A.
Pengertian Hak Paten
Sebelum membicarakan paten lebih jauh kita
perlu mendefinisikan beberapa istilah yang akan digunakan dalam tulisan ini.
Hal ini bertujuan untuk menyamakan pendapat agar tidak menimbulkan salah
pengertian. Yang dimaksud dengan paten adalah hak khusus yang diberikan oleh
negara kepada penemu atas hasil penemuannya di bidang teknologi, untuk selama
waktu tertentu melaksanakan sendiri penemuannya tersebut atau memberikan
persetujuannya kepada orang lain untuk melaksanakannya. Penemuan adalah
kegiatan pemecahan masalah tertentu di bidang teknologi, yang dapat berupa
proses atau hasil produksi atau penyempurnaan dan pengembangan proses atau
hasil produksi.Penemu adalah seorang yang secara sendiri atau beberapa orang
yang secara bersama-sama melaksanakan kegiatan yang menghasilkan penemuan.
Pemegang paten adalah penemu sebagai pemilik paten atau orang yang menerima hak
tersebut dari pemilik paten atau orang lain yang menerima lebih lanjut hak dari
orang tersebut di atas, yang terdaftar dalam Daftar Umum Paten.
Menurut undang-undang nomor 14 tahun 2001
tentang Paten, Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara
kepada Inventor atas hasil Invensinya di bidang teknologi, yang untuk selama
waktu tertentu melaksanakan sendiri Invensinya tersebut atau memberikan
persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya. (UU 14 tahun 2001, ps.
1, ay. 1)
B.
Pengaturan Hak Paten dalam Undang-Undang
Untuk
melindungi paten, Pemerintah Republik Indonesia telah mengundangkan Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 1989 tentang Paten melalui Lembaran Negara Nomor 39 Tahun 1989,
selanjutnya disebut Undang-Undang Paten. Undang-undang ini merupakan produk
pembangunan nasional di bidang hukum yang bertujuan melindungi paten sebagai
hak kekayaan intelaktual atas penemuan di bidang teknologi. Jika ada orang
tanpa hak melakukan pelanggaran terhadap hak pemegang paten, dia dapat dipidana
penjara dan denda karena melakukan kejahatan. Untuk menyesuaikan dengan
perkembangan ilmu dan teknologi, arus globalisasi bidang kehidupan, dan
konvensi internasional, maka sudah waktunya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1989
tentang Paten diubah dan disempurnakan. Pada tanggal 7 Mei 1997 melalui
Lembaran Negara Nomor 30 Tahun 1997 diundangkanlah Undang-Undang Nomor 13 Tahun
1997 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1989 tentang Paten.
C.
Sifat Hukum Paten
1. Benda Bergerak
Immaterial Undang-undang
menganggap paten sebagai benda bergerak immaterial yang termasuk dalam kelompok
Hak Kekayaan Intelektual (intellectualproperty rights ). Paten adalah
hak atas karya intelektual yang diakui sebagai hak milik yang sifatnya tidak
berwujud. Sebagai benda bergerak , paten dapat beralih atau dialihkan seluruh
atau sebagian karena pewarisan, hibah, wasiat, perjanjian tertulis, atau sebab
lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan (Pasal 66 ayat (1)
Undang-Undang Paten 2001). Peralihan paten karena pewarisan terjadi secara
otomatis karena ketentuan hukum waris. Jadi, tanpa memerlukan akta notaris
lebih dahulu sebab pewaris yang sudah meninggal dunia tidak mungkin dapat
membuat akta peralihan di muka notaris. Akan tetapi, pengalihan paten
cara lainnya dilakukan dengan akta notaris karena orang yang mengalihkan paten
masih hidup.
2. Tidak Dapat
Disita/Dirampas Walaupun paten
termasuk benda bergerak, dia tidak dapat disita atau dirampas. Alasannya paten
itu adalah Hak Kekayaan Intelektual yang bersifat pribadi dan manunggal dengan
dengan diri inventornya. Perampasan atau penyitaan paten oleh negara tidak
dianut dalam Undang-Undang Paten. Akan tetapi, penggunaan paten bukan berarti
tanpa batas. Seperti hak milik lainnya, paten juga memiliki fungsi sosial,
yaitu dibatasi oleh jangka waktu tertentu wajib dilaksanakan atau digunakan di
Indonesia, dibatasi oleh izin Presiden jika paten tidak dilaksanakan dala
jangka waktu tertentu, atau jika pemerintah menganggap paten itu penting untuk
penyelenggaraan pertahanan keamanan negara, maka pemerintah dapat melaksakannya
sendiri. Semuanya itu harus didasarkan pada ketentuan yang adil, yaitu harus
sepengetahuan pemegang paten dengan imbalan yang wajar.
3. Paten Diberikan
Oleh Negara Paten diberikan
oleh negara apabila diminta oleh inventor, baik orang atau badan hukum yang
berhak atas invensi itu. Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara
kepada inventor atas hasil invensinya di bidang tekonologi, yang untuk selama
waktu tertentu melaksanakan sendiri invensinya itu, atau memberikan
persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya.
D.
Inventor, Invensi, dan Paten
Inventor adalah seorang yang secara sendiri atau
beberapa orang yang secara bersama-sama melaksanakan ide yang dituangkan ke dalam kegiatan yang
menghasilkan Invensi. (UU 14 tahun 2001, pasal 1, ayat 3)
Invensi adalah ide Inventor yang dituangkan ke dalam
suatu kegiatan pemecahan masalah yang spesifik di bidang teknologi dapat berupa
produk atau proses, atau penyempurnaan dan pengembangan produk atau proses. (UU
14 tahun 2001, pasal 1, ayat 2).
E.
Pengaturan Permohonan dan Pemberian Paten
1. Permohonan
Paten Syarat-syarat pengajuan permohonan paten kepada
Direktorat Jenderal menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 :
a.
Setiap
permohonan paten hanya diajukan untuk satu invensi atau beberapa invensi yang
merupakan satu kesatuan invensi (Pasal 21).
b.
Membayar
biaya kepada kepada Direktorat Jenderal (Pasal 22).
c.
Pernyataan
yang dilengkapi bukti yang cukup mengenai hak atas invensi jika permohonan
diajukan oleh bukan inventor (Pasal 23 ayat 1)
d.
Dapat
diajukan melalui konsultan hak kekayaan intelektual yang telah terdaftar pada
Direktorat Jenderal selaku kuasa (Pasal 25 ayat 1 dan ayat 2).
e.
Bagi
yang menggunakan prioritas harus diajukan dalam waktu 12 bulan sejak tanggal
penerimaan permohonan paten yang pertama kali diterima di negara mana pun yang
juga ikut serta dalam Konvensi Paris atau yang menjadi anggota World Trade
Organization dengan dilengkapi dokumen prioritas yang disahkan oleh pejabat
yang berwenang di negara yang bersangkutan paling lama 16 bulan terhitung sejak
tanggal prioritas (Pasal 27).
f.
Permohonan
tertulis dalam bahasa Indonesia kepada Direktorat Jenderal yang memuat :
1.
Tanggal,
bulan, dan tahun surat permohonan.
2.
Alamat
lengkap dan jelas pemohon.
3.
Nama
lengkap dan kewarganegaraan inventor.
4.
Nama
dan alamat lengkap kuasa serta surat kuasa khusus apabila dikuasakan.
5.
Pernyataan
pemohon untuk diberi paten.
6.
Judul
invensi.
7.
Klaim
yang terkandung dalam invensi.
8.
Deskripsi
tertulis tentang invensi, yang secara lengkap memuat keterangan tentang cara
melaksanakan invensi.
9.
Gambar
yang disebut dalam deskripsi yang diperlukan untuk memperjelas invensi.
10. Abstraksi invensi.
11. Permohonan paten yang telah dilengkapi
persyaratan diajukan pada Direktorat Jenderal. Permohonan paten dianggap
diajukan pada tanggal penerimaan permohonan paten oleh Direktorat Jenderal
setelah diselesaikan pembayaran biaya.
2. Pengumuman
Permohonan Paten Menurut
ketentuan Pasal 42 Undang-Undang Paten 2001, Direktorat Jenderal mengumumkan
permohonan yang telah memenuhi ketentuan Pasal 24. Pengumuman dilakukan :
a.
Dalam
hal paten, segera setelah 18 bulan sejak tanggal penerimaan atau segera setelah
18 bulan sejak tanggal prioritas apabila permohonan diajukan dengan hak
prioritas ; atau Dalam hal paten sederhana, segera setelah 3 bulan sejak
tanggal penerimaan.
b.
Pengumuman
dalam hal huruf (a) dapat dilakukan lebih awal atas permintaan pemohon dengan
dikenai biaya.
c.
Pengumuman
dilaksanakan selama 6 bulan sejak tanggal diumumkannya permohonan paten ; 3
bulan sejak diumumkannya permohonan paten sederhana (Pasal 44 ayat 1
Undang-Undang Paten 2001).
d.
Pengumuman
dilakukan dengan :
1.
Menempatkannya
dalam berita resmi paten yang diterbitkan secara berkala oleh Direktorat
Jenderal; dan / atau
2.
Menempatkannya
pada sarana khusus yang disediakan oleh Direktorat Jenderal yang dengan mudah
serta jelas dapat dilihat oleh masyarakat.
3. Pemeriksaan
Substantif Dalam proses
pemeriksaan substantif permohonan paten, harus diajukan permohonan tertulis
kepada Direktorat Jenderal dengan dikenai biaya (Pasal 48 ayat 1 Undang-Undang
Paten 2001). Permohonan pengajuan pemeriksaan substantif harus diajukan paling
lambat dalam 36 bulan sejak tanggal penerimaan. Bila permohonan pemeriksaan
substantif tidak diajukan dalam batas waktu tersebut atau biaya untuk itu tidak
dibayar, permohonan akan dianggap ditarik kembali.
Untuk keperluan pemeriksaan substantif,
Direkktorat Jenderal dapat meminta bantuan ahli dan / atau menggunakan
fasilitas yang diperlukan dari pemerintah terkait atau pemeriksa paten dari
Kantor Paten negara lain. Penggunaan bantuan ahli, fasilitas, atau pemeriksa
paten dari Kantor Paten negara lain tetap dilakukan dengan memperhatikan
ketentuan kewajiban untuk menjaga kerahasiaan invensi yang dimohonkan paten
(Pasal 50 Undang-Undang Paten 2001).
Pemeriksa yang melakukan pemeriksaan substantif
pada Direktorat Jenderal berkedudukan sebagai pejabat fungsional. Pemeriksa
diberi jenjang dan tunjangan fungsional selain hak-hak lainnya sesuai Pasal 51
Undang-Undang Paten 2001.
4. Persetujuan
atau Penolakan Permohonan Direktorat
Jenderal wajib memberi keputusan untuk menyetujui atau menolak permohonan :
a.
paten,
paling lama 36 bulan terhitung sejak tanggal diterimanya surat permohonan
pemeriksaan substantif sebagaimana dimaksud Pasal 48 atau terhitung sejak
berakhirnya jangka waktu pengumuman sesuai dimaksud dalam Pasal 44 ayat 1
apabila permohonan pemeriksaan itu diajukan sebelum berakhirnya jangka waktu
pengumuman tersebut.
b.
paten
sederhana, paling lama 24 bulan sejak tanggal penerimaan (Pasal 54
Undang-Undang Paten 2001).
c.
Ketentuan
waktu 36 bulan dalam memberikan keputusan terhadap permohonan dimaksudkan untuk
mendekati pengaturan internasional dalam rangka kerja sama paten.
5. Permintaan
Banding Permohonan
banding dapat diajukan terhadap penolakan permohonan yang berkaitan dengan
alasan dan dasar pertimbangan mengenai hal-hal yang bersifat substantif
sesuai Pasal 56 ayat 1 atau Pasal 56 ayat 3. Permohonan banding diajukan secara
tertulis oleh pemohon atau kuasanya kepada Komisi Banding Paten dengan tembusan
yang disampaikan kepada Direktorat Jenderal. Permohonan banding diajukan paling
lama 3 bulan terhitung sejak tanggal pengiriman surat pemberitahuan penolakan
permohonan. Bila melewati jangka waktu tanpa adanya permohonan banding, penolakan
permohonan dianggap diterima oleh pemohon.
H.
Pengalihan Paten
Paten adalah hak kekayaan intelektual yang
bersifat bergerak dan tidak berwujud dan mengandung nilai eonomi. Jadi, paten
dapat beralih kepada pihak lain, baik secara biasa maupun lisensi.
1. Karena Pewarisan atau Perjanjian : Menurut
Pasal 66 Undang-Undang Paten 2001, paten dapat beralih atau dialihkan baik
seluruhnya maupun sebagian karena pewarisan, hibah, wasiat, perjanjian
tertulis, atau sebab lain yang dibenarkan peraturan perundang-undangan.
2. Karena Pemberian Lisensi : Pemegang paten
berhak memberikan lisensi kepada pihak lain berdasar perjanjian lisensi untuk
melaksanakan perbuatan sebagaimana dimaksud Pasal 16. Kecuali jika
diperjanjikan lain, lingup lisensi meliputi semua perbuatan dalam Pasal 16,
berlangsung selama jangka waktu lisensi diberikan dan berlaku untuk seluruh
wilayah Republik Indonesia (Pasal 69 Undang-Undang Paten 2001).
I.
Pembatalan Paten dan Akibat Hukumnya
Undang-Undang
Paten mengatur 3 jenis pembatalan paten yaitu :
1.
Batal Demi Hukum Paten dinyatakan batal demi hukum apabila
pemegang paten tidak memenuhi kewajiban membayar biaya tahunan dalam jangka
waktu yang ditentukan (Pasal 88 Undang-Undang Paten 2001). Paten yang batal
demi hukum diberitahukan secara tertulis oleh Direktorat Jenderal kepada
pemegang paten serta penerima lisensi dan mulai berlaku sejak tanggal
pemberitahuan tersebut.
2.
Pembatalan Karena Permohonan Paten dapat dibatalkan oleh Direktorat
Jenderal untuk seluruh atau sebagian atas permohonan pemegang paten yang
diajukan secara tertulis kepada Direktorat Jenderal. Pembatalan paten tidak
dapat dilakukan jika penerima lisensi tidak memberi persetujuan tertulis yang
dilampirkan pada permohonan pembatalan tersebut.
3.
Pembatalan Karena Gugatan Menurut Pasal 91 ayat 1 Undang-Undang Paten
2001, gugatan pembatalan paten dapat dilakukan bila :
a.
Paten
tersebut menurut ketentuan Pasal 2, Pasal 6 atau Pasal 7 seharusnya tidak
diberikan.
b.
Paten
tersebut sama dengan paten lain yang telah diberikan kepada pihak lain untuk
invensi yang sama berdasarkan undang-undang ini.
c.
Pemberian
lisensi wajib ternyata tidak mampu mencegah berlangsungnya pelaksanaan paten
dalam bentuk dan dengan cara yang merugikan kepentingan masyarakat dalam jangka
waktu 2 tahun sejak tanggal pemberian lisensi wajib yang bersangkutan atau
sejak tanggal pemberian lisensi wajib pertama dalam hal diberikan beberapa
lisensi wajib.
Gugatan
pembatalan karena alasan :
a.
Ketentuan
pasal 2, Pasal 6 atau Pasal 7 diajukan oleh pihak ketiga kepada pemegang paten
melalui Pengadilan Negara.
b.
Paten
tersebut sama dengan paten lain yang telah diberikan kepada pihak lain dapat
diajukan oleh pemegang paten atau pemegang lisensi kepada Pengadilan Negara
agar paten lain yang sama dengan patennya dibatalkan.
c.
Pemberian
lisensi wajib ternyata tidak mampu mencegah berlangsungnya pelaksanaan paten
dalam bentuk dan dengan cara yang merugikan kepentingan masyarakat dapat
diajukan oleh jaksa terhadap pemegang paten atau penerima lisensi wajib kepada
Pengadilan Niaga (Pasal 91 ayat 2, ayat 3, dan ayat 4 Undang-Undang Paten
2001).
Isi putusan
Pengadilan Niaga tentang pembatalan paten disampaikan ke Direktorat Jenderal
paling lama 14 hari sejak putusan diucapkan. Direktorat Jenderal mencatat dan
mengumumkan putusan tentang pembatalan paten tersebut. Pemegang lisensi
paten yang dibatalkan karena alasan sama dengan paten lain yang telah diberikan
kepada orang lain untuk penemuan yang sama tetap berhak melaksanakan lisensi
yang dimilikinya sampai dengan berakhirnya jangka waktu yang ditetapkan dalam
perjanjian lisensi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar