanggung dapat meningkatkan akseptasi sehingga pemasukan asuransi bisa memperbesar jumlah nilai pertanggungan.
2.      Alat penyebaran risiko. Dengan adanya mekanisme ini, akan tertanggulangi adanya kemungkinan dalam jumlah yang sangat besar.
3.      Meningkatkan stabilitas usaha. Dengan penyebaran risiko ke perusahaan asuransi lain, maka kekhawatiran akan adanya kegagalan usaha semakin kecil.
4.      Meningkatkan kepercayaan. Reasuransi menambah keprcayaan bagi tertanggung karena kemungkinan risiko yang dialami mendapat jaminan dari perusahaan asuransi.
Reasuransi dapat dilakukan dengan berbagai cara :
1.      Treaty and facultative reinsurance Dalam model ini, reasuradur memberikan sejumlah pertangunggan yang diinginkan dengan perjanjian kontrak dan reasuradur harus menerima jumlah yang ditawarkan.
2.      Reasuransi Proposional Pembagian risiko antara ceding company dengan reasuradur dilakukan secara proporsional berdasarkan jumlah retensi yang telah ditetapkan. Retensi adalah jumlah maksimum risiko yang ditahan atau ditanggung oleh ceding company.
3.      Reasuransi Non Proporsional Bentuk ini memberikan kemungkinan bagi reasuraur untuk tidak membayar klaim atau membayar klaim terbatas jumlah yang ada dalam treaty. Treaty dalam mekanisme reasuransi adalah pertanggungan yang dilakukan berdasarkan ketentuan-ketentuan dan syarat-syarat yang dituangkan dalam suatu perjanjian antara ceding company dan reasuradur, yang mana reasuradur mengikatkan diri untuk menerima setiap penutupan yang diberikan oleh ceding company.
3.      Dilihat dari segi kepemilikannya Dalam hal ini yang dilihat adalah siapa pemilik dari perusahaan asuransi tersebut, baik asuransi kerugian, asutansi jiwa atau pun reasuransi.
a.      Asuransi milik pemerintah Yaitu asuransi yang sahamnya dimiliki sebagian besar atau bahkan 100% oleh pemerintah Indonesia.
b.      Asuransi milik swasta nasional Asuransi ini kepemilikan sahamnya sepenuhnya dimiliki oleh swasta nasional sehingga siapa yang paling banyak memiliki saham maka memiliki suata terbanyak dalam Rapat Umum Pemegan Saham (RUPS).
c.       Asuransi milik perusahaan asing. Perusahaan arusansi jenis ini biasanya beroperasi di Indonesia hanya merupakan cabang dari negara lain dan jelas kepemilikannya pun dimiliki 100% oleh pihak asing.
d.      Asuransi milik campuran Merupakan jenis asuransi yang sahamnya dimiliki campuran antara stasta nasional dengan pihak asing.
4.      Penggolongan Asuransi Menurut sifat pelaksanaannya, terbagi atas:
a.      Asuransi sukarela Pertanggungan dilakukan dengan cara sukarela, dan semata –mata dilakukan atas kesadaran seseorang akan kemungkinan terjadinya resiko kerugian atas sesuatu yang dipertanggungkan tersebut, missal : asuransi kecelakaan, asuransi kebakaran, asuransi kendaraan bermotor dan sebagainya.
b.      Asuransi wajib Merupakan asuransi yang sifatnya wajib dilakukan oleh pihak - pihak terkait yang pelaksanaannya dilakukan berdasarkan ketentuan perundangan -undangan yang ditetapkan oleh pemerintah, misalnya : asuransi tenaga kerja, asuransi kecelakaan dan sebagainya.
5.      Usaha Penunjang Asuransi
a.       Pialang Asuransi Usaha yang memberikan jasa keperantaraan dalam penutupan asuransi dan penanganan penyelesaian ganti rugi asuransi dengan bertindak untuk kepentingan tertanggung.
b.      Pialang Reasuransi Usaha yang memberikan jasa keperantaraan dalam penempatan reasuransi dan penanganan penyelesaian ganti rugi reasuransi, dewan bertindak untuk kepentingan perusahaan asuransi.
c.       Penilai Kerugian Asuransi Usaha yang memberikan jasa penilaian terhadap kerugian pada objek asuransi yanag dipertanggungkan.
d.      Konsultan Aktuaria Usaha yang memberikan jasa konsultan aktuaria.
e.       Agen Asuransi Pihak yang memberikan jasa keperantaraan dalam rangka pemasaran jasa asuransi untuk dan atas nama penanggung.
E.                 Peraturan Perasuransian di Indonesia
Peraturan perundangan yang digunakan sebagai dasar acuan pembinaan dan pengawasan atas usaha pengasuransian di Indonesia saat ini adalah :
1.      UU No.2 Tahun 1992, tentang usaha pengasuransian
2.      PP  No.73 Tahun 1992, tentang usaha pengasuransian
3.      Keputusan Menteri Keuangan antara lain :
a.       Nomor 223/KMK.017/1993 tanggal 26 Februari 1993 tentang Perizinan Perusahaan Asuransi dan Reasuransi.
b.      No.224/KNE.017/1993 tanggal 26 Februari 1993 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi atau Reasuransi
c.       -No.225/KMK.017/1993 tanggal 26 Februari 1993 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Asuransi atau Reasuransi.
d.      No.226/CMK.017/1993 tanggal 26 Februari 1993 tentang Perizinan dan Penyelenggaran Kegiatan Usaha Perusahaan penunjang Usaha Asuransi.
F.                  Dokumen-Dokumen Terkait Dalam Asuransi
1.      Kwitansi Premi adalah tanda bukti pembayaran premi dari pihak tertanggung kepada pihak penanggung. Premi sendiri adalah sejumlah uang yang dibayar tertanggung kepada penanggung untuk mengikat penanggung membayar ganti rugi atas terjadinya risiko. Mengenai premi ini, undang-undang mengatur bahwa apabila premi tidak dibayar , maka pertanggungan tidak ada. Tarif premi yang berlaku di Indonesia dapat dibedakan atas :
a.       Tarif premi asuransi berdasarkan buku tarif , artinya tarif-tarif premi asuransi yang ditetapkan dan dikeluarkan oleh Dewan Asuransi Indonesia (DAI) yang sewaktu-waktu dapat berubah. Tarif ini berlaku bagi semua anggota maskapai-maskapai asuransi .Terhadap penyimpangan tarif, dapat dikenakan sanksi.
b.      Tarif premi asuransi yang ditetapkan oleh maskapai asuransi sendiri , biasa disebut dengan istilah nontarif.
c.       Tarif biasanya ditetapkan dalam persentase (%) atau permil (%.)
      Tarif Jangka Waktu Premi
a.      Tarif Jangka Pendek (Short Period) Premi asuransi diperhitungkan untuk jangka waktu satu tahun dengan pembayaran di muka . Tarif jangka pendek biasa diberlakukan juga dalam hal pembayaran premi secara angsuran / cicilan, pada polis dilekatkan klausul pembayaran premi angsuran.
b.      Tarif Jangka Panjang (Long Period) Diperkenankan menutup pertanggungan jangka panjang dengan membayar premi sekaligus di muka.
Penutupan Ketentuan Jangka waktu  Pembayaran Premi. Maksud penetapan ketentuan jangka waktu premi adalah memberi kesempatan untuk menagih premi kepada customer yang bersangkutan dan agar tidak terjadi outstandaing premi karena setelah lewat waktu pertanggungan menjadi batal.
2.      Polis asuransi adalah Bukti tertulis atau surat perjanjian antara pihak-pihak yang mengadakan perjanjian. Biasanya perusahaan-perusahaan besar membuat formulir polis menurut kepentingan dan standar yang dibutuhkannya. Didalam polis terdapat syarat-syarat atau klausula-klausula yang ditentukan oleh pihak penanggung. Namun, semua  isi polis untuk semua asuransi yang ditetapkan dalam pasal 256 KUHD memuat hal-hal sebagai berikut :
a.      Hari dan tanggal diadakan pertanggungan.
b.      Nama yang mengadakan pertanggungan untuk tanggungan sendiri atau tanggungan pihak ketiga.
c.       Uraian yang cukup jelas mengenai benda yang diasuransikan
d.      Bahaya-bahaya yang ditanggung oleh penanggung.
e.       Waktu di mana bahaya mulai berjalan dan berakhir untuk tanggungan penanggung.
f.        Premi tanggungan.
g.      Keadaan dari benda-benda yang dipertanggungkan, yang perlu diketahui oleh penanggung dan semua syarat yang diadakan di antara kedua belah pihak.
3.      Surat kuasa khusus adalah Surat yang ditujukan pemberi kuasa untuk penerima kuasa untuk menarik dana polis asuransi, mengubah atau memperpanjang  polis asuransi atas nama pemberi kuasa secara penuh.
G.                Resiko Ketidakpastian Dan Solusi
Secara umum, risiko adalah kemungkinan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan yang menimbulkan kerugian. Risiko dalam industri perasuransian diartikan sebagai ketidakpastian dari kerugian finansial atau kemungkinan terjadinya kerugian. Berikut ini adalah jenis-jenis risiko:
1.      Risiko murni Adalah risiko yang apabila benar-benar terjadi, akan memberikan kerugian dan apabila tidak terjadi, tidak akan menimbulkan kerugian dan tidak juga memberikan keuntungan.
2.      Risiko spekulatif Adalah risiko yang berkaitang dengan terjadinya dua kemungkinan, yaitu kemungkinan untuk mendapatkan keuntungan dam kemungkinan untuk mendapat kerugian.
3.      Risiko individu Adalah risiko yang kemungkinan dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Risiko individu ini masih dipilah menjadi 3 jenis :
a.       Risiko pribadi (personal risk) adalah risiko yang mempengaruhi kemampuan seseorang untuk memperoleh manfaat ekonomi. Atau dengan kata lain risiko ini berfungsi untuk menanggung dirinya sendiri atau orang yang ia asuransikan.
b.      Risiko harta (property risk) Adalah risiko yang ditanggungkan atas harta yang dimilikinya rusak, hilang atau dicuri. Dengan kerusakan atau kehilangan tersebut, pemilik akan kehilangan kesempatan ekonomi yang diperoleh dari harta yang dimilikinya.
c.       Risiko tanggung gugat (liability risk) Risiko yang mungkin kita alami atau derita sebagai tanggung jawab akibat kerugian atau lukanya pihak lain. Misalkan, pemberian asuransi oleh mandor bangunan kepada para pekerjanya.
Risiko yang dihadapi perlu ditangani dengan baik untuk mempertimbangkan kehidupan perekonomian di masa mendatang. Dalam menangani risiko tersebut minimal ada lima cara yang dapat dilakukan, antara lain:
1.      Menghindari risiko (risk avoidance) Dapat dilaksanakan dengan cara mempertimbangkan risiko yang mungkin timbul sebelum kita melakukan aktivitas-aktivitas. Setelah mengetahui risiko yang mungkin timbul kit bisa menetukan apakah aktivitas tersebut bisa kita lanjutkan atau kita hentikan.
2.      Mengurangi risiko (risk reduction) Tindakan ini hanya bersifat meminimalisasi risiko yang mungkin terjadi.
3.      Menahan risiko (risk retention) Berarti kita tidak melakukan aktivitas apa-apa terhadap risiko tersebut. Risiko tersebut dapat ditahan karena secara ekonomis biasanya melibatkan jumlah yang kecil. Bahkan kadang-kadang orang tidak sadar akan usaha menahan risiko ini.
4.      Membagi risiko (risk sharing) Tindakan ini melibatkan orang lain untuk sama-sama menghadapi risiko.
5.      Mentransfer risiko (risk transferring) Berarti memindahkan risiko kerugian kepada pihak lain yang bersedia serta mampu memikul beban risiko.
H.                Keuntungan Asuransi Untuk Kedua Belah Pihak
            Keuntungan dari usaha asuransi untuk masing – masing pihak adalah sebagai berikut.
1. Bagi nasabah Masyarakat yang menolak konsep asuransi, biasanya disebabkan karena kurangnya pengetahuan mereka pada keuntungan asuransi. Selain itu, ada sebuah stigma tradisional yang menyebabkan seseorang sudah merasa apriori pada kata asuransi. Beberapa stigma negatif seperti telah disebutkan sebelumnya semakin diyakini sebagai sebuah kebenaran ketika pihak perusahaan asuransi sendiri misalnya tidak memberikan edukasi secara jelas dan tepat. Terlepas dari itu semua, beberapa keuntungan asuransi yang bisa didapatkan seseorang ketika menjadi nasabah perusahaan asuransi antara lain :
a.       Memberikan rasa aman dan ketenangan hidup.
b.      Merupakan simpanan yang pada saat jatuh tempo dapat ditarik kembali.
c.       Terhindar dari risiko kerugian atau kehilangan.
d.      Memperoleh penghasilan di masa yang akan datang.
e.       Memperoleh penggantian akibat kerusakan atau kehilangan.
f.       Menjadikan seseorang bisa lebih tertib dalam mengatur keuangan mereka
g.       Memudahkan urusan.
2. Bagi perusahaan asuransi
a.       Keuntungan dari premi yang diberikan ke nasabah.
b.      Keuntungan dari hasil penyertaan modal di perusahaan lain.
c.       Keuntungan dari hasil bunga dari investasi di surat – surat berharga.
I.                   Batalnya Asuransi
Suatu   pertanggungan atau asuransi karena pada hakekatnya adalah merupakan suatu perjanjian maka ia dapat pula diancam dengan resiko batal atau dapat dibatalkan apabila tidak memenuhi syarat syahnya perjanjian sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Selain itu KUHD mengatur tentang ancaman batal apabila dalam perjanjian asuransi:
  1. Memuat keterangan yang keliru atau tidak benar atau bila tertanggung tidak memberitahukan hal-hal yang diketahuinya sehingga apabila hal itu disampaikan kepada penanggung akan berakibat tidak ditutupnya perjanjian asuransi tersebut (Pasal 251 KUHD);
  2. Memuat suatu kerugian yang sudah ada sebelum perjanjian asuransi ditandatangani (Pasal 269 KUHD);
  3. memuat ketentuan bahwa tertanggung dengan pemberitahuan melalui  pengadilan membebaskan si penanggung dari segala kewajibannya yang akan datang (Pasal 272 KUHD);
  4. Terdapat suatu akalan cerdik, penipuan, atau kecurangan si tertanggung (Pasal 282 KUHD);
  5. Apabila obyek pertanggungan menurut peraturan perundang-undangan tidak boleh diperdagangkan dan atas sebuah kapal baik kapal Indonesia atau kapal asing yang digunakan untuk mengangkut obyek pertanggungan menurut peraturan perundang-undangan tidak boleh diperdagangkan (Pasal 599 KUHD).
J.                  Sanksi-sanksi
Terhadap pelanggaran ketentuan yang dilakukan Penanggung dan Tetanggung dapat dikenakan sanksi berupa:
1.      Sanksi Administratif Setiap Perusahaan Perasuransian yang tidak memenuhi ketentuan dalam Peraturan Pemerintah No.73 tahun 1992 tertanggal 30 Oktober 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian (“PP No.73/1992”) serta peraturan pelaksanaannya yang berkenaan dengan:
a.    Perizinan usaha;
b.   Kesehatan keuangan;
c.    Penyelenggaraan usaha;
d.   Penyampaian laporan;
e.    Pengumuman neraca dan perhitungan laba rugi atau tentang pemeriksaan langsung;
f.    dikenakan sanksi peringatan, sanksi pembatasan kegiatan usaha dan sanksi pencabutan izin usaha (Pasal 37 PP No.73/1992).
     Tanpa mengurangi ketentuan Pasal 37, maka terhadap:
a.       Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Reasuransi yang tidak menyampaikan laporan keuangan tahunan dan laporan operasional tahunan dan atau tidak mengumumkan neraca dan perhitungan laba rugi, sesuai dengan jangka waktu yang ditetapkan, dikenakan denda administratif Rp. 1.000.000.000 (satu juta Rupiah) untuk setiap hari keterlambatan;
b.      Perusahaan Pialang Asuransi atau Perusahaan Pialang Reasuransi yang tidak menyampaikan laporan operasional tahunan sesuai dengan jangka waktu yang ditetapkan dikenakan denda administratif Rp. 500.000 (lima ratus ribu Rupiah) untuk setiap hari keterlambatan (Pasal 38 PP No.73/1992).
2.      Sanksi Pidana Sanksi pidana dikenakan pada kejahatan perasuransian yang diatur dalam Pasal 21 UU Asuransi, berikut ini:
a.      Terhadap pelaku utama Orang yang menjalankan atu menyuruh menjalankan usaha perasuransian tanpa izin usaha, menggelapkan premi asuransi, menggelapkan dengan cara mengalihkan, menjaminkan, dan atau mengagunkan tanpa hak kekayaan Perusahaan Asuransi Kerugian atau Perusahaan Asuransi Jiwa atau perusahaan Reasuransi, diancam dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp. 2.500.000.000 (dua milyar lima ratus juta Rupiah).
b.      Terhadap pelaku pembantu Orang yang menerima, menadah, membeli, atau mengagunkan atau menjal kembali kekayaan perusahaan hasil penggelapan dengan cara tersebut yang diketahuinya atau patut diketahuinya bahwa barang–barang tersebut adalah kekayaan Perusahaan Asuransi Kerugian atau Perusahaan Asuransi Jiwa atau Perusahaan Reasuransi, dianjam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 500.000.000 (lima ratus juta Rupiah).
c.       Terhadap pemalsu dokumen Orang yang secara sendiri–sendiri atau bersama–sama melakukan pemalsuan atas dokumen Perusahaan Asuransi Kerugian atau Perusahaan Asuransi Jiwa atau Perusahaan Reasuransi, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp. 250.000.000 (dua ratus lima puluh juta Rupiah).

Kepustakaan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1992
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang. 2010. Citra Umbara. Cetakan IV. Bandung.
Kasmir. 2012. Bank Dan Lembaga Keuangan Lainnya. PT Rajagrafinda Persada. Depok
Prodjodikoro, W. 1986. Hukum Asuransi Di Indonesia. PT. Intermasa
Mashudi, H., dan Moch. C. Ali (Alm). 1995. Hukum Asuransi. Cv. Mandar Maju.
Undang – Undang Usaha Perasuransian Jaminan Sosial Tenaga Kerja Perbankan 1992. Penerbit CV. Eko Jaya. Jakarta.  
Prof. Abdulkadir Muhammad, Muhammad, Abdulkadir. 1995. Hukum Asuransi Indonesia. PT. Citra Aditya Bakti. Bandung.
Rahman, H. 1999.  Aspek–Aspek Hukum Pemberian Kredit Perbankan di Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.

1 komentar:

Danau Tanralili ( Surga Di Kaki Gunung Bawakaraeng)

Sumb er: Dokum entasi Pribadi M e nd e ngar kata Gunung Bawakara e ng s e kilas akan t e rlintas angan t e ntang k e tinggian dan huta...