A.
Pengertian
Bukti Audit
Bukti Audit adalah informasi yang digunakan oleh Auditor dalam menentukan
apakah informasi yang diaudit telah dinyatakan sesuai dengan kriteria yang
ditetapkan. Informasi ini sangat bervariasi sesuai kemampuannya dalam
meyakinkan Auditor bahwa laporan keuangan telah disajikan sesuai dengan
prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum. Bukti Audit mencakup informasi
yang sangat persuasif, misalnya perhitungan auditor atas sekuritas yang dapat
diperjualbelikan, dan informasi yang kurang persuasif, misalnya respons atas
pertanyaan-pertanyaan dari para karyawan klien.
Pendekatan Auditor biasanya datang dari dua arah secara simultan.
Pada satu sisi, auditor bertolak dari pemahaman mereka atas bisnis dan industri
yang dikombinasikan dengan pemahaman atas keunggulan kompetitif klien untuk
mengembangkan harapan yang berkenaan dengan laporan keuangan. Pada sisi lain,
auditor juga mengaudit pencatatan transaksi-transaksi individual dan kumpulan
dari transaksi-transaksi tersebut. Salah satu tantangan dalam audit ini adalah
menyeimbangkan dua pendekatan yaitu:
1.
Bukti
Audit Top-Down, yaitu berfokus pada upaya auditor dalam memperoleh pemahaman
tentang bisnis dan industry, sasaran dan tujuan manajemen, bagaimana manajemen
menggunakan sumber dayanya untuk mencapai sasaran, keunggulan kompetitif
organisasi di pasaran, proses bisnis inti, serta laba dan arus kas yang
dihasilkan. Prosedur audit Top-Down memberikan bukti tentang risiko bisnis
strategis yang dihadapi klien, bagaimana klien menanggapi risiko tersebut , dan
kelangsungan hidup entitas.
2.
Bukti
Audit Bottom-UP, yaitu berfokus pada pengujian secara langsung atas transaksi,
saldo akun, serta sistem yang mencatat transaksi tersebut yang pada akhirnya
menghasilkan saldo akun. Bukti Bottom-UP meliputi beberapa bentuk penarikan
sampel transaksi, atau penarikan sampel terinci yang mendukung saldo akun
(misalnya, setiap item-item dalam persediaan atau piutang usaha) dan
mengevaluasi kewajaran penyajian dari setiap rincian yang terakumulasi dalam
laporan keuangan.
B.
Keputusan
Penting Tentang Bukti Audit
Ketika merencanakan Audit, auditor harus membuat empat keputusan
penting tentang lingkup dan pelaksanaan audit. Keputusan tersebut meliputi:
1.
Sifat
Pengujian Audit Sifat pengujian audit mengacu pada sifat dan efektivitas pengujian
audit yang akan dilaksanakan. Pertama, prosedur audit tersebut harus dapat
memberikan bukti tentang kinerja kompetitif suatu entitas atau terkait dengan
tujuan audit spesifik yang ingin dicapai auditor. Akhirnya bukti tersebut harus
relevan dengan asersi laporan keuangan manajemen. Auditor juga harus
mempertimbangkan biaya relatif serta efektivitas prosedur dalam kaitannya
dengan tujuan audit yang spesifik. Auditor dapat memilih melaksanakan pengujian
guna memperoleh pemahaman yang diperlukan dalam audit, melaksanakan pengujian
pengendalian, atau melaksanakan pengujian substantif. Setiap keputusan tersebut
mencerminkan pertimbangan audit yang penting tentang sifat pengujian audit
tersebut.
2.
Saat
Pengujian Audit Saat mengacu pada kapan auditor akan melaksanakan pengujian audit
serta menarik kesimpulan audit. AU 313.02,Substantive Test Prior to Balance
Sheet Date (SAS 45) menyatakan bahwa pengujian audit pada tanggal interim dapat
memberikan pertimbangan awal tentang masalah-masalah signifikan yang dapat
mempengaruhi laporan keuangan pada akhir tahun buku (sebagai contoh,
transaksi-transaksi pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa) selain itu,
banyak perencanaan audit yang meliputi upaya memperoleh pemahaman tentang
pengendalian internal, mengukur risiko pengendalian, dan penerapan pengujian
substantive atas transaksi, dapat dilaksanakan sebelum tanggal neraca.
3.
Luas
pengujian Audit Luas prosedur Audit berkaitan dengan keputusan auditor tentang
berapa banyak bukti audit yang harus diperoleh. Bukti yang lebih banyak
diperlukan untuk mencapai suatu tingkat risiko deteksi yang rendah dibandingkan
dengan tingkat risiko yang tinggi. Sebagai contoh, seorang auditor dapat
mengirim permintaan konfirmasi sebanyak 50% dari akun yang ada dalam akun piutang
usaha atau hanya 10% saja dari akun-akun yang ada.
4.
Penetapan
Staf Audit Auditor harus ditugaskan pada tugas-tugas yang telah ditetapkan dan
disupervisi sesuai dengan tingkat pengetahuan, keterampilan, dan kemampuannya.
Sehingga mereka dapat mengevaluasi bukti audit yang sedang diperiksa. (AU
316.27), consideration of fraud in a
financial statement Audit SAS no 82, menyatakan bahwa auditor dapat
menanggapi risiko salah saji material yang disebabkan oleh kecurangan dengan
cara penugasan personel. Tanggung jawab yang ditetapkan harus disesuaikan
dengan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan personel yang ditugaskan sesuai
dengan penilaian auditor atas tingkat risiko yang berkaitan dengan tnggung
jawab tersebut. Singkatnya auditor membuat empat pilihan penting yang berkaitan
dengan bukti audit; 1) bukti apa yang akan diperoleh (sifat), 2) bilamana akan
memperoleh bukti (saat), 3) berapa banyak bukti yang akan diperoleh (luas), 4)
siapa yang akan ditugaskan untuk memperoleh bukti (penetapan staf audit).
C.
Tujuan
Umum
Pada dasarnya tujuan umum audit adalah untuk menyatakan pendapat
atas kewajaran , dalam semua hal yang material , posisi keuangan dan hasil
usaha serta arus kas sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum. Untuk
mencapai tujuan ini , auditor perlu menghimpun bukti kompeten yang cukup. Untuk
menghimpun bukti kompeten yang cukup, auditor perlu mengidentifikasikan dan
menyusun sejumlah tujuan audit spesifik untuk setiap akun laporan keuangan.
Dengan melihat tujuan audit spesifik tersebut , auditor akan dapat
mengidentifikasikan bukti apa yang dapat dihimpun dan bagaimana cara menghimpun
bukti tersebut.
Tujuan audit spesifik lebih diarahkan untuk pengujian terhadap pos
pos yang terdapat dalam laporan keuangan
yang merupakan asersi manajemen. Dalam bab sebelumnya telah disebutkan bahwa
asersi manajemen dalam laporan keuangan menjadi pedoman bagi auditor untuk
merencanakan pengumpulan bukti audit. Lima asersi manajemen yang digariskan
dalam standar auditing yang berlaku umum (GAAS) adalah sebagai berikut:
1.
Tujuan
Audit untuk Keberadaan dan Keterjadian Berkaitan dengan masalah keberadaan
dan keterjadiaan biasanya auditor akan memastikan hal-hal sebagai berikut:
a.
Validitas/pisah batas, semua transaksi tercatat benar-benar telah terjadi selama periode
akuntansi.
b.
Validitas, semua aktiva, kewajiban, ekuitas adalah valid dan telah dicatat
sebagaimana mestinya dalam neraca.
Pada saat auditor memeriksa siklus penjualan dan penagihan, ia
harus mengikuti tiga alur transaksi utama, yaitu: penjualan kredit, penagihan,
dan penyesuaian penjualan. Waktu dan perhatian yang diberikan kepada tujuan
audit ini tergantung pada kepentingan dan materialitis transaksi pada proses
bisnis inti entitas.
2.
Tujuan
Audit Untuk Kelengkapan Berkaitan dengan masalah kelengkapan, auditor biasanya akan
memastikan hal-hal sebagai berikut:
a.
Kelengkapan/pisah
batas, semua transaksi yang terjadi dalam periode itu telah dicatat.
b.
Kelengkapan, semua saldo
yang tercantum dalam neraca meliputi semua aktiva, kewajiban, dan ekuitas
sebagaimana mestinya.
Dalam konteks siklus penjualan dan penagihan, biasanya auditor akan
menekankan perhatian tentang transaksi penjualan, penerimaan kas, dan
penyesuaian penjualan serta akumulasinya pada saldo piutang usaha. Masalah
pisah batas seringkali di review oleh para auditor karena transaksi-transaksi
yang tidak tercatat merupakan kesalahan pencatatan pada periode yang salah.
3.
Tujuan
Audit Untuk Hak dan Kewajiban Biasanya Auditor menguji kepemilikan, kesesuaian atas hak entitas
terhadap aktiva, serta hak kepemilikan yang jelas terhadap aktiva. Apabila
ingin mempertimbangkan kelangsungan usaha dan arus kas, auditor akan mengukur
risiko kemungkinan klien telah menggadaikan atau menjual piutang.
4.
Tujuan
Audit untuk Penilaian atau Alokasi Berkaitan dengan masalah penilaian atau alokasi, biasanya auditor
akan memastikan hal-hal sebagai berikut:
a.
Penerapan GAAP, bahwa saldo
telah dinilai sebagaimana mestinya untuk mencerminkan penerapan GAAP dalam hal
penilaian kotor dan alokasi jumlah tertentu antarperiode (seperti penyusutan
dan amortisasi)
b.
Pembukuan dan
Pengikhtisaran, transaksi telah dibukukan dan diikhtisarkan sebagaimana mestinya
dalam jurnal dan buku besar.
c.
Nilai bersih
yang dapat direalisasikan, saldo-saldo yang telah dinilai sebagimana mestinya pada nilai
bersih yang dapat direalisasikan.
Terdapat beberapa tujuan audit pokok atas asersi penilaian atau
alokasi dimana masing-masing mencerminkan jenis salah saji yang berbeda dan
akan memerlukan bukti audit yang berbeda pula.
5.
Tujuan
Audit Untuk Penyajian dan Pengungkapan Berkaitan dengan masalah penyajian
dan pengungkapan , biasanya Auditor akan memastikan hal-hal sebagai berikut:
a.
Pengklasifikasian, Transaksi dan saldo telah diklasifikasikan sebagaimana mestinya
dalam laporan keuangan.
b.
Pengungkapan, Semua pengungkapan yang dipersyaratkan oleh GAAP telah tercantum
dalam laporan keuangan.
Berkaitan
dengan masalah penyajian dan pengungkapan, auditor menekankan perhatian secara
khusus pada klasifikasi dan pengungkapan yang tepat atas transaksi pihak-pihak
yang memiliki hubungan istimewa (related party) dalam siklus penjualan dan
penagihan.
Tujuan audit spesifik dibuat
sedemikian rupa agar sesuai untuk setiap klien. AU 326.09, Evidential Matter
(SAS Nos. 31,48, dan 80) menyebutkan bahwa auditor harus mempertimbangkan
keadaan dimana klien beroperasi, sifat kegiatan ekonominya, dan praktik
akuntansi yang unik untuk industry tersebut. Sebagai contoh, tujuan spesifik
tambahan akan diperlukan apabila sebagian dari transaksi dan piutang entitas
dinyatakan dalam valuta asing. Demikian juga, jumlah tujuan spesifik untuk
setiap kategori asersi akan beragam
sebagaimana ditunjukkan dalam daftar sebelumnnya.
D.
Bukti
Audit, Informasi Penguat, dan Prosedur Audit
Setelah Auditor mengembangkan tujuan audit spesifik untuk saldo
akun atau golongan transaksi yang material, selanjutnya ia akan mengembangkan
prosedur audit yang dapat digunakan sebagai pedoman dalam mengumpulkan bahan
bukti kompeten yang cukup. Telah disebutkan bahwa materialitas dan risiko,
factor-faktor ekonomi, serta ukuran dan karakteristik populasi mempengaruhi
pertimbangan auditor tentang kecukupan bukti audit. Sedangkan faktor-faktor
yang dapat mempengaruhi pertimbangan auditor tentang kompetensi bukti audit adalah
relevansi, sumber, ketepatan waktu, dan objektivitas.
1. Keputusan Bukti Audit Keputusan utama yang dihadapi para auditor adalah
menentukan jenis dan jumlah bukti audit yang tepat untuk dikumpulkan agar dapat
memberikan keyakinan yangt memadai bahwa berbagai komponen dalam laporan
keuangan serta dalam keseluruhan laporan lainnya telah disajikan secara wajar. Berbagai keputusan auditor dalam pengumpulan bukti audit dapat dipilah
kedalam empat sub keputusan berikut ini; Prosedur-prosedur audit
apakah yang akan digunakan; Ukuran sampel sebesar
apakah yang akan dipilih untuk prosedur tertentu;
Item-item manakah yang
akan dipilih dari populasi dan Kapankah berbagai prosedur
itu akan dilakukan.
2. Jenis-jenis Bukti Audit Dalam menentukan prosedur audit mana yang akan digunakan, auditor
dapat memilihnya dari delapan kategori bukti yang luas, yang disebut tipe -
tipe atau jenis - jenis bukti audit. Menurut Fachrudin (2007 : 7), ada beberapa
jenis bahan bukti yang dapat dipilih oleh auditor dalam rangka mengevaluasi
bukti audit, yaitu :
a.
Pemeriksaan
Fisik Pemeriksaan
fisik adalah suatu pemeriksaan langsung atas aset yang berwujud, seperti :
persediaan barang, uang kas, kertas berharga ; seperti saham, wesel tagih, aset
tetap berwujud ; seperti bangunan, mesin, kendaraan dan peralatan kantor.
Pemeriksaan fisik adalah untuk memeriksa kuantitas, deskripsi, kondisi dan
kualitas dari aset yang diperiksa. Dalam pemeriksaan fisik ini indera yang
digunakan dapat lebih dari satu indera dari panca indera yang kita miliki.
b.
Konfirmasi Konfirmasi
adalah jawaban atas permintaan auditor baik tertulis maupun lisan mengenai
keakuratan suatu informasi dari pihak ketiga yang independen (sebaiknya
tertulis). Jawaban tersebut seyogyanya langsung disampaikan kepada auditor.
Proses konfirmasi adalah sebagai berikut :
1.
Informasi dikirimkan ke pihak ketiga
yang independen.
2.
Pihak ketiga memeriksa akurasi
informasi tersebut
3.
Pihak ketiga langsung mengirimkan
hasil pemeriksaannya kepada auditor.
Konfirmasi terdiri atas 2 tipe :
1.
Konfirmasi positif. Pada konfirmasi
ini, pihak ketiga diminta untuk menjawab baik informasi yang diterimanya akurat
maupun tidak akurat.
2.
Konfirmasi negatif. Pada konfirmasi
ini, pihak ketiga diminta untuk menjawab jika informasi yang diterimanya tidak
akurat.
c.
Prosedur
Analiis Prosedur analitis menggunakan perbandingan - perbandingan dan
hubungan - hubungan untuk mengetahui apakah suatu angka atau data merupakan
angka atau data yang logis. Prosedur analitis pada garis besarnya dapat
dilakukan dengan lima cara :
1.
Membandingkan data keuangan yang ada
di laporan keuangan tahun yang diaudit dengan tahun sebelumnya.
2.
Membandingkan data keuangan yang ada
di laporan keuangan perusahaan yang diaudit dengan data perusahaan yang sejenis
untuk tahun/periode yang sama.
3.
Membandingkan data keuangan yang ada
di laporan keuangan dengan anggarannya.
4.
Membandingkan data yang di laporan
keuangan dengan data atau informasi yang diketahui auditor atau hasil
perhitungan auditor.
5.
Membandingkan data keuangan yang ada
di laporan keuangan dengan data non – keuangan yang ada kaitannya
(relationship)
d.
Dokumen Menurut
sumbernya, bukti dokumenter dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu :
1.
Bukti dokumenter yang dibuat oleh
pihak luar yang independen yang dikirimkan langsung kepada auditor, misalnya
konfirmasi yang merupakan penerimaan jawaban tertulis dari pihak yang
independen di luar klien yang berisi verifikasi ketelitian yang diminta oleh
auditor.
2.
Bukti dokumenter yang dibuat oleh
pihak luar yang independen yang disimpan dalam arsip klien, misalnya rekening
koran bank, faktur dari penjual, order pembelian dari pelanggan, dan lain -
lain. Untuk menentukan tingkat kepercayaan terhadap jenis bukti dokumenter ini,
auditor harus mempertimbangkan apakah dokumen tersebut dapat dengan mudah
diubah atau dibuat oleh karyawan dalam organisasi klien.
e.
Tanya Jawab
(wawancara, interview, Inquiries) Tanya jawab dapat dilakukan secara lisan maupun tertulis. Tanya
jawab dilakukan kepada personil atau pihak perusahaan. Apa saja yang kurang
jelas, boleh ditanyakan kepada pihak perusahaan, misalnya mengenai metode
pencatatan, proses produksi, proses pembayaran gaji/upah dan sebagainya. Tetapi
dalam tanya jawab ini harus hati – hati, karena pihak perusahaan bukanlah pihak
yang independen, sehingga kemungkinan memperoleh jawaban yang bias tetap ada.
Dalam tanya jawab sebaiknya dilakukan dengan menggunakan alat komunikasi yang
dimengerti oleh pihak yang ditanya, sehingga informasi yang diperoleh lebih
baik. Sebagian hasil tanya jawab ini mungkin saja dapat diperkuat atau di cek
kesesuaiannya dengan bukti lain seperti observasi atau dokumen dapat dicek
kesesuaiannya dengan tanya jawab.
f.
Observasi Observasi
adalah penggunaan penglihatan dan indera lain untuk menilai atau memeriksa
kegiatan – kegiatan tertentu, misalnya jika di catatan kepegawaian ada 15
personil di bagian akuntansi, auditor dapat berkunjung ke bagian akuntansi
untuk melihat apakah ada 15 orang yang bekerja di bagian akuntansi. Jika kurang
dari 15 orang, perlu ditanyakan apakah ada personil yang cuti atau sedang
keluar kantor. Demikian juga, jika di catatan tidak ada barang setengah jadi
(work in proccess), auditor dapat berkunjung ke pabrik untuk melihat bagaimana
proses produksi di perusahaan, untuk memastikan tidak adanya barang setengah
jadi. Juga, misalnya menurut catatan dan informasi di perusahaan mesin yang
baru dibeli perusahaan, kapasitasnya dapat menghasilkan 1.000 unit produk per
jam. Untuk memeriksa hal diatas, auditor dapat meminta untuk melakukan
observasi beroperasinya mesin tersebut.
g.
Pengerjaan Kembali
Pengerjaan
kembali adalah mengulangi apa yang telah dilakukan atas suatu data atau
informasi. Misalnya suatu faktur penjualan, jumlah rupiah di faktur tersebut
Rp. 5 juta. Auditor akan menghitung kembali dengan mengalikan kuantitas barang
yang dijual dengan harga per unit dari barang tersebut, kemudian menguranginya
jika ada diskon dan sebagainya, sehingga diperoleh angka Rp. 5 juta.
h.
Bukti dari
spesialis Spesialis adalah seorang yang memiliki keahlian atau pengetahuan
khusus dalam bidang selain akuntansi dan auditing, misalnya pengacara,
insinyur, geologist, ahli teknik dan lain – lain. Pada umumnya spesialis yang
digunakan auditor bukan orang yang mempunyai hubungan dengan klien. Auditor
harus membuat surat perjanjian kerja dengan spesialis, tetapi tidak boleh
menerima begitu saja hasil – hasil penemuan spesialis tersebut.
3.
Data
Akuntansi dan Informasi Penguat
Ketika auditor mengembangkan perencanaan audit serta merancang
prosedur audit untuk mencapai tujuan audit spesifik, ia harus mempertimbangkan sifat
bukti yang akan diperoleh. Bukti audit yang mendukung laporan keuangan terdiri
dari data akuntansi yang mendasari, dan informasi penguat yang tersedia bagi
auditor. Bagi yang menekuni bidang auditing, tentunya lebih akrab dengan
komponen dasar dari data akuntansi yang mendasari yaitu (jurnal, buku besar,
kertas kerja, rekonsiliasi dan sebagainya) semuanya tergolong sebagai bukti
yang mendukung laporan keuangan . dewasa ini data-data tersebut seringkali ada
dalam bentuk data elektronik. Bukti documenter telah digunakan secara
luas dalam auditing dan dapat dikaitkan dengan setiap tujuan audit spesifik,
tergantung pada situasi yang ada. Dokumen yang dimaksud dapat berasal dari luar
entitas, dari dalam entitas dengan pengesahan atau tanda tangan.
4.
Program Audit
Standar Auditing yang berlaku umum menyatakan bahwa dalam merencanakan
audit, auditor harus mempertimbangkan sifat, luas, dan saat pekerjaan yang
harus dilaksanakan serta harus mempersiapkan suatu program audit tertylis untuk
setiap audit. Maksud suatu program audit adalah mengatur secara sistematis prosedur
audit yang akan dilaksankan selama audit berlangsung. Program audit tersebut
menyatakan bahwa prosedur audit yang diyakini oleh auditor merupakan hal yang
penting untuk mencapai tujuan audit. Program audit juga mendokumentasikan
strategi audit. Biasanya auditor berusaha menyeimbangkan prosedur audit
top-down dan bottom-up ketika mengembangkan suatu program audit. Jenis
pengujian yang termasuk dalam program audit meliputi:
a.
Prosedur Analitis Prosedur ini
meneliti hubungan yang dapt diterima antara data keuangan dan data non-keuangan
untuk mengembangkan harapan atas saldo laporan keuangan.
b.
Prosedur Awal Yakni prosedur untuk
memperoleh pemahaman atas (1) faktor persaingan bisnis dan industri klien, (2)
struktur pengendalian internnya. Auditor juga melaksanakan prosedur awal untuk
memastikan bahwa catatan-catatan dalam buku pembantu sesuai dengan akun
pengendali dalam buku besar.
c.
Pengujian Estimasi Akuntansi Pengujian ini
meliputi pengujian subtantif atas saldo.
d.
Pengujian Pengendalian Adalah pengujian
pengendalain intern yang ditetapkan oleh strategi audit dari auditor.
e.
Pengujian Transaksi Adalah pengujian
substantif yang terutama meliputi tracing atau vouching transaksi berdasarkan
bukti dokumenter yang mendasari.
f.
Pengujian Saldo Berfokus pada
perolehan bukti secara langsung tentang saldo akun serta item-item yang
membentuk saldo tersebut.
g.
Pengujian Penyajian dan Pengungkapan Mengevaluasi
penyajian secara wajar semua pengungkapan yang dipersyaratkan oleh GAAP.
REFERENSI
Arens. Alvin A, Elder. Randal j, Auditing dan jasa assurance, 2006, Erlangga, Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar