Kamis, 09 Februari 2017

Etika Ekonomi Islam Di Bidang Distribusi



A.                 Makna Distribusi dan Urgensinya
Distribusi adalah penyebaran atau perputaran ekonomi, dalam skala negara seringkali diterjemahkan menjadi pemeratan kesejahteraan warga negara. Adapun makna distribusi dalam ekonomi islam sangatlah luas, yaitu mencakup pengaturan kepemilikan unsur-unsur produksi dan sumber-sumber kekayaan. Dimana islam memperbolehkan kepemilikan umum dan kepemilikan khusus, dan meletakkan masing-masingnya kaidah-kaidah untuk mendapatkan dan mempergunakannya, dan kaidah-kaidah untuk warisan, hibah dan wasiat.
Terdapat perbedaan dalam system ekonomi tentang makna distribusi. Kapitalisme memberikan kebebasan kepemilikan khusus dan memperbolehkan pemindaan kekayaan dengan cara pewarisan atau hibah, dan tidak meletakan kaidah-kaidah untuk penentuan hal tersebut. Sementara ekonomi social mengabaikan kepemilikan khusus bagi unsur-unsur produksi, dan menilai pekerjaan sebagai satu-satunya unsur bagi produksi. Karena itu sistem distribusinya berdasarkan pada prinsip “setiap individu sesuai tingkat kemampuannya, dan setiap individu sesuai tingkat kebutuhannya,” dan berdasarkan pada   khurafat perealisasian keadilan pembagian pemasukan bagi tingkatan pekerja yang berlandaskan pada pilar-pilar sosial. Pada sisi lain, ekonomi kapitalisme memfokuskan pembagian “ pemasukan Negara” di antara unsur-unsur produksi, kemudian memperhatikan penyelesaian factor-faktor yang menentukan harga (bagian) unsur-unsur produksi dari pemasukan Negara. Karena itu kapitalisme memutlakan system distribusi dengan terminologi “teori harga unsure produksi”. Sedangkan distribusi individu, yakni distribusi income di antara individu masyarakat dan kelompoknya, tidak mendapat perhatian kapitalisme kecuali dimasa belakangan ini, dan dengan tingkata yang terbatas. Sedangkan makna distribusi dalam ekonomi Islam jauh lebih luas lagi, yaitu mencakup pengaturan kepemilikan unsure-unsur produksi dan sumber-sumber kekayaan.  Yang mana Islam memperbolehkan kepemilikan umum dan kepemilikan khusus, dan meletakan bagi  masing-masing dari keduanya dari kaidah-kaidah untuk mendapatkannya dan mempergunakannya, dan kaidah-kaidah untuk warisan, hibah dan wasiat. Sebagaimana ekonomi Islam juga memiliki polotik dalam distribusi pemasukan, baik antara unsure-unsur produksi maupun antara  individu masyarakat dan kelompok-kelompoknya, disamping pengembalian distribusi dalam system jaminan social yang disampaikan adalam ajaran Islam.
Distribusi dalam ekonomi Islam berbeda dengan system konvensional dari sisi tujuannya, asas ideology, moral dan sosialnya yang tidak dapat dibandingkan dengan system ekonomi konvensional. Karena memperhatikan bahayanya pendistribusian harta yang bukan pada haknya dan terjadinya penyelewengan dalam distribusi, maka islam mengutamakan tema distribusi dengan perhatian besar yang nampak dalam beberapa fenomena, dimana yang terpenting adalah sebagai berikut :
1.      Banyaknya nash Al Quran dan hadist Nabawi yang mencakup tema distribusi dengan menjelaskan sistem manajemennya, himbauan komitmen dan cara-caranya yang terbaik dan memperingatkan penyimpangan dari sistem yang benar.
2.      Syariat islam tidak hanya menetapkan prinsip-prinsip umum bagi distribusi dan pengembalian distribusi, namun juga merincikan dengan jelas dan lugas cara pendistribusian harta dan sumber-sumbernya.
3.      Banyak dan komperhensifnya sistem dan cara distribusi yang ditegakkan dalam islam, baik dengan cara pengharusan (wajib) maupun yang secara suka rela (sunnah)
4.      Al Qur’an menyebutkan secara tekstual dan eksplisit tentang tujuan peringatan perbedaan di dalam kekayaan, dan mengantisipasi pemusatan harta dalam kalangan minoritas.
B.                 Nilai dan Moral Dalam Distribusi
Sistem ekonomi yang berbasis Islam menghendaki bahwa dalam hal pendistribusian harus berdasarkan pada dua nilai, yaitu nilai kebebasan dan nilai keadilan.
1.      Nilai Kebebasan. Nilai pertama dalam bidang distribusi adalah nilai kebebasan. Kebebasan disini adalah kebebasan dalam bertindak yang dibingkai oleh nilai-nilai agama. Hal ini berdasarkan pada dua hal persoalan. Pertama, keimanannya kepada Allah dan Mentauhidkan-Nya, kedua, keyakinan-Nya kepada manusia
a.      Pertama: keimanannya kepada Allah dan mentauhidkan-Nya. Esensi iman kepada Allah dalam islam adalah tauhid. Aqidah dan prinsip-prinsipnya tersimpul dalam laa ilaaha illallah. Sesungguhnya hakikat tauhid adalah mengesakan Allah dalam beribadah dan memohon pertolongan. Beribadah kepada Allah berarti mentaati perintah-Nya, mengikuti hukum-Nya dan tunduk pada kekuasaan dan syar’ah-Nya. Tauhid ini tidak ada jika manusia masih menjadikan selain Allah sebagai Tuhan, mengambil selain Allah sebagai penolong. Kemudian islam datang untuk membebaskan manusia dari setiap penyembahan kepada selain Allah. Ia datang dengan mengemukakan bahwa semua manusia adalah sama rata. Dengan demikian tidak boleh satu sama lain saling menzalimi dan saling menindas.
b.      Kedua: keyakinan-Nya kepada manusia. Sistem islam telah mengakui kebebasan karena islam percaya kepada Allah dan juga percaya kepada manusia, percaya dengan fitrahnya yang telah Allah ciptakan padanya, dan mempercayai kemuliaan dan kemampuannya yang membuatnya berhak untuk menjadi khalifah di bumi. Allah telah menciptakan manusia dan mempersiapkannya dengan kekuatan material dan spiritual yang memadai untuk mengemban kewenangan khilafah ini dan untuk memakmurkan bumi.
2.      Nilai Keadilan Keadilan adalah lawan dari dholim yaitu meletakan sesuatu bukan pada tempatnya jadi keadilan itu meletakkan segala sesuatunya pada tempatnya. Keadilan tidak seperti pemahaman kaum kapitalis yang menyatakannya sebagai tindakan membebaskan manusia untuk berbuat dan bertindak tanpa campur tangan pihak mana pun, tetapi sebagai keseimbangan antara individu dengan unsur materi dan spiritual yang dimilikinya, keseimbangan antara individu dan masyarakat serta antara suatu masyarakat dengan masyarakat lainnya. Keberadilan dalam pendistribusian ini tercermin dari larangan dalam Al-Qur’an agar supaya harta kekayaan tidak diperbolehkan menjadi barang dagangan yang hanya beredar diantara orang-orang kaya saja, akan tetapi diharapkan dapat memberi kontribusi kepada kesejahteraan masyarakat sebagai suatu keseluruhan. Nilai keadilan distribusi dalam ekonomi islam itu tercermin dalam beberapa aspek antara lain:
a.      Perbedaan pendapatan. Ketidaksamaan yang adil ini tidak diragukan lagi akan mengakibatkan perbedaan dalam pendapatan. Ia merupakan aksioma yang telah diungkapkan oleh Al-Quran dalam sejumlah ayat seperti firman-Nya: “Dan Allah melebihkan sebagian kamu dari sebagian yang lain dalam hal rizqi” (An-Nahl:71). Mungkin ayat yang paling mudah dapat diterima oleh akal disini adalah firman-Nya: “kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain” (Az-Zukhruf: 32)”. Suatu hal yang bisa di catat disini,  bahwa pelebihan ini bukan berarti tidak memberikan kepada sebagian orang sama sekali, dan memberikan segala sesuatu kepada orang yang lain. Sesungguhnya pelebihan in seperti telah diketahui adalah ke ikut sertaan dua orang dalam satu hal. Kemudian tidaklah mengapa jika ada kelebihan salah satu dari keduanya dalam hal tersebut, selama dasar pelebihan ini adalah apa yang telah kami sebutkan diatas yaitu ilmu, kerja dan penunaian tugas secara baik. Bukan sembarang pelebihan seperti persepsi orang-orang bodoh selama ini. Ia berdasarkan pada sunnatullah (hukum Allah) pada alam dan syar’ah-Nya.
b.      Pemerataan Kesempatan. Semua anggota masyarakat harus sama dalam mendapatkan hak untuk hidup, memiliki, belajar, bekerja, berobat, kelayakan hidup dan jaminan keamanan dari bencana alam. Karena hal ini merupakan hak-hak kemanusiaan yang berhak mereka peroleh, sebagai manusia semata-mata dan bukan sebagai anak-anak kelas khusus atau keluarga tertentu, juga bukan sebagai individu-individu yang memiliki  keahlian kusus. Selama semua orang sama dalam arti kemanusiaan,maka pembedaan antara satu individu dengan individu yang lain atau satu kelompok dengan kelompok yang lain adalah suatu kedzaliman yang tidak beralasan sama sekali karena hal itu berarti pemberian antara dua pihak yang sama dalam semua segi.
c.       Memenuhi hak para pekerja. Diantara nilai-nilai yang dituntut disini adalah memenuhi hak pekerja atau buruh. Tidak boleh dalam keadilan islam seorang buruh mencurahkan jerih payah dan keringatnya sementara ia tidak mendapatkan upah atau gajinya,dikurangi atau di tunda-tunda. Dalam perihal penjualan jika mereka telah menyerahkan barang maka mereka mengambil harganya pada saat penyerahan barang.seorang buruh yang telah menunaikan pekerjaannya ialah lebih berhak dan lebih pantas mendapatkan upahnya dengan segera karena upahnya adalah harga kerjannya bukan harga barang dagangannya.
d.      Takaful (kesetiakawanan sosial yang m enyeluruh). Hal ini dapat terlaksana melalui jaminan sosial bagi kaum lemah dan tidak mampu,tingkat pemenuhan kebutuhan yang cukup, sumber-sumber dana dan jaminan sosial. Setiap individu mempunyai hak untuk hidup dalam sebuah negara, dan setiap warga negara dijamin untuk memperoleh kebutuhan pokoknya masing-masing. Dan terdapat persamaan sepenuhnya diantara warga negara apabila kebutuhan pokoknya sudah terpenuhi. Menurut Syekh Mahmud Syaltut, bahwa jaminan sosial adalah suatu keharusan diantara keharusan-keharusan persaudaraan, bahkan suatu yang paling utama, yaitu perasaan tanggung jawab dari yang satu terhadap yang lain, dimana setiap orang turut memikul beban saudaranya, dan dipikul bebannya oleh saudaranya, dan selanjutnya ia harus bertanggung jawab terhadap dirinya dan bertanggung jawab terhadap saudaranya. Jaminan sosial dapat memberikan standar hidup yang layak, termasuk penyediaan pangan, pakaian, perumahan, kesehatan, pendidikan dan sebagainya kepada setiap anggota masyarakat.
Keadilan adalah tawazun (keseimbangan) antara berbagai potensi individu baik moral ataupun material. Ia adlah tawazun antara individu dan komunitas (masyarakat). Kemudian antara satu komunitas dengan komunitas yang lain dan tidak ada jalan menuju tawazun ini kecuali dengan berhukum kepada syaiah Allah. Keadilan tidak berarti kesamaan secara mutlak karena menyamakan antara dua hal yang berbeda seperti membedakan antara dua hal yang sama. Kedua tindakan ini tidak bisa dikatakan keadilan sama sekali, apalagi persamaan secara mutlak adalah suatu hal yang mustahil karena bertentangan dengan tabiat manusia dan tabiat segala sesuatu. Keadilan adalah menyamakan dua hal yang sama sesuai batas-batas persamaan dan kemiripan kondisi antar keduanya. Atau membedakan antara dua hal yang berbeda sesuai batas-batas perbedaan dan keterpautan kondisi antar keduanya.
Ustadz Abbas Al-‘Aqqad berkata, “persamaan yang ideal adalah keadilan yang tidak ada kezaliman terhadap seorang pun di dalamnya. Oleh karena itu para pakar definisi bahasa tidak dapat menjadikan persamaan yang ideal sebagai suatu persamaan dalam kewajiban karena persamaan dalam kewajiban dengan adanya perbedaan kemampuan untuk melaksanakannya adalah suatu kezaliman yang buruk” “mereka juga tidak dapat menjadikan keadilan sebagai suatu persamaan dalam hak, karena persamaan dalam hak dengan adanya perbedaan dalam kewajiban adalah kezaliman yang lebih buruk, ia merupakan “perampasan” yang tidak dapat diterima oleh akal dan sangat membahayakan kepentingan umum sebagaimana membahayakan kepentingan tiap individu yang memiliki berbagai hak dan kewajiban” Jadi yang benar adalah persamaan dalam kesempatan dan sarana. Oleh sebab itu, tidak boleh ada seorang pun yang tidak mendapatkan kesempatannya untuk mengembangkan kemampuan yang memungkinkannya untuk melaksanakan salah satu kewajibannya. Juga tidak boleh ada seorangpun yang tidak mendapatkan sarananya yang akan dipergunakan untuk mencapai kesempatan tersebut.
Sesungguhnya pilar penyangga kebebasan ekonomi yang berdiri diatas pemuliaan fitrah dan harkat manusia disempurnakan dan ditentukan oleh pilar penyangga yang lain yaitu keadilan. Keadilan dalam islam bukanlah prinsip yang sekunder. Ia adalah cikal bakal dan fondasi kokoh yang memasuki semua ajaran dan hukum islam berupa aqidah, syar’ah dan akhlak (moral).
Allah mengutus para rasul agar manusia menegakkan keadilan, oleh sebab itu manusia berkewajiban menegakkan keadilan atas diri mereka sendiri, sedangkan para rasul-dengan kitab yang diturunkan Allah kepada mereka-tidak ada kewajiban atas mereka kecuali menjelaskan rambu-rambu kebenaran dan keadilan, menghilangkan ketidak jelasan dan kesalah pahaman.
 Beberapa aturan dalam ekonomi islam terkait dengan kebebasan dan keadilan adalah sebagai berikut :
1.      Segala sesuatunya adalah milik Allah, manusia diberi hak untuk memanfaatkan segala sesuatu yang ada di muka bumi ini sebagai khalifah atau pengemban amanat Allah, untuk mengambil keuntungan dan manfaat sebanyak-banyaknya sesuai dengan kemampuannya dari barang-barang ciptaan Allah.
2.      Allah telah menetapkan batas-batas tertentu terhadap prilaku manusia sehingga menguntungkan individu tanpa mengorbankan hak-hak individu lainnya.
3.      Semua manusia tergantung pada Allah, sehingga setiap orang bertanggung jawab atas pengembangan masyarakat dan atas lenyapnya kesulitan-kesulitan yang mereka hadapi.
4.      Status kekalifahan berlaku umum untuk setiap manusia, namun tidak berarti selalu punya hak yang sama dalam mendapatkan keuntungan. Kesamaan hanya dalam kesempatan, dan setiap individu dapat menikmati keuntungan itu sesuai dengan kemampuannya.
5.      Individu-individu memiliki kesamaan dalam harga dirinya sebagai manusia. Hak dan kewajiban ekonomi individu disesuaikan dengan kemampuan-kemampuan yang dimilikinya dan dengan peranan-peranan normatif masing-masing dalam struktur sosial.
6.      Dalam Islam, bekerja dinilai sebagai kebaikan dan kemalasan dinilai sebagai kejahatan. Ibadah yang paling baik adalah bekerja dan pada saat yang sama bekerja merupakan hak dan sekaligus kewajiban.
7.      Kehidupan adalah proses dinamis menuju peningkatan. Allah menyukai orang yang bila dia mengerjakan sesuatu melakukannya dengan cara yang sangat baik.
8.      Jangan membikin mudarat dan jangan ada mudarat.
9.      Suatu kebaikan dalam peringkat kecil secara jelas dirumuskan. Setiap muslim dihimbau oleh sistem etika (akhlak) Islam untuk bergerak melampaui peringkat minim dalam beramal saleh.
C.                 Etika Islam Dalam Distribusi
Ada beberapa etika islam yang dianjurkan dalam kegiatan distribusi, yaitu :
1.      Selalu menghiasi amal dengan niat ibadah dan ikhlas.
2.      Memberikan informasi tentang barang secara jujur dan transparan, apa adanya, tidak menggoda, dan menjerumuskan pembeli.
3.      Tidak mendistribusikan barang-barang yang membahayakan dan yang diharamkan.
4.      Melakukan metode distribusi bersifat jujur, memegang amanah dan berdakwah.
5.      Tidak mengurangi ukuran, standar, kualitas, timbangan secara curang.
6.      Harus tetap menjaga sifat adil dalam segala bentuk.
7.      Melarang kegiatan monopoli ang merusak kepentingan sosial.
8.      Menganjurkan sifat saling menolong, toleransi, dan sedekah.
9.      Tidak melakukan praktik rakus laba.
10.  Membebaskan konsumen memilih keinginanya, tidak melakukan paksaan dan memberikan kepada konsumen untuk mengembalikan barangnya jika salah beli.
D.                 Tujuan Distribusi Dalam Ekonomi Islam
Ekonomi Islam mempunyai sistem distribusi yang merealisasikan beragam tujuan yang mencakup berbagai bidang kehidupan dimana distribusi tersebut dikelompokan menjadi empat bagian,antara lain
1.      Tujuan dakwah` Yang dimaksud dakwah disini adalah dakwah kepada Islam dan menyatukan hati kepada Allah. Contohnya; bagian muallaf di dalam zakat.dimana muallaf itu adakalanya orang kafir yang diharapkan keIslamannya.
2.      Tujuan pendidikan Secara umum bahwa distribusi dalam perspektif ekonomi Islam dalam mewujudkan beberapa tujuan pendidikan. Pendidikan terhadap akhlak terpuji, seperti suka memberi, berderma dan mengutamakan orang lain dan Mensucikan dari akhlak tercela, seperti pelit, egois dll.
3.      Tujuan sosial Tujuan sosial terpenting bagi distribusi adalah :
a.       Memenuhi kebutuhan kelompok yang membutuhkan, dan menghidupkan prinsip solidaritas di dalam masyarakat muslim.
b.      Menguatkan ikatan cinta dan kasih sayang di antara individu dan kelompok di dalam masyarakat.
c.       Mengikis sebab-sebab kebencian dalam masyarakat, yang akan berdampak pada terealisasinya keamanan dan ketentraman masyarakat.
d.      Keadilan dalam distribusi yang mencakup pendistribusian sumber-sumber kekayaan
4.      Tujuan ekonomi
a.       Pengembangan harta dan pembersihannya, karena pemilik harta ketika menginfakan sebagian hartanya  kepada orang lain, baik infak wajib maupun sunnah, maka demikian itu akan mendorongnya untuk menginvestasikan hartanya sehingga tidakakan habis karena zakat
b.      Memberdayakan sumber daya manusia yang menganggur dengan terpenuhi kebutuhannya tentang harta atau persiapan yang lazim untuk melaksanakannya dengan melakukan kegiatan ekonomi.
c.       Andil dalam merealisasikan kesejahteraan ekonomi, dimana tingkat kesejahteraan ekonomi berkaitan dengan tingkat konsumsi . sedangkan tingkat konsumsi tidak hanya berkaitan dengan bentuk pemasukan saja, namun juga berkaitan dengan cara pendistribusiannya diantara individu masyarakat.
d.      Penggunaan terbaik terhadap sumber ekonomi, contohnya : ketika sebagian harta orang kaya diberikan untuk kemaslahatan orang-orang miskin, maka kemanfaatan total bagi pemasukan umat bertambah. Sebab pemanfaatan orang-orang miskin terhadap harta tersebut akan menjadi pada umumnya lebih besar daripada kemanfaatan harta tersebut masih berada di tangan orang yang kaya.
Kepustakaan
Qardhawi,Yusuf. 2004. Peran Nilai dan Moral dalam Perekonomian Islam. Robbani Press. Jakarta.
Hakim, Lukman. 2012. Prinsip-perinsip Ekonomi Islam,Erlangga, Jakarta.
Madnasir, Khoiruddin. 2012. Etika bisnis dalam Islam, Permata printing solution. Bandar Lampung
Nasution, Mustafa Edwin. 2007. Ekonomi Islam.  Kencana. Jakarta.
Qardhawi, Yusuf (2006), Norma dan Etika Ekonomi Islam. Gema Insani. Depok.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Danau Tanralili ( Surga Di Kaki Gunung Bawakaraeng)

Sumb er: Dokum entasi Pribadi M e nd e ngar kata Gunung Bawakara e ng s e kilas akan t e rlintas angan t e ntang k e tinggian dan huta...