Minggu, 19 Februari 2017

Rasio Keuangan



Analisa laporan keuangan merupakan proses yang penuh pertimbangan dalam rangka membantu mengevalusi posisi keuangan dan hasil operasi perusahaan pada masa sekarang dan masa lalu, dengan tujuan untuk menentukan estimasi dan prediksi yang paling mungkin mengenai kondisi dan kinerja perusahaan pada masa mendatang. Analisa rasio mencakup mencakup perbandingan rasio antara suatu perusahaan dengan perusahaan lain dalam industri yang sama, perbandingan rasio suatu perusahaan antar waktu atau dengan periode fiskal yang lain, dan perbandingan rasio terhadap beberapa acuan yang baku. Analisis ini memberikan masukan terhadap derajat perbandingan dan relatif pentingnya pos-pos laporan keuangan dan dapat membantu dalam mengevaluasi efektifitas kebijakan operasi, investasi, pendanaan dan retensi laba yang diambil manajemen.
Variabel pembanding rasio mealiputi:
1.      Rasio rata-rata industri sejenis
2.      Rasio berdasarkan standar yang telah ditentukan sebelumnya
3.      Rasio historis
4.      Rasio berdasarkan perusahaan market leader atau kompetitor tertentu.
Kelompok analisis dalam rasio keuangan perusahaan
1.      Financial Ratio yang berdasarkan pada laporan neraca (Balance Sheet) seperti Rasio Likuiditas dan Rasio Leverage/ Solvabilitas
2.      Financial Operation Ratio yang berdasarkan rasio berdasarkan pada laporan R/L (income statement) seperti : Rasio Aktivitas (activity ratio), Rasio Profitabilitas (profitability ratio)             atau rasio rentabilitas dan Rasio Pasar (market ratio).
Menurut Harahap (2009:195), kegunaan analisis laporan keuangan ini dapat dikemukakan sebagai berikut:
1.      Dapat memberikan informasi yang lebih luas, lebih dalam daripada yang terdapat dari laporan keuangan biasa.
2.      Dapat menggali informasi yang tidak tampak secara kasat mata (explicit) dari suatu laporan keuangan atau yang berada di balik laporan keuangan (implicit).
3.      Dapat mengetahui kesalahan yang terkandung dalam laporan keuangan.
4.      Dapat membongkar hal-hal yang bersifat tidak konsisten dalam hubungannya dengan suatu laporan keuangan baik dikaitkan dengan komponen intern maupun kaitannya dengan informasi yang diperoleh dari luar perusahaan.
5.      Mengetahui sifat-sifat hubungan yang akhirnya dapat melahirkan model-model dan teori-teori yang terdapat di lapangan seperti untuk prediksi, peningkatan.
6.      Dapat memberikan informasi yang diinginkan oleh para pengambil keputusan. Dengan perkataan lain yang dimaksudkan dari suatu laporan keuangan merupakan tujuan analisis laporan keuangan juga antara lain: Dapat menilai prestasi perusahaan; Dapat memproyeksi laporan perusahaan ; Dapat menilai kondisi keuangan masa lalu dan masa sekarang dari  aspek waktu tertentu; Dapat menilai perkembangan dari waktu ke waktu dan Dapat menentukan peringkat (rating) perusahaan menurut kriteria tertentu yang sudah dikenal dalam dunia bisnis.
Rasio kurang berguna bila tidak bisa dibandingkan Membandingkan rasio dari waktu ke waktu , disebut sebagai analisa kecenderungan waktu (Time-trend analysis). Rasio ini digunakan untuk melihat bagaimana kinerja perusahaan berubah dari waktu ke waktu. Analisa ini bisa digunakan untuk keperluan internal maupun eksternal. Sedangkan bila rasio perusahaan dibandingkan dengan perusahaan sejenis atau satu industry, disebut analisa industry (Peer Group Analysis). Contoh : rasio keuangan PT Hyundai Indonesia dibandingkan dengan rasio industry otomotif. Adapun yang dimaksud dengan rasio industry adalah rata-rata rasio dari seluruh perusahaan yang berada dalam industry yang sama (misal : otomotif). Masalah potensial yang umunya dihadapi dalam melakukan analisa rasio laporan keuangan yakni;
1.      Tidak ada teori yang mendasari untuk mengetahui rasio mana yang paling relevan.
2.      Tolok ukur menemui kesulitan saat menghadapi perusahaan-perusahaan yang berbeda.
3.      Globalisai dan persaingan internasional membuat perbandingan rasio lebih sulit karena adanya perbedaan peraturan akuntansi.
4.      Terdapat kebijakan akuntansi seperti untuk persediaan : FIFO, average dll.
5.      Adanya perbedaan tahun fiskal.
6.      Adanya pos-pos (kejadian) istimewa (seperti : bencana alam dll)
Berikut Ini merupakan Rasio-rasio Keuangan yang sering digunakan oleh perusahaan-perusahaan dalam menganalisis laporan keuangan
1.      Profitabilitas
Adalah rasio untuk mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan keuntungan (profitabilitas) pada tingkat penjualan, aset, dan modal saham tertentu.
a.       Gross Profit Margin
Rumus:
Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan menghasilkan laba yang akan menutupi biaya-biaya tetap atau biaya operasi lainnya. Dengan pengetahuan atas rasio ini dapat mengontrol pengeluaran untuk biaya tetap atau biaya operasi sehingga perusahaan dapat menikmati laba. Semakin besar rasionya semakin baik
b.      Net Profit Marjin

Yaitu besarnya keuntungan operasi yang dinyatakan dalam prosentase dan jumlah penjualan bersih. Profit Margin ini mengukur tingkat keuntungan yang dapat dicapai oleh perusahaan dihubungkan dengan penjualannya. Net PM 0,049 atau 4,9% artinya dari setiap Rp 1 penjualan perusahaan mampu menghasilkan laba Rp 0,049, Atau laba perusahaan adalah 4,9% dari penjualan.
c.       Return On Asset
Return on Aset (ROA) adalah rasio utk mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan laba bersih berdasarkan tingkat aset tertentu. ROA juga sering disebut dengan ROI (return on investment). Rumus:
ROA 6,3% artinya dari setiap Rp 1 aset perusahaan mampu menghasilkan laba Rp 0,063. ROA yang tinggi menunjukkan efisiensi manajemen asset dan Laba bersih yang menggambarkan kemampuan perusahaan menghasilkan laba dinyatakan dalam rumus laba bersih + biaya bunga (1-tarif pajak).
d.      Return On Equity
Return on Equity (ROE) adalah rasio utk mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan laba bersih berdasarkan modal saham tertentu. Rumus:

2.      Likuiditas
Untuk mengetahui kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban jangka pendek (kurang dari 1 tahun)
a.       Acid test (Quick) ratio
Rasio ini merupakan perbandingan antara aset lancar dikurangi persediaan dengan kewajiban lancar. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:
Rasio ini merupakan ukuran kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban-kewajibannya dengan tidak memperhitungkan persediaan, karena persediaan memerlukan waktu yang retaif lama untuk direalisir menjadi uang kas, walaupun kenyataannya mungkin persediaannya lebih likuid dari pada piutang. Menurut Fahmi (2011:62), apabila menggunakan rasio ini maka dapat dikatakan bahwa jika suatu perusahaan mempunyai nilai quick ratio sebesar kurang dari 100% atau 1:1, hal ini dianggap kurang baik tingkat likuiditasnya.
b.      Capital working turn over
c.       Current Ratio
Perbandingan antara current assets (aktiva lancar) dengan current liabilities (hutang lancar).
Rumus :
Rasio ini menunjukkan tingkat keamanan bagi kreditur. Nilai CR yang baik > 1. Kondisi perusahaan yang memiliki current ratio yang baik adalah dianggap sebagai perusahaan yang baik dan bagus, namun jika current ratio terlalu tinggi juga dianggap tidak baik karena dapat mengindikasikan adanya masalah seperti jumlah persediaan yang relatif tinggi dibandingkan taksiran tingkat penjualan sehingga tingkat perputaran persediaan rendah dan menunjukkan adanya over investment dalam persediaan tersebut atau adanya saldo piutang yang besar yang tak tertagih. Mis, Setiap hutang Lancar Rp 1,00 dijamin oleh oleh aktiva lancar Rp 2,50
3.      Laverage/ Solvabilitas
Adalah rasio untuk mengukur kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban-kewajiban jangka panjangnya. Suatu perusahaan yang solvable berarti bahwa perusahaan tersebut mempunyai aktiva atau kekayaan yang cukup untuk membayar semua hutanghutang nya begitu pula sebaliknya perusahaan yang tidak mempunyai kekayaan yang cukup untuk membayar hutang-hutangnya disebut perusahaan yang insolvable.  Macam-macam rasio solvabilitas adalah:
a.       Times interest Earned
Rasio Times Interest Earned digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan membayar beban tetap bunga dengan laba sebelum pajak. Rasio yang tinggi menunjukkan situasi yang aman. Rasio yang rendah memerlukan perhatian manajemen
Satuan TIE adalah kali (times). TIE 2 kali dianggap sangat rendah, TIE 3 kali dianggap rendah. Rasio ini menurut Wild dkk bukan rasio yang efektif melihat hubunga laba dengan beban tetap.
b.      DER (Debt To Equity Ratio) atau Rasio hutang terhadap modal
Debt-to-Equity Ratio adalah Jumlah rupiah yang dipinjam untuk investasi ekuitas. Rasio ini sering disebut dengan rasio leverage. Rumusnya:
DER dianggap tinggi jika diatas 100%. DER yang tinggi  menunjukkan risiko perusahaan yang tinggi karena dominannya sumber dana dari unsur utang. Debt to Equity Ratio (DER) dengan angka dibawah 1.00, mengindikasikan bahwa perusahaan memiliki hutang yang lebih kecil dari modal (ekuitas) yang dimilikinya. Tetapi sebagai investor kita juga harus jeli dalam menganalisis DER ini, sebab jika total hutangnya lebih besar dari pada ekuitas, maka kita harus melihat lebih lanjut apakah hutang lancar atau hutang jangka panjang yang lebih besar :
1.       Jika jumlah hutang lancar lebih besar dari pada hutang jangka panjang, hal ini masih bisa diterima, karena besarnya hutang lancar sering disebabkan oleh hutang operasi yang bersifat jangka pendek.
2.       Jika hutang jangka panjang yang lebih besar, maka dikuatirkan perusahaan akan mengalami gangguan likuiditas dimasa yang akan datang. Selain itu laba perusahaan juga semakin tertekan akibat harus membiayai bunga pinjaman tersebut.
3.       Beberapa perusahaan yang memiliki DER di atas 1.00, menggnggu pertumbuhan kinerja perusahaanya juga menganggu pertumbuhan harga sahamnya. Karena itu sebagian besar para investor menghindari perusahaan yang memiliki angka DER lebih dari 2.
Hal yang perlu diperhatikan juga adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang keuangan seperti Bank, Asuransi, Perusahaan investasi cenderung memiliki DER yang tinggi. Karena sebagian besar dana yang dikelolanya adalah dana pihak ketiga. Dalam hal ini dana pihak ketiga secara akutansi dianggap sebagai liabilities (hutang). Sebagaimana yang kita ketahui untuk jenis perusahaan seperti ini, semakin besar modal pihak ketiga yang mereka kelola, maka kemungkinan untuk mendapat laba usaha juga semakin tinggi. Tidak mengherankan jika perusahaan  Bank dan Asurannsi memiliki DER yang lebih dari 5. Maka dari itu rasio DER kurang cocok digunakan pada perusaahan seperti ini. Debt to Equity Ratio (DER) dapat menunjukkan atau menggambarkan pengaruh terhadap banyak kondisi. Kaitannya dengan pihak investor, DER berpengaruh pada Dividen. Semakin tinggi tingkat Debt to Equity Ratio (DER), berarti komposisi hutang juga semakin tinggi, sehingga akan berakibat pada semakin rendahnya kemampuan perusahaan untuk membayarkan  Dividend Payout Ratio (DPR) kepada pemegang saham, sehingga rasio pembayaran deviden semakin rendah. DER memiliki pengaruh negatif terhadap DPR. DER yang tinggi menandakan bahwa kebutuhan ekuitas sebagian besar dipenuhi dari hutang. Suatu perusahaan memutuskan melunasi hutang yang jatuh tempo dengan mengganti surat berharga lain atau membayar dengan menggunakan laba ditahan, maka perusahaan mendahulukan membayar hutang tersebut.
Dari penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa Debt to Equity Ratio sebagai salah satu rasio keuangan dapat menjadi tolak ukur kinerja keuangan diantaranya mengukur tingkat penggunaan utang terhadap total shareholder̢۪s equity yang dimiliki perusahaan, Debt to Equity Ratio berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan laba, serta DER berpengaruh pada Dividen. DER memiliki pengaruh negatif terhadap Dividend Payout Ratio (DPR). DER yang tinggi menandakan bahwa kebutuhan ekuitas sebagian besar dipenuhi dari hutang. Namun perlu diperhatikan bahwa rasio DER kurang cocok digunakan pada perusaahan asuransi dan bank.


c.       Rasio Total Hutang Terhadap Total Aset
Rasio total hutang terhadap total aset (RHTA), RUmusnya:
Digunakan untuk menghitung seberapa besar porsi dana disediakan oleh kreditur untuk investasi asset. Jika  RHTA adalah 0.66 artinya setiap Rp 0,66 hutang dijamin oleh Rp 1 aset

4.      Efficiency
a.       Cost To Income Ratio (CIR)
CIR berasal dari beban operasional dibagi pendapatan bunga bersih (net interest income/ NII) plus fee-based income. Kedua rasio itu amat mirip, tetapi tidak persis sama.
5.      Market Ratio
Rasio ini merupakan indikator untuk mengukur mahal murahnya suatu saham, ukuran prestasi perusahaan yang dipaling lengkap bagi para pemegang saham, serta dapat membantu investor dalam mencari saham yang memiliki potensi keuntungan dividen yang bessar sebelum melakukan penaman modal berupa saham. Namun rasio pasar tidak mempunyai ukuran yang menunjukan tingkat efesiensi rasio serta tidak dapat mencerminkan kinerja keuangan perusahaan secara keseluruhan jika dilihat berdasarkan harga saham maupun jika dipergunakan oleh pihak manajemen perusahaan.
Rasio pasar merupakan sekumpulan rasio yang menghubungkan harga saham dengan laba dan nilai buku per saham. Rasio ini memberikan petunjuk mengenai apa yang dipikirkan invenstor atas kinerja perusahaan di masa lalu serta prospek di masa mendatang (Moeljadi, 2006:75). Rasio ini memberikan informasi seberapa besar masyarakat (investor) atau para pemegang saham menghargai perusahaan, sehingga mereka mau membeli saham perusahaan dengan harga yang lebih tinggi disbanding dengan nilai buku saham (Sutrisno, 2003:256). Menurut Hanafi (2004:43). Rasio pasar mengukur harga pasar saham perusahaan, relative terhadap nilai bukunya. Sudut pandang rasio ini lebih banyak berdasar pada sudut pandang investor ataupun calon investor, meskipun pihak manajemen, juga berkepentingan rasio ini. Rasio modal saham atau rasio pasar terdiri dari:
a.       Price Earning Rasio (PER) atau Rasio harga Laba
Price Earning Rasio adalah rasio untuk melihat harga saham relatif terhadap earningnya. Rumus:

PER 10,5 kali berarti harga pasar perlembar saham mencapai 10,5x dari EPS. PER yg tinggi menunjukkan prospek tumbuh perusahaan yg tinggi (kalau terlalu tinggi tdk baik karena mungkin harga saham tdk akan naik lagi dan kemungkinan memperoleh capital gain akan lebih kecil), sebaliknya PER yang rendah menunjukkan prospek tumbuh yang rendah. Earning per share adalah rasio yang menunjukkan berapa besar kemampuan perlembar saham dalam menghasilkan laba (Syafri, 2008:306). Earning per share merupakan rasio yang menggambarkan jumlah rupiah yang diperoleh untuk setiap lembar saham biasa (Syamsuddin, 2009:66). Oleh karena itu pada umumnya manajemen perusahaan, pemegang saham biasa dan calon pemegang saham sangat tertarik akan earning per shareEarning per share adalah suatu indikator keberhasilan perusahaan. Menurut Moeljadi (2006:75), Price Earning Ratio (PER) menunjukan berapa banyak investor bersedia membayar untuk tiap rupiah dari laba yang dilaporkan. Oleh para investor rasio ini digunakan untuk memprediksi kemampuan perusahaan dalam menghasilakan laba di masa yang akan datang. Kesedian para investor untuk menerima kenaikan PER sangat bergantung pada prospek perusahaan.

b.       Dividend yield
Dividend Yield adalah rasio untuk melihat bagian dari harga pasar saham yang akan diperoleh investor
Dividen yield 0.0034% berarti sebanyak 0,0034% dari harga pasar saham akan menjadi bagian investor. Perusahaan dengan prospek tumbuh yang tinggi cenderung punya DY rendah & PER tinggi Dividen yield merupakan sebagian dari total return yang akan diperoleh investor. Biasanya perusahaan yang mempunyai prospek pertumbuhan yang tinggi akan mempunyai dividend yield yang rendah, karena dividen sebagian besar akan diinvestasikan kembali. Kemudian karena perusahaan Pengertian rasio pembayaran dividen (dividend payout ratio) menurut Agus Sartono (2001:491) menyatakan bahwa : “ Rasio pembayaran dividen adalah persentase laba yang dibayarkan dalam bentuk dividen, atau rasio antara laba yang dibayarkan dalam bentuk dividen dengan total laba yang tersedia bagi pemegang saham”. dengan prospek yang tinggi akan mempunyai harga pasar saham yang tinggi, yang berarti pembaginya tinggi, maka dividend yield untuk perusahaan macam ini akan cenderung lebih rendah (Hanafi, 2004:43)
c.       Dividen pay out (DPR)
Rasio pembayaran Dividend (Dividend pay out ratio) adalah rasio untuk melihat bagian EPS yang dibayarkan sebagai dividen kepada investor.
DPR 35,3% berarti sebanyak 35,3% dari EPS akan menjadi bagian investor. Perusahaan dgn prospek tumbuh yang tinggi cenderung punya pembayaran dividen rendah. Kebijakan dividen merupakan bagian yang menyatu dengan keputusan pendanaan perusahaan. Rasio pembayaran dividen (dividend payout ratio) menentukan jumlah laba yang dapat ditahan sebagai sumber pendanaan. Semakin besar laba ditahan semakin sedikit jumlah laba yang dialokasikan untuk pembayaran dividen.
d.       Price to book value (PBV) atau Rasio Pasar Per Buku
Rasio ini menunjukan berapa besar nilai perusahaan dari apa yang telah atau sedang ditanamkan oleh pemilik perusahaan, semakin tinggi rasio ini, semakin besar tambahan wealth (kekayaan) yang dinikmati oleh pemilik perusahaan (Husnan, 2006:76). Menurut prastowo (2005:99),jika harga pasar berada di bawah nilai bukunya, investor memandang bahwa perusahaan tidak cukup potensial. Bila seorang investor pesimistik atau prospek suatu saham, banyak saham dijual pada harga di bawah nilai bukunya. Sebaliknya jika investor optimistic maka saham dijual dengan harga di atas nilai bukunya. Rumusnya:
PBV atau Price to Book Value adalah salah satu cara mengukur nilai suatu saham, apakah murah atau mahal. Menghitung PBV sangat gampang. Caranya, bagi saja harga saham saat ini (current price) dengan harga saham sebenarnya (nominal price). Current price bisa dilihat di banyak situs saham, semisal IDX, Yahoo!finance, running text di televisi, atau di layar mesin trading anda (kalau anda sudah ikut terdaftar di pialang saham). Sedangkan nominal price diperoleh dengan cara membagi nilai ekuitas dengan jumlah saham yang beredar. Nilai ekuitas dan jumlah saham beredar bisa diketahui dari laporan keuangan yang dikeluarkan perusahaan. Tapi bagi saya, PBV adalah pertimbangan pertama sebelum yang lain. PBV memberikan kepada kita margin keamanan. Jika PBV di bawah 1, berarti ada margin keamanan. Jika misalnya perusahaan bangkrut, maka kita masih bisa memperoleh sebanyak nilai sebenarnya dari perusahaan tersebut. Namun tidak mudah menemukan saham yang PBV-nya rendah sekaligus punya prospek bagus. Kebanyakan perusahaan berprospek bagus dan mapan, seperti saham-saham berkategori bluechips, PBV-nya sudah tinggi sekali (di atas 3 kali). Sedangkan kebanyakan saham dengan PBV rendah, pergerakan sahamnya tidak terlalu bagus.
Tidak semua saham yang memiliki PBV yang dibawah 1,0 adalah saham yang undervalue. Bisa saja saham tersebut memang memiliki PBV yang rendah karena perusahaan itu merugi sehingga pada tahun-tahun kemudian nilai book valuenya akan menurun. Bila terdapat kejadian yang seperti ini maka wajar jika perusahaan tersebut memiliki PBV yang rendah dan tidak mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut undervalue. Sebaliknya saham yang memiliki PBV yang tinggi juga bisa tidak mengindikasikan bahwa sahamnya overvalue karena bisa saja perusahaan tersebut memiliki prospek dan kinerja yang bagus serta brand yang terkenal. Sehingga dari itu semua membuat harga sahamnya memiliki valuasi yang premium dibandingkan dengan saham yang memiliki PBV yang lebih rendah namun dengan prospek yang lebih rendah juga.
e.       Dividend Per Share (DPS)
Formula DPR = Total Dividends : Net Income, di mana: total dividends) = number of shares x dividend per share
Cara lain, DPR dapat dihitung dengan rumus:
1.      DPR = Dividend per Share : Earning per Share, DPS = dividends : number of shares dan EPS = net income : weighted average outstanding shares
2.      DPR = 1 – Retention Ratio, retention ratio disebut juga plowback ratio, di mana retention ratio = earning retained : total earning.
Pengertian dividen per lembar saham (DPS) menurut Susan Irawati (2006:64) menyatakan bahwa :   "Dividen per lembar saham (DPS) adalah besarnya pembagian dividen yang akan dibagikan kepada pemegang saham setelah dibandingkan dengan rata-rata tertimbang saham biasa yang beredar”. Dividend Per Share (DPS) adalah bagian keuntungan yang diberikan kepada para pemegang saham yang jumlahnya sebanding dengan jumlah saham yang dimiliki. Besarnya dividen per lembar saham dapat dicari dengan rumus : 

f.        Earning Per Share (EPS) atau Laba Perlembar Saham
Pengertian laba per lembar saham menurut Zaki Baridwan (2004:443) menyatakan bahwa : “Yang dimaksud dengan laba per lembar saham adalah jumlah pendapatan yang diperoleh dalam suatu periode tertentu untuk setiap jumlah saham yang beredar”.
Informasi mengenai laba per lembar saham dapat digunakan oleh pimpinan perusahaan untuk menentukan dividen yang akan dibagikan. Informasi ini juga berguna bagi investor untuk mengetahui perkembangan perusahaan selain itu juga dapat digunakan untuk mengukur tingkat keuntungan suatu perusahaan. Laba per lembar saham (EPS ) dapat dicari dengan rumus sebagai berikut
Perhitungan laba per lembar saham diatur dalam SAK No.56 yang menyatakan dua macam laba per lembar saham :
1.      Laba Per lembar saham dasar, adalah jumlah laba pada suatu periode yang tersedia untuk setiap saham biasa yang beredar dalam periode pelaporan.
2.      Laba per lembar saham dilusian, adalah jumlah laba pada suatu periode yang tersedia untuk setiap saham biasa yang beredar selama periode pelaporan dan efek lain yang asumsinya diterbitkan bagi semua efek berpotensi saham biasa yang sifatnya dilutif yang beredar sepanjang periode pelaporan.
Kesimpulannya Earning Per Share (EPS) menunjukkan seberapa besar laba yang diterima oleh pemegang saham dari saham yang ia ditanamkan.
7.      Rasio Aktivitas
Rasio ini melihat pada beberapa asset kemudian menentukan berapa tingkat aktivitas aktiva-aktiva tersebut pada tingkat kegiatan tertentu. Aktivitas yang rendah pada tingkat penjualan tertentu akan mengakibatkan semakin besarnya dana kelebihan yang tertanam padaaktiva-aktiva tersebut. Dana kelebihan tersebut akan lebih baik bila ditanamkan pada aktiva lain yang lebih produktif. Beberapa rasio aktivitas yang digunakan adalah:
a.       Perputaran Piutang
Rasio ini mengukur berapa kali, secara rata-rata piutang yang dikumpulkan dalam satu tahun. Rasio ini mengukur kualitas piutang dan efisiensi perusahaan dalam pengumpulan piutang dan kebijakan kreditnya. Rasio ini biasanya digunakan dalam hubungan dengan analisis terhadap modal kerja, karena memberi ukuran seberapa cepat piutang perusahaan berputar menjadi kas. Angka jumlah hari piutang, menggambarkan lamanya suat u piutang bisa ditagih (jangka waktu pelunasan). Semakin lama jangka waktu pelunasannya,semakin besar pula resiko kemungkinan tidak tertagihnya piutang (Prastowo dan Juliaty, 2003:82). Rasio ini dapat dihitung dengan rumus: 
Rasio ini mengukur efektivitas peng elolaan piutang. Semakin tinggi tingkat perputarannya semakin efektif pengelolaan piutangnya (Sutrisno, 2001:252).

b.      Perputaran Persediaan
Seperti halnya perputaran piutang, rasio ini juga menggambarkan likuiditas perusahaan, yaitu dengan cara mengukurefisiensi perusahaan dalam mengelola dan menjual persediaan yang dimiliki oleh perusahaan. Perputaran persediaan yang tinggi menandakan semakin tingginya persediaan berputar dalam satu tahun. Hal ini menandakan efektivitas manajemen persediaaan. Sebaliknya, jika perputaran persediaan rendah menunjukkan pengendalian atas persediaan kurang efektif (Hanafi dan Halim, 2000:80). Rumus perhitungannya adalah: 
Rasio ini mengukur efektivitas pengelolaan persediaan. Semakin tinggi tingkat perputarannya semakin efektif pengelolaan persediaanya (Sutrisno, 2001:251).
c.       Perputaran Aktiva Tetap
Rasio ini mengukur sejauh mana kemampuan perusahaan menghasilkan penjualan berdasarkan aktiva tetap yang dimiliki perusahaan. Rasio ini memperlihatkan sejauh mana efektivitas perusahaan menggunakan aktiva tetapnya. Semakin tinggi rasio ini berarti semakin efektif proporsi aktiva tetap tersebut. Pada beberapa industri seperti industri yang mempunyai proporsi aktiva tetap yang tinggi, rasio ini cukup penting diperhatikan. Sedangkan pada beberapa industri yang lain seperti industri jasa yang mempunyai proporsi aktiva tetap yang kecil, rasio ini barangkali tidak begitu penting untuk diperhatikan (Hanafi dan Halim, 2000:81). Perputaran aktiva tetap dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: 
Rasio ini mengukur efektivitas penggunaan aktiva tetap dalam mendapatkan penghasilan. Semakin tinggi tingkat perputarannya semakin efektif penggunaan aktiva tetapnya (Sutrisno, 2001:253).
d.      Perputaran Total Aktiva
Rasio yang terakhir untuk komponen rasio aktivitas adalah rasio perputaran total aktiva. Sama seperti halnya rasio perputaran aktiva tetap, rasio ini menghitung efektivitas penggunaan total aktiva. Rasio yang tinggi biasanya menunjukkan manajemen yang baik, sebaliknya rasio yang rendah harus membuat manajemen mengevaluasi strategi, pemasarannya, dan pengeluaran investasi atau modalnya (Hanafi dan Halim, 2000:81). Rasio perputaran total aktiva menggunakan rumus: 
Rasio ini merupakan ukuran efektivitas pemanfaatan aktiva dalam menghasilkan penjualan. Semakin tinggi tingkat perputarannya semakin efektif perusahaan memanfaatkan aktivanya (Sutrisno, 2001:253)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Danau Tanralili ( Surga Di Kaki Gunung Bawakaraeng)

Sumb er: Dokum entasi Pribadi M e nd e ngar kata Gunung Bawakara e ng s e kilas akan t e rlintas angan t e ntang k e tinggian dan huta...