Minggu, 12 Februari 2017

Asbabun Nuzulul Al-Quran



A.                 Pengertian Asbabun Nuzul
Kata “Asbab” atau “sebab”, yang secara kebahasaan bermakna: “segala sesuatu yang dijadikan jalan yang dapat menghubungkan atau menyampaikan kepada sesuatu lainnya”. Hal ini sebagaimana dalam firman Allah SWT dalam surat al-Baqarah [2] ayat 166 yang Artinya: (yaitu) ketika orang-orang yang diikuti itu berlepas diri dari orang-orang yang mengikutinya, dan mereka melihat siksa; dan (ketika) segala hubungan antara mereka terputus sama sekali (Al-Baqarah, ayat 166), Sedangkan kata “nuzul”, menurut bahasa setidaknya memiliki dua pengertian, yaitu:
1.      “Gerakan menurun dari suatu tempat yang tinggi ke tempat yang rendah” (al-inhidar aw al-inhithath min ‘uluwwin ila safalin), seperti ungkapan “نزل فلان من الجبل”, Si A turun dari atas gunung; dan
2.      “Mendiami, menempati, atau mampir pada suatu tempat” (al-hulul), sebagaimana dalam ungkapan “نزل فلان في المدينة”, Si A tinggal di kota.
Dan sebelum diuraikan tentang pengertian “asbab al-Nuzul” lebih lanjut, maka perlu untuk diperhatikan bahwa istilah “sebab” di sini, tidak sama dengan istilah “sebab” yang dikenal dalam hukum sebab-akibat. Istilah “sebab” dalam hukum sebab-akibat mengandung pengertian keharusan adanya “sebab” untuk menimbulkan adanya “akibat”; dan suatu “akibat” tidak akan pernah terjadi tanpa ada “sebab” yang mendahului. Dan bagi al-Qur’an, meski diantara ayatnya yang turun didahului oleh sebab tertentu, namun keberadaan sebab itu tidak mutlak adanya walaupun secara realita telah terjadi peristiwanya. Adanya sebab bagi turunnya al-Qur’an tak lain merupakan bentuk wujud nyata kebijaksanaan Allah SWT dalam memberikan petunjuk kepada hamba-Nya. Dengan adanya sebab yang mendahului, maka akan lebih tampak dan terasa kebenaran al-Qur’an selaku petunjuk yang sesuai dengan kebutuhan dan kesanggupan manusia
Adapun M. Quraish Shihab memperjelas pengertian “asbab nuzul al-Qur’an” dengan cara memilah peristiwanya. M. Quraish Shihab menyatakan bahwa yang dimaksudkan dengan “asbab nuzul al-Qur’an” adalah:
1.      Peristiwa-peristiwa yang menyebabkan turunnya ayat, di mana ayat tersebut menjelaskan pandangan al-Qur’an tentang peristiwa tadi atau mengomentarinya;
2.      peristiwa-peristiwa yang terjadi sesudah turunnya suatu ayat, di mana peristiwa tersebut dicakup pengertiannya atau dijelaskan hukumnya oleh ayat tadi . 
Untuk mengetahui asbab an nuzul dapat diketahui dengan periwayatan yang diakui keabsahan, dan berasal dari sumber yang dapat dipercaya, hal ini disebabkan karena asbab al nuzul terjadi di masa rasulullah Saw dan hal ini membutuhkan kehati-hatian dalam menerima riwayat yang berhubungan dengan asbab an nuzul, hal ini menunjukkan kesulitan dalam menentukan asbab al nuzul suatu ayat sehingga tidak jarang terjadi perbedaan riwayat mengenai asbab an nuzul suatu ayat.
Al-Dahlawi mengidentifikasi sumber kesulitan dalam riwayat “asbab al-Nuzul”, yaitu:
1.      Adakalanya kalangan sahabat atau tabi‘in mengemukakan suatu kisah ketika menjelaskan suatu ayat. Tapi mereka tidak secara tegas menyatakan bahwa kisah itu merupakan “asbab al-Nuzul”. Padahal, setelah diteliti ternyata kisah itu merupakan sebab turunnya ayat tersebut;
2.      Adakalanya kalangan sahabat dan tabi‘in mengemukakan hukum suatu kasus dengan mengemukakan ayat tertentu, kemudian mereka menyatakan dengan kalimat: نزلت في كذا ...; seolah-olah mereka menyatakan bahwa peristiwa itu merupakan penyebab turunnya ayat tersebut. 
Padahal, boleh jadi pernyataan itu sekedar istinbath hukum dari Nabi Saw tentang ayat yang dikemukakan tadi . Al wahidi berkata “ tidak boleh berbicara tentang sebab turunnya ayat al qur’an, kecuali dengan periwayatan yang di nukil dari mereka yang menyaksikan saat turunnya ayat, mengetahui sebab turunnya, dan meneliti ilmunya. Al-Wahidi misalanya, dengan tegas menyatakan: لا يحل القول في أسباب نزول الكتاب إلا بالرواية والسماع ممن شاهدوا التنزيل, ووقفوا على الأسباب وبحثوا عن علمها وجدوا في الطلب. Artinya: “Tidak dibenarkan mengemukakan pandangan terkait dengan Asbab Nuzul al-Qur’an, kecuali berdasarkan riwayat dan informasi yang didengar langsung dari orang-orang yang menyaksikan secara langsung peristiwa turunnya ayat, mencermati sebab-sebab tersebut, dan bersungguh-sungguh dalam mencarinya”. Terlihat dengan jelas bahwa begitu pentingnya asbabun nuzul, namun demikian dalam memutuskan sebuah riwayat merupakan sebuah asbabun nuzul dari sebuah ayat juga merupakan hal yang sulit dan harus sangat berhati-hati dalam menentukan asbabun nuzul, didalam penjelasan selanjutnya akan dipaparkan faedah mengetahui asbabun nuzul yang akan menunjukkan pentingnya asbabun nuzul, dan sebelum itu akan dipaparkan beberapa pandangan yang menanggap tidak pentingnya asbabun nuzul.
B.                 Macam-macam Asbab Al-Nuzul
1)      Sebab  turunnya Al-Qur’an dalam segi bentuknya ada tiga macam, yaitu:
a.       Peristiwa pertengkaran. Contoh: perselisihan yang berkecamuk antara suku Aus dan Khazraj. Perselisihan tersebut muncul dari instrik-instrik yang dihembuskan oleh kelompok Yahudi sehingga mereka berterian: Senjata-senjata. Peristiwa ini menyebabkan turunnya ayat Ali Imran:100 “Hai orang-orang yang beriman, jika kamu mengikuti sebahagian dari orang-orang yang diberi Al Kitab, niscaya mereka akan mengembalikan kamu menjadi orang kafir sesudah kamu beriman.”
b.       Peristiwa kesalahan serius. Seorang yang menjadi imam saat sholat dan orang tersebut dalam keadaaan mabuk,, sehingga salah dalam mengucapka ayat Al-Quran, maka turunlah QS An-Nisaa’:43 “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam Keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkanUntuk lebih jelas lagi, peristiwa ini terdapat dalam sebuah riwayat yang dikemukakan bahwa Abdurrahman bin ‘Auf mengundang makan Ali dan kawan-kawannya. Kemudian dihidangkan minuman khamar, sehingga terganggu otak mereka. Ketika tiba waktu sholat, Ali menjadi imam saat sholat, dan ketika waktu itu beliau membaca dengan keliru Surah Al-Kafirun maka turunlah QS An-nisa’:43. Diriwatkan oleh Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa’I, al-Hakim yang bersumber dari Ali. (Qamaruddin, dkk:1992:132)
c.       Cita-cita dan keinginan. Sejarah mencatat ada beberapa ucapan yang ingin diucapkan oleh umar bin Khatab, tapi ia tidak berani kemudian turun ayat Al-Qur’an Al-mukminun:14 (Rusydi Am:1999:35)
2)      Dilihat dari sudut pandang redaksi yang dipergunakan dalam riwayat Asbab An-Nuzul. Yaitu:
a.       Sharih (jelas) Riwayat sudah jelas menunjukkan azbab an nuzul, dikatakan sharih bila perawi mengatakan: “ Sebab turun ayat ini adalah…..
b.      Muhtamilah (kemungkinan) Bila perawi mengatakan: “Saya kira ayat ini turunkan berkenaan dengan…
3).  Dilihat dari jumlah sebab dan ayat yang turun, yaitu
a.       Ta’addud al asbab wa al nazil wahid Sebab turun ayat lebih dari satu dan inti persoalan yang terkandung dalam ayat atau sekelompok ayat yang turun lebih dari satu sedangkan sebabnya satu
b.       Ta’addus al nuzul wa al sahib wahid. Satu ayat dalam Al-Qur’an memiliki beberapa versi riwayat sebab turun ayat tersebut. Apabila hal ini terjadi, maka hal yang harus dilakukan yaitu; Mengambil versi yang shahih, Melakukan studi selektif dan Melakukan studi kompromi (Rosihin Anwar:2006:72-80)
3.                  Faedah Mengetahui Asbab al-nuzul 
Dalam menilai faedah mengetahui asbab al nuzul terjadi perbedaan pendapat diantara para ulama, diantara mereka terdapat kalangan ulama yang berpendapat bahwa mengetahui asbab al nuzul tidak penting dalam memahami al qur’an, hal ini dikarenakan asbab al nuzul merupakan sejarah awal yang hanya berlaku pada saat turunnya ayat tersebut, mereka tidak memandang bahwa asbab an nuzul dapat memudahkan dalam memahami ayat-ayat al qur’an, mereka perpendapat meletakkan kedalam lingkaran historis akan membatasi pesan-pesan yang terkandung di dalam ayat-ayat al qur’an. Diantara ulama yang ditengarai menganggap tidak terlalu penting pengetahuan tentang “asbab al-Nuzul” dalam memahami al-Qur’an adalah Muhammad ‘Abduh. Penilaian ini didasarkan atas pandangan Muhammad ‘Abduh yang tidak menyinggung keberadaan “asbab al-Nuzul” dalam prinsip-prinsip pokok penafsirannya, Diantara tokoh yang dinilai tegas dalam memandang tidak pentingnya pengetahuan tentang “asbab al-Nuzul” dalam memahami al-Qur’an adalah Muhammad Husein al-Thabathaba’i. Dalam kitab “al-Qur’an fi al-Islam”, al-Thabathaba’i mengajukan tiga alasan untuk menunjukkan bukti kuat atas penilaiaannya ini, yaitu: Pertama, Hadits-hadits yang berkaitan dengan “asbab al-Nuzul” tidak shahih, karena tidak ada yang mempunyai sanad; Kedua, Periwayatan hadits-hadits tersebut tidak dilakukan secara berhadapan muka antara pemberi dan penerima riwayat, dan tidak juga dengan cara tahamul dan hapalan. Para perawi hanya mengaitkan suatu ayat dengan kisah-kisah tertentu. Jadi, pada hakikatnya “asbab al-Nuzul” hanyalah sebuah hasil ijtihad semata. Karenanya, banyak riwayat yang saling bertentangan; dan Ketiga, Sampai akhir abad I Hijriyah, penulisan hadits masih tetap dilarang oleh Nabi Saw. Ketika itu orang-orang yang mengemukakan catatan hadits, segera dibakar catatannya. Akhirnya, periwayatan hadits tentang “asbab al-Nuzul” termasuk hanya dalam bentuk makna saja.
Kondisi ini mengakibatkan terjadinya perubahan kandungan hadits itu sendiri. Dan diantara tokoh yang akhir-akhir ini memandang pengetahuan tentang “asbab al-Nuzul” tidak ada urgensitasnya dalam memahami al-Qur’an adalah Muhammad Syahrur. Dalam buku “Nahwa Ushul Jadidah”, Syahrur dengan gamblang menyatakan bahwa penafsiran saat ini tidak memerlukan asbâb al-Nuzûl. Sebab menurutnya, hal itu hanyalah bentuk sejarah penafsiran awal yang hanya berlaku pada saat turunnya al-Qur'an (abad ke-VII M), dan tidak berlaku untuk waktu dimana kita berada saat ini (abad ke-XXI) . Namun demikian mayoritas ulama menganggap penting mengetahui asbab al nuzul ketika mempelajari al qur’an, beberapa pendapat yang menganggap begitu pentingnya mengetahui asbab al nuzul adalah: Al – Wahidi berkata , “ Tidak mungkin dapat mengetahui tafsir sebuah ayat tanpa mengetahui kisah dan sebab turunnya.” . Ibn Taimiyah berkata, “Pengetahuan tentang sebab turunnya ayat membantu memahami kandungan ayat tersebut, karena dengan mengetahui sebab turunnya ayat, seseorang dapat mengetahui akibat dari buah dari sebab tersebut, beberapa orang dari kalangan salaf tidak jarang mengalami kesulitan dalam memahami makna ayat-ayat Al qur’an. Namu ketika mereka mengetahui sebabturunnya ayat tersebut, sirnalah kesulitan yang menghalangi pemahami mereka.”
Menurut al –Ahabuni dalam kitabnya al-Tibyan Fi Ulum Al Qurran, faedah mengetahui asbab al-nuzul adalah:
a.       Mengetahui hikmah yang ditegakkan atas disyariatkannya hukum.
b.      Mengkhususkan hukum sebab yang terjadi (bagi yang berpendapat bahwa penetapan hukum itu dengan sebab yang khusus)
c.       Mengehindarkan dugaan adanya hasr (batasan tertentu) karena zahir ayat memang menunjukkan hasr.
d.      Megetahui orang yang menjadi sebab diturunkannya ayat dan menghilangkan keraguan atasnya.
4.                  Ketentuan Lafaz yang Umum atau Sebab Khusus   
Terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama tetang ayat yang turunnya berdasarkan adanya suatu kasus atau pertanyaan, perbedaan pendapat mereka terletak pada pengertian ketentuan dalam ayat, jika ketentuan ayat itu menggunakan lafal yang lebih umum dari kasus atau pertanyaan yang diajukan, apakah ketentuan itu dipandang dari umumnya lafal atau kususnya sebab? maksudnya jika turun ayat berkaitan dengan suatu kasus atau sebagai jawaban atas suatu pertanyaan itu saja atau apakah ketentuan dalam ayat itu bisa diperlakukan secara umum. Sebagian ulama ushul fiqh masih berselisih pendapat tentang istilah “asbab al-nuzul yang bersifat khusus dengan ayat yang turun berbentuk umum,” mana yang dapat dijadikan pegangan: apakah ayat yang umum atau sebab yang khusus? Di sini akan penulis kemukakan kedua pendapat tersebut, yakni: Pertama, jumhur ulama berpendapat bahwa yang menjadikan pegangan adalah lafadz yang umum dan bukan sebab yang khusus. Hukum yang diambil dari lafadz yang umum itu melampau sebab yang khusus. Misalnya ayat li’an yang turun berkenaan dengan tuduhan Hilal bin Umayyah kepada istriya telah berzina dengan Syuraik bin Sahma yang menyebabkan turunnya ayat ke-6 sampai ke 9 dari surah An-Nuur. Jadi hukum yang diambil dari lafadz umum ayat ini (“Dan orang-orang yang menuduh istrinya”) tidak hanya mengenai peristiwa Hilal bin Umayyah, tetapi diterapkan pula pada kasus serupa lainnya tanpa memerlukan dalil lain. Kedua, Kelompok ulama lain berpendapat bahwa yang menjadi pegangan adalah kekhususan sebab, bukan lafadz yang umum. Karena lafadz yang umum itu menunjukkan sebab yang khusus. 
Oleh karena itu untuk dapat diberlakukan kepada kasus selain yang menjadi sebab turunnya ayat, diperlukan dalil lainnya seperti qiyas dan sebagainya, sehingga pemindahan riwayat sebab yang khusus itu mengandung faedah; dan sebab tersebut sesuai dengan musababnya seperti halnya pertanyaan dengan jawabannya Abd al-Mun’im al-Namir berkesimpulan bahwa perbedaan antara keduanya hanya rsekedar khilaf syakli (perbedaan formal) bukan perbedaan hakiki. Masing-masing mempunyai jalan pikirannya, tetapi tidak mempengaruhi sedikitpun kepada penerapan ayat tersebut secara umum. Ibn Taimiah memberikan komentar yang sejalan dengan ini : “Para ulama, meski mereka berbeda pendapat dalam menghadapi lafal umum yang datang lantaran suatu sebab:apakah khusus bagi sebab itu, namun tak seorang pun (dari mereka) yang mengatakan bahwa keumuman-keumuman Al-Qur’an dan sunnah khusus bagi orang tertentu. Hanya saja, paling jauh dapat dikatakan bahwa keumuman-keumuman itu tertentu pada orang yang semacam itu:maka meliputi pula akan orang yang menyerupainya dan tidaklah keumuman padanya menurut lafal. Ayat yang mempunyai sebab tertentu, sekalipun ayat itu berupa perintah dan larangan, maka ayat tersebut mencakup orang itu dan orang lain yang sama kedudukannya”. 
5.                  Beberapa Riwayat Mengenai Asbab al-nuzul 
Beberapa ketentuan yang digunakan oleh ahli tafsir ketika terdapat beberapa riwayat tentang sebab turunnya suatu ayat :
1.      Apabila bentuk-bentuk redaksi riwayat itu tidak tegas, seperti contohnya : “Ayat ini turun mengenai perkara ini” atau seperti : “Aku mengira ayat ini turun mengenai perkara ini” , maka tidak ada yang kontradiksi diantara riwayat-riwayat itu. Sebab yang dimaksud riwayat-riwayat tersebut adalah penafsiran dan penjelasan bahwa hal itu termasuk ke dalam makna ayat yang disimpulkan darinya dan bukan menyebabkan Asbab Nuzul. Terkecuali ada indikasi pada salah satu riwayat yang menunjukkan bahwa itu adalah Asbab Nuzul.
2.      Jika salah satu redaksi riwayat itu tidak tegas, misalnya : “Ayat ini turun mengenai perkara ini” sedang riwayat lain menyebutkan Asbab Nuzul dengan tegas yang berbeda dengan riwayat pertama, maka yang menjadi pegangan adalah riwayat yang menyebutkan Asbab Nuzul secara tegas itu. Dan riwayat yang tidak tegas dipandang termasuk ke dalam penjelas.
3.      Jika riwayat itu banyak dan semuanya menegaskan Asbab Nuzul, salah satu diantaranya itu shahih, maka yang dijadikan pegangan adalah riwayat yang shahih.
4.      Apabila riwayat-riwayat itu sama-sama shahih, namun terdapat segi yang memperkuat salah satunya, seperti kehadiran perawi dalam kisah tersebut, atau salah satu dari riwayat-riwayat itu lebih shahih, maka riwayat yang lebih kuat itulah yang didahulukan.
5.      Jika riwayat-riwayat tersebut sama kuat, maka riwayat-riwayat itu dipadukan atau dikompromikan jika mungkin, hingga dinyatakan bahwa ayat itu turun sesudah terjadi dua buah sebab atau lebih karena jarak waktu diantara sebab itu berdekatan.
6.      Jika riwayat-riwayat tersebut sama kuat, maka riwayat-riwayat itu dipadukan atau dikompromikan jika mungkin, hingga dinyatakan bahwa ayat itu turun sesudah terjadi dua buah sebab atau lebih karena jarak waktu diantara sebab itu berjauhan.
6.                  Pentingnya Mempelajari Asbabun Nuzul
Adapun kegunaan yang diperoleh dalam mengetahui Asbabun Nuzul dalam kaitannya dengan memahami makna daripada ayat-ayat suci Al-Quran antara lain adalah sebagai berikut:
1)      Mengetahui hikmah (rahasia) dan tujuan Allah secara khusus dalam mensyariatkan agamaNya yang terkandung di balik ayat-ayat yang mempersoalkan syariat (hukum). Misalnya kita dapat memahami lewat pengetahuan Asbabun Nuzul kenapa judi, riba, memakan harta anak yatim itu diharamkan. Sebaliknya bagaimana Allah mula-mula mensyariatkan sholat Khouf (sholat yang dilakukan waktu situasi gawat/perang), kenapa tidak boleh melakukan sholat jenazah atas orang musyrik, bagaimana pembagian harta rampasan perang, dan sebagainya. Hampir semua aspek hukum itu mengandung aspek filosofis yang sebagian di antara dapat diketahui lewat pengertian tentang Asbabun Nuzul.
2)      Mengetahui pengecualian hukum (takhshish) terhadap orang yang berpendirian bahwa hukum itu harus dilihat terlebih dahulu dari sebab-sebab yang khusus.
3)       Mengetahui Asbabun Nuzul adalah cara yang paling kuat dan paling baik dalam memahami pengertian ayat, sehingga para sahabat yang paling mengetahui tentang sebab-sebab turunnya ayat lebih didahulukan pendapatnya tentang pengertian dari satu ayat, dibandingkan dengan pendapat sahabat yang tidak mengetahui tentang sebab-sebab turunnya ayat.
4)      Pengetahuan tentang Asbabun Nuzul membantu dalam memahami ayat dan menghindarkan kesulitannya, sebagai contoh adalah dalam memahami ayat Al-Quran : Dan bagi Allah timur dan barat maka kemana sajapun kamu menghadap maka di sana wajah Allah, sesungguhnya Allah Maha Luas dan Maha Mengetahui. Ayat ini sepintas kilas membicarakan bolehnya orang melaksanaka sholat dengan mengahadap kemana saja yang ia sukai, padahal ayat ini berbicara untuk orang yang mengerjakan sholat sunnat dalam suasana musafir dimana ia tidak mengetahui arah kiblat secara pasti atau orang yang sholat dengan ijtihadnya dimana dia juga tidak mengetahui arah kiblat secara pasti. Dalam suasana yang seperti ini maka orang sah melaksanakan sholat menghadap kemana saja.
5)      Pengetahuan tentang Asbabun Nuzul dapat menolak dugaan adanya hashr (pembatasan) dalam ayat yang menurut lahirnya mengandung hashr (pembatasan), tetapi sebetulnya bukanlah pembatasan, sebagai contoh adalah Al-Quran Surat Al-Anam ayat 145 dalam hal makanan yang diharamkan.
6)      Pengetahuan tentang Asbabun Nuzul dapat mengkhususkan (takhshish) hukum pada sebab menurut ulama yang memandang bahwa yang mesti diperhatikan adalah kekhususan sebab dan bukan keumuman lafal. Hal ini sebagaimana pada ayat-ayat tentang zhihar (suami menyerupakan istrinya dengan ibunya, seperti ia berkata pada istrinya, Punggungmu seperti punggung ibuku) yang terdapat pada permulaan Surat Al-Mujadalah, dimana sebab turunnya adalah Aus Bin Shamit yang menzhihar istrinya Khaulah Binti Hakam Ibn Tsalabah. Menurut pandangan ini, hukum yang berlaku pada ayat ini khusus untuk kasus ini. Dan adapun hukum yang berlaku bagi selainnya dapat diketahui pada dalil-dalil yang lain.
7)      Dengan mempelajari Asbabun Nuzul diketahui pula bahwa sebab turun ayat tidak pernah keluar dari hukum yang terkandung dalam ayat tersebut sekalipun datang mukhashshishnya (yang mengkhususkannya). Hal ini didasarkan atas Ijma yang menyatakan bahwa hukum sebab tetap selama-lamanya.
8)      Dengan Asbabun Nuzul diketahui orang ayat tertentu yang turun padanya secara tepat sehingga tidak terjadi kesamaran, sebab kesamaran bisa membawa kepada penuduhan terhadap orang yang tidak bersalah dan pembebasan bagi orang yang bersalah.
9)      Pengetahuan tentang Asbabun Nuzul akan mempermudah orang menghafal ayat-ayat Al-Quran serta memperkuat keberadaan wahyu dalam ingatan orang yang mendengarnya jika ia mengetahui sebab turunnya, sebab pertalian antara sebab dan musabbab, hukum dan peristiwanya, peristiwa dan pelaku, masa dan tempatnya, semua ini merupakan faktor-faktor yang menyebabkan mantapnya dan terlukisnya sesuatu dalam ingatan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Danau Tanralili ( Surga Di Kaki Gunung Bawakaraeng)

Sumb er: Dokum entasi Pribadi M e nd e ngar kata Gunung Bawakara e ng s e kilas akan t e rlintas angan t e ntang k e tinggian dan huta...