Kamis, 09 Februari 2017

Sejarah Perkembangan Islam Di Nusantara



A.                 Keadaan Nusantara Sebelum Datangnya Islam.
1.      Disintegrasi Politik. Islam datang di nusantara pada saat ketika pusat kekuasaaan hindu mengalami kemunduran. Pada masa awal kedatangan islam sekitar abad ke 12 dan 13 Sriwijaya sebagai pusat kekuasaan Hindu di Nusantara bagian barat mulai menunjukkan tanda-tanda kemerosotan. Demikian pula ketika islam mulai berkembang secara luas sekitar abad ke 15 kerajaan Majapahit sebagai pusat kerajaan Hindu di Nusantara bagian Timur sudah menghadapi saat-saat keruntuhan. Kelemahan Sriwijaya memberikan kesempatan islam untuk berkembang dan selanjutnya tumbuh sebagai kekuatan politik. Pedagang-pedagang islampun menjadi pendukung daerah-daerah yang muncul dan menyatakan dirinya sebagai kerajaan islam. Demikianlah pada abad ke 12 di pantai timur Sumatera Utara telah berdiri kerajaan Islam pertama Perlak. Kemudian di ikuti berdirinya kerajaan Samudera Pasai pada abad ke 13 di Pantai Timur laut Aceh. Kedua kerajaan Islam pertama di pantai Utara itu diberitakan oleh Marcopolo yang singgah di daerah itu pada tahun 1292. Kedua kerajaan Islam pertama itu merupakan hasil proses islamisasi di daerah-daerah pantai ujung utara Sumatera yang mungkin telah disinggahi para pedagang-pedagang islam sejak abad-abad sebelumnya. [1]
Agama Islam masuk dan datang ke pulau Jawa pada saat Majapahit berkembang menuju ke puncak kekuasaannya. Pertumbuhan dan perkembangan agama islam di Majapahit terutama di daerah-daerah pesisir diperkirakan erat hubungannya dengan kerajaan-kerajaan Islam, seperti Samudera Pasai. Hal itu nampak jelas dari banyaknya makam-makam islam di dekat ibu kota Majapahit sendiri. Kedudukan masyarakat islam sebagai diberitakan oleh Ma Huan diakui sebagai bagian yang tak terpisahkan dari kerajaan Majapahit pada umumnya.
2.      Degenerasi Sosial Budaya Merosotnya kerajaan pusat kekuasaan Hindu seperti kerajaan Sriwijaya dan Majapahit berpengaruh besat terhadap kehidupan social, ekonomi dan budaya. Perang yang berkepanjangan, pemberontakan dan perebutan kekuasaan di kalangan raja-raja mengakibatkan kemunduran perekonomian Negara dan rakyat. Rakyat tidak lagi berkesempatan mengerjakan sawah ladangnya karena harus berperang. Perahu-perahu yang seharusnya untuk berdagang di gunakan untuk mengangkut tentara. Perekonomian bangsawanpun sendiri juga menjadi sangat merosot, karena bagi mereka pun perang jelas hanya menghabiskan waktu, tenaga dan bahan-bahan keperluan hidup. Kemunduran di bidang ekonomi berakibat pulamkemunduran di bidang budaya. Tiada biaya lagi untuk memelihara bangunan-bangunan suci, wihara-wihara. Seniman-seniman kehilangan mata pencaharian, sehingga tidak dimungkinkan lagi terciptanya kreasi-kreasi baru di berbagai bidang seni seperti seni bangunan, seni pahat dan patung dan kesenian kerajinan. Disintegrasi kekuasaan politik membawa pula degenerasi di bidang social dan budaya. [2]
B.                 Teori Kedatangan Islam Di Nusantara
Ada empat teori yang membicarakan tentang datangnya islam di indonesia. Keempat teori ini memberikan jawaban atas permasalahan tentang masuknya Islam ke Nusantara[3]. Untuk mengetahui lebih lanjut tentang perbedaan teori di atas disini akan dibahas secara sederhana sebagi berikut :
1.      Teori Gujarat Teori ini dinamakan teori Gujarat bertolak dari pandangan teori yang mengatakan asal Negara yang membawa Agama Islam ke Nusantara adalah dari Gujarat. Adapun pelatak teori ini adalah Snouk Hurgronje lebih menitik beratkan pandangannya ke Gujarat berdasarkan: pertama, kurangnya fakta yang menjelaskan peranan bangsa arab dalam penyebaran agama islam ke nusantara. Kedua, hubungan dagang Indonesia-India telah lama terjalin. Ketiga, inskripsi tertua  tentang Islam yang terdapat di sumatra memberikan gambaran hubungan antara sumatra dan Gujarat.
Sejalan dengan pendapat di atas ini, W.F. Stutterheim, mengatakan masuknya Islam ke Nusantara pada abad ke-13. Pendapatnya juga didasarkan pada bukti batu nisan sultan pertama dari kerajaan samudra, yakni Malik Al-Shaleh yang wafat pada 1297. Selanjutnya ditambahkan tentang asal Negara yang mempengaruhi masuknya Agama Islam ke Nusantara adalah Gujarat. Dengan alasan Islam disebarkan melalui jalan dagang antar Indonesia-cambay (Gujarat) Timur Tenggah-Eropa. Perkembangan perkampungan Arab mulai berkembang hal ini mempengaruhi pula perkembangan Arab yang terdapat di sepanjang jalan perdangangan di Asia Tenggara. Dari keterangan J.C. Van ini masuknya islam ke Nusantara tidak terjadi pada abad ke-13 melainkan telah terjadi pada abad ke-7. Sedangkan abad ke-13 merupakan saat perkembangan Islam.
Peranan Gujarat sebagai pusat perdagangan Internasional, terutama sejak 1294 sebagai penyebaran Islam, telah mendapat perhatian dari Schrieke dalam Indonesia Sosiological studies. Ia menjelaskan berdasarkan keterangan laporan Marco Polo, karena Marco Polo tidak berkunjung ke Gujarat. Tetapi mempertimbangkan hasil laporan sanudo. Selanjutnya Schrieke memberikan gambaran tentang saling ketergantungan antara malaka dengan cambay dan sebaliknya. Schrieke mengambarkan tentang peranan Gujarat sebagai pusat perdagangan yang mempunyai kaitan yang erat antara Indonesia dan India.
2.      Teori Makkah Dalam teori ini Hamka lebih mendasarkan pandangannya pada peranan bangsa Arab sebagai pembawa Agama Islam ke Indonesia. Gujarat dinyatakan sebagai  tempat singgah semata, dan makkah sebagi pusat, atau Mesir sebagai pengambilan ajaran Islam. Ia menambahkan pengamatan pada masalah manzhab Syafi’i, sebagai mazhab yang istimewa di Makkah dan mempunyai pengaruh yang besar di Indonesia[4]. Tetapi titik analsisnya pada permasalahan perdagangan yang dibaca adalah barang yang didagang  dan jalan perdagangannya. Sebaliknya penglihatan penelitian hamka lebih tajam sampai permasalahan mazhab yang menjadi bagian laporan kunjungan Ibnu Battutah ke Nusantara. Guna dapat mengetahui lebih lanjut mengenai pendapat waktu masuknya Islam di Nusantara pada abad ke-7, perlu penjelasan tentang peranan bangsa Arab dalam perdagangan di Asia  yang dimulai sejak abad ke-2 SM. Peranan ini tidak dibicarakan oleh penganut teori Gujarat. Tinjauan tentang teori Gujarat mengharuskan peranan bangsa Arab dalam perdagangan dan kekuasaan di lautan, yang telah lama mengenal samudera Indonesia daripada bangsa-bangsa lainnya.
Informasi sejarah menjelaskan bahwa bangsa Arab telah sampai ke Ceylon pada abad ke-2 SM. Memang tidak dijelaskan lebih lanjut tentang sampainya ke Indonesia. Tetapi bila kita hubungkan dengan penjelasan kepustakaan Arab Kuno yang menyebutkan Al-Hind yang berarti India dan pulau-pulau yang sebelah timurnya sampai ke Cina, dan Indonesia pun disebut sebagai pulau-pulau Cina, besar kemungkinan pada abad ke-2 SM bangsa Arab telah sampai ke Indonesia hanya penyebutnya sebagia pulau-pulau Cina atau Al-Hind.
Bila memang telah ada antara hubungan bangsa Arab dengan Indonesia sejak abad ke-2 SM, Maka bangsa Arab merupakan bangsa Asing yang pertama datang ke nusantara. Berdasarkan keterangan yang dikemukakan oleh D.H. Burger dan Prajudi Atmosudirdjo, bangsa dan Cina baru mengadakan hubungan dengan Indonesia pada abad ke-1 M. Sedangkan hubungan Arab dan Cina terjadi jauh lebih lama, melalui jalan darat menggunakan kapal sahara jalan darat ini sering disebut sebagai jalan sutera, berlangsung sejak 500 SM. Timbulnya perkampungan Arab baik dipantai barat Sumatra ataupun di Asia Tenggara dan kanton, di tunjang oleh kekuatan laut Arab. Fakta ini memberikan bukti telah terjadi hubungan Indonesia Arab jauh sebelum abad ke-13. Apakah target pengaruh informasi yang bersifat Hindu sentris terhadap kalangan intelektual Indonesia yang berpendidikan belanda, menampakkan kecintaan terhadap sejarah pra-Islam Indonesia. Masuknya Agama Islam ke Nusantara terjadi pada abad pertama hijriah atau abad ke-7 M. Pelaku bembawa Agama Islam adalah Saudagar Arab, diikuti oleh Persia dan Gujarat, mereka bukanlah anggota misi, meski pada hakekatnya setiap orang islam mempunyai kewjiban misi.
3.      Teori Persia Fokus teori ini menjelaskan tentang masuknya Islam ke nusantara berbeda dengan teori gujarat dan teori makkah, sekalipun mempunyai persamaan tentang gujaratnya, serta mazhab Syafi’i-nya. Teori persia lebih menjelaskan tentang kebudayaan yang hidup di kalangan masyarakat Islam Indonesia yang dirasakan mempunyai kesamaan dengan persia[5]. Dan adapun kesamaan tentang budaya kita dapat melihat antara lain.
·      Peringatan hari muharram atau Asyura sebagai hari peringatan Syiah atas kematian syahidnya husain.
·      Adanya kesamaan ajaran antara ajaran Syaikh siti Jenar dengan ajaran sufi iran Al-Hallaj.
·      Nisan pada makam malikus saleh dan makam malik ibrahim di gersik di pesan dari gujarat. Dalam hal ini teori persia mempunyai kesamaan mutlak dengan teori gujarat. Tetapi berbeda dengan pandangan G.E Morrison.
·      Pengakuan umat islam di indonesia terhadap mazhab Syafi’i sebagai mazhab yang paling utama.
Menjawab teori Persia diatas, K.H. saifuddin Zuhri sebagai salah seorang peserta seminar(1963), menyatakan sukar untuk mendapat tentang kedatangan Islam ke Nusantara berasal dari Persia. Alasan yang dikemukakan oleh K.H. Saifuddin Zuhri, bila kita berpedoman kepada masuknya Agama Islam ke Nusantara pada abad ke-7, hal ini terjadi pada masa kekuasaan Khalifah Ummayah. Saat itu kepemimpinan Islam di bidang Politik, Ekonomi dan Kebudayaan berada di tangan Bangsa Arab, sedangkan pusat pergerakan Islam berkisar di Makkah, Madinah, Damaskus, dan Bagdad, jadi belum mungkin Persia menduduki kepemimpinan Dunia Islam.
4.      Teori Cina Teori Persia menyatakan bahwa islam datang ke nusantara bukan dari Arab maupun Guzarat melainkan dari Cina. Muslim Cina di Kanton telah datang ke Jawa, sebagian ke Kedah dan Sumatera pada abad ke 9M. Mereka datang sebagai pengungsi, akibat penumpasan pada masa Huang Chou yang di lakukan pada penduduk di Katon Selatan yang mayoritas beragama Islam[6]. Pada abad berikutnya peranan Cina semakin tampak. Adanya bukti-bukti artefak, yakni: Adanya unsur-unsur Cina dalam arsitektur masjid kuno Jawa, seperti tampak pada mesjid Banten, Pustaka, yang berbentuk bola dunia yang menyerupai Stupa dengan di kelilingi empat ular yang hampir selalu ada di mesjid-mesjid kuno di Jawa sebelum arsitektur Timur Tengah memasuki wilayah ini.
Dari uraian di atas dapat kita lihat perbedaan dan persamaan ketiga teori Gujarat, Makkah, dan persia. Antara teori Gujarat dan Persia terdapat kesamaan pandangan mengenai masuknya Agama Islam ke Nusantara yang berasal Gujarat.  Perbedaannya terletak pada teori Gujarat yang melihat ajaran Islam mempunyai kesamaan dengan ajaran Mistik India, sedangakan teori Persia memandang adanya kesamaan antara sufi di Indonesia dengan Persia, dan menjadi tempat singgah ajaran Syi’ah ke Indonesia. Dalam hal memandang Gujarat sebagai tempat singgah bukan pusat, sependapat dengan teori Makkah. Tetapi teori MAKKAH memandang Gujarat sebagai tempat singgah perjalanan laut antara Indonesia dengan timur Tenggah, sedangkan ajaran Islam di ambilnya dari Makkah atau Mesir.  Teori Gujarat tidak melihat adanya peran Arab dalam perdagangan, ataupun dalam penyebaran Agama Islam di Indonesia. Teori ini lebih melihat peranan pedagang India yang beragama Islam daripada bangsa Arab yang membawa ajaran asli. Oleh karena itu, bertolak dari inskripsi tertua dan laporan perjalanan Marko Polo ditetapkan daerah Islam yang pertama di Nusantara adalah Samudra Pasai, dan waktunya pada abad ke- 13. Sebaliknya teori Mekkah, tidak dapat menerima pada abad ke -13 sebagai saat masuknya karena dianggap saat- saat perkembangan Islam di Nusantara, dan saat itulah berdiri kekuasaan Islam. Sedangkan masuknya agama Islam ke Nusantara pada abad ke- 7, 200 tahun sebelum dibangunnya candi Budha Borobudur dan 500 tahun sebelum berdirinya kerajaan Majapahit. Dasar penentuan waktunya bertolak dari berita Dinasti Tang. Sekalipun teori Persia  juga membicarakan masalah pengaruh Mazhab Imam Syafi’i di Indonesia tetapi juga dijadikan sebagai argumen besarnya pengaruh India atas Indonesia. Pandangan teori Persia dalam melihat mazhab Syafi’i merupakan pengaruh mazhab Syafi’i yang berkembang kuat di Malabar. Dari Malabar inilah mazhab Syafi’i dibawa oleh pedagang India Islam ke Indonesia. Jadi teori Persia tidak melanjutkan hubungan mazhab Syafi’i Indonesia dengan pusatnya, yakni Mekkah dan Mesir.
Walaupun dalam ketiga teori ini tidak  terdapat titik temu, namun mempunyai persamaan pandangan yakni Islam sebagai Agama yang berkembang di Nusantara melalui jalan damai dan Islam tidak mengenal adanya misi sebagaimana yang dijalankan oleh kalangan Kristen dan Katolik.
C.                 Sejarah Awal Masuknya Islam Di Nusantara
Mengenai perdagangan dan para pedagang dalam mengislamkan masyarakat di Nusantara, dimana pengaruh dan penyebaran islam efektif sekali. Hal ini disebabkan karena banyak orang yang begitu saja tertarik untuk mmemeluk agama islam sebelum mempelajari syariat agama secara terperinci. Sejak awal abad masehi, sudah ada rute- rute pelayaran dan perjalanan antara kepulauan Indonesia dengan berbagai wilayah di daratan Asia Tenggara. Di wilayah Barat Nusantara dan sekitar Malaka sejak masa konu merupakan wilayah yang menjadi titik perhatian[7]. Pedagang- pedagang muslim asal Arab, Persia dan India juga ada yang sampai ke kepulauan Indonesia untuk berdagang sejak abad ke -7 M, ketika Islam pertama kali berkembang di Timur Tengah.
Pedagang-pedagang muslim asal Arab, Persia dan India juga ada yang sampai kepulauan Indonesia untuk berdagang sejak abad ke 7 M (abad 1 hijriah), ketika Islam pertama kali perkembang di timur tenggah. Hubungan perdagangan ini menjadi hubungan penyebaran Islam di Indonesia.  Sejak abad pertama nusantara yang menghasilkan komuditi penghasil rempah-rempah dan banyak disukai di Eropa (romawi) masa itu menyebabkan pedagang-pedagang arab singgah dipantai barat Sumatera dan Selat Malaka yang menghubungkan Imperium Timur. Pedagang Arab sudah menjadi pengatur jalur perdagangan barat-timur.[8] Paling tidak ada dua pendapat mengenai masuknya Islam di Indonesia. Pertama pendapat lama, yang mengatakan bahwa Islam masuk ke Indonesia pada abat ke-13 M. Pendapat ini dikemukakan oleh para sarjana, antara lain N.H.Krom dan Van Den Berg. Kemudian pendat pertama mendapat sanggahan dan bantahan. Kedua pendapat baru yang menyatakan bahwa islam masuk ke indonesia pada abad ke-7 atau abad 1 hijriah pendapat baru ini dikemukakan oleh H. Agus Salim, M. Zainil Arifin Abbas, hamka, dll.
Menurut seminar masuknya Islam di Indonesia di medan tahun 1963, Islam masuk ke Indonesia sejak abad ke-7 M. Seminar masuknya Islam di Indonesia tersebut menghasilkan keputusan sebagai berikut :
·      Menurut sumber-sumber yang kita ketahui, Islam untuk pertama kalinya telah masuk ke Indonesia pada abad pertama hijriah(abad ke-7) langsung dari Arab.
·      Daerah yang pertama didatangi oleh Islam ialah pesisir Sumatra, dan bahwa setelah terbentuknya masyarakat Islam, maka Raja Islam yang pertama berada di Aceh.
·      Dalam proses pengislaman selanjutnya, orang-orang Indonesia aktif mengambil bagian.
·      Mubaligh-mubaligh Islam yang pertama-tama itu sebagai penyiar Islam juga sebagai saudagar.
·      Penyiaran Islam di Indonesia dilakukan denga cara damai.
·      Kedatangan Islam di Indonesia, membawa kecerdasan dan peradaban yang tinggi dalam membentuk kepribadian bangsa Indonesia.
Pendapat senada tentang masuknya Islam di Indonesia dikemukakan oleh Thomas W. Arnold dalam the preaching Islam, ia mengatakat, “mungkin Agama ini telah dibawa kemari oleh pedagang-pedagang Arab sejak abad-abad pertama hijriah, lama sebelum kita memiliki catatan  ssejarah dimana sebenarnya pengaruh mereka telah mulai terasa.
Menurut literatur kuno tiongkok, sekitar tahun 625 M telah ada sebuah perkampungan arab Islam di pesisr pantai sumatra. Jadi hanya 9 tahun sejak rasulullah saw memproklamirkan dakwah Islam secara terbuka, di pesisir pantai sumatra sudah terdapat sebuah perkampungan Islam. Akat tetapi, pada priode ini islam belum berkembang secara menyeluruh dan hanya beberapa wilayah yang sudah memeluk Islam, misalnya sebagian sumatra dan sebagian pantai utara jawa.
D.                 Peranan Saudagar Muslim dalam Penyebaran Agama Islam
Penyebaran Islam di Indonesia tidak terlepas dari peran saudagar muslim, ulama dan mubaligh melalui proses perdagangan, hubungan sosial dan pendidikan. Para ulama Jawa terkenal dengan sebutan “Wali 9”. Beberapa sejarawan menyebutkan, bahwa awal masuknya Islam ke Indonesia pada abad ke-7, ada pula pendapat lain yang menyatakan pada abad 13. Agama Islam dibawa dan dikembangkan oleh para saudagar muslim dari Gujarat, Arab, dan Persia. Agama ini diterima di Indonesia tidak hanya kalangan bangsawan tetapi juga tokoh masyarakat kepla suku dan para uleebalang (ketua adat). Agama Islam disebarkan dimulai dari daerah pesisir hingga ke daerah yang terletak di daerah terpencil (pedalaman)[9].
Penyebaran Islam di Pulau Jawa di koordinir oleh wali-wali melalui organisasi/dewan dakwah wali songo yang beranggotakan sembilan wali. Wali adalah seorang yang berkepribadian baik, dekat dengan Allah, mempunyai kemampuan yang tidak dimiliki oleh orang lain. Pendapat lain wali adalah orang yang selalu dijaga oleh Allah dan senantiasa berbakti kepadaNya. Pengembangan agama Islam di Jawa oleh wali 9 dilakukan sejak abad 14-16 M.[10] Para wali 9 tersebut tidak hanya sebagai juru da’i tetapi juga berpengaruh besar dalam pemerintahan oleh karenanya mendapatkan gelar Sunan (Suguhanan, Junjungan), yaitu :
a.    Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim) Berasal dari wilayah Maghribi (Afrika Utra). Dia selama 20 tahun berada di Gresik mencetak kader, oleh karenanya dikenal sebagai sunan Gresik.
b.    Sunan Ampel (Maulana Rahmatullah). Permulaan dakwahnya dimulai dipesantren yang didirikannya di Ampel Denta (dekat Surabaya). Sunan Ampel juga dianggap sebagai penerus cita-cita dan perjuangan sunan Gresik.
c.    Sunan Bonang (Maulana Makdum Ibrahim). Sunan ini berupaya menyesuaikan dakwahnya dalam hal pewayangan dan musik gamelan. Setiap bait lagu diselingi dengan ucapan dua kalimat Syahadat (syahadatain atau sekaten).
d.    Sunan Drajat (Maulana Syarifudin). Wali ini dikenal sebagai wali yang berjiwa dan sosial tinggi . Wali ini hidup pada masa kerajaan Mojopahit runtuh dan rakyat dalam krisis yang memprihatinkan. Dia juga menggunakan seni sebagai media dakwahnya, yaitu pangkur sebagai alat seni lipfak.
e.    Sunan Giri (Maulana Umar Said). Aslinya bernama Raden Paku merupakan seorang wali yang menyebarkan agama Islam dengan menitik beratkan pada bidang pendidikan agama Islam.
f.     Sunan Kalijaga (Maulana Muhammad Syahid). Wali ini dikenal sebagai budayawan dan seniman. Wali ini berdakwah dengan cara berkelana. Sarana dakwahnya adalah wayang kalif yang memuat nilai-nilai keislaman. Lagu yang diciptakannya adalah dandanggula.
g.    Sunan Muria (Maulana Umar Said). Wali ini terkenal pendiam tapi fatwahnya sangat tajam, oleh karena itu dia dikenal sebagi seorang sufi, bahkan guru tasawuf. Dia juga menyukai seni nuasa keislaman. Dia juga menciptakan lagu sinom dan kinanti.
h.    Sunan Kudus (Maulana Ja’far Shadiq). Wali ini mendapat gelar waliyul alim (orang yang luas ilmunya). Karena memiliki ilmu tauhid dan fikih. Oleh karenanya dikenal sebagai sunan Kudus. Dia membangun masjid di Kudus yang disebut Menara Kudus.
i.      Sunan Gunung Jati (Maulana Syarif Hidayatullah). Wali ini menyebutkan Islam di Cirebon Jawa Barat. Ia cucu Raja Pejajaran yang lahir di Makkah – setelah dewasa menggantikan pamannya sebagai raja dan berhasil menjadikan Cirebon sebagai kerajaan Islam pertama di Jabar.
Selain Wali Songo juga terdapat wali-wali yang juga memiliki peran penting, diantaranya Syekh Siti Jenar (Syekh Lemah Abang dari Demak), Syaikh Qurrotul Ain, dll. Adapun Wali yang berjasa dalam penyebaran Islam diluar Jawa adalah
a.    Shekh Samsudin di Kalimantan Barat
b.    Datuk Rebondong di Sulawesi
c.    Sunan Giri di Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Ternate dan Maluku.
d.    Shekh Burhanuddin di Ulakan Minangkabau
E.                 Proses Islamisasi Di Nusantara
Dalam masa kedatangan dan penyebaran Islam di Indonesia, terdapat negara-negara yang bercorak Indonesia-Hindu. Di Sumatera terdapat kerajaan Sriwijaya dan Melayu; di Jawa, Majapahit; di Sunda, Pajajaran; dan di Kalimantan, Daha dan Kutai. Agama Islam yang datang ke Indonesia mendapat perhatian khusus dari kebanyakan rakyat yang telah memeluk agama Hindu[11]. Agama Islam dipandang lebih baik oleh rakyat yang semula menganut agama Hindu, karena Islam tidak mengenal kasta, dan Islam tidak mengenal perbedaan golongan dalam masyarakat. Daya penarik Islam bagi pedagang-pedagang yang hidup di bawah kekuasaan raja-raja Indonesia-Hindu agaknya ditemukan pada pemikiran orang kecil. Islam memberikan sesuatu persamaan bagi pribadinya sebagai anggota masyarakat muslim. Sedangkan menurut alam pikiran agama Hindu, ia hanyalah makhluk yang lebih rendah derajatnya daripada kasta-kasta lain. Di dalam Islam, ia merasa dirinya sama atau bahkan lebih tinggi dari pada orang-orang yang bukan muslim, meskipun dalam struktur masyarakat menempati kedudukan bawahan.[12]
Proses islamisasi di Indonesia terjadi dan dipermudah karena adanya dukungan dua pihak: orang-orang muslim pendatang yang mengajarkan agama Islam dan golongan masyarakat Indonesia sendiri yang menerimanya. Dalam masa-masa kegoncangan politik , ekonomi, dan sosial budaya, Islam sebagai agama dengan mudah dapat memasuki & mengisi masyarakat yang sedang mencari pegangan hidup, lebih-lebih cara-cara yg ditempuh oleh orang-orang muslim dalam menyebarkan agama Islam, yaitu menyesuaikan dengan kondisi sosial budaya yang telah ada. Dengan demikian, pada tahap permulaan islamisasi dilakukan dengan saling pengertian akan kebutuhan & disesuaikan dengan kondisi masyarakatnya. Pembawa dan penyebar agama Islam pada masa-masa permulaan adalah golongan pedagang, yang sebenarnya menjadikan faktor ekonomi perdagangan sebagai pendorong utama untuk berkunjung ke Indonesia.[13]
Hal itu bersamaan waktunya dengan masa perkembangan pelayaran dan perdagangan internasional antara negeri-negeri di bagian barat, tenggara, dan timur Asia. Kedatangan pedagang-pedagang muslim seperti halnya yang terjadi dengan perdagangan sejak zaman Samudra Pasai dan Malaka yang merupakan pusat kerajaan Islam yang berhubungan erat dengan daerah-daerah lain di Indonesia, maka orang-orang Indonesia dari pusat-pusat Islam itu sendiri yang menjadi pembawa dan penyebar agama Islam ke seluruh wilayah kepulauan Indonesia. Tata cara islamisasi melalui media perdagangan dapat dilakukan secara lisan dengan jalan mengadakan kontak secara langsung dengan penerima, serta dapat pula terjadi dengan lambat melalui terbentuknya sebuah perkampungan masyarakat muslim terlebih dahulu. Para pedagang dari berbagai daerah, bahkan dari luar negeri, berkumpul dan menetap, baik untuk sementara maupun untuk selama-lamanya, di suatu daerah, sehingga terbentuklah suatu perkampungan pedagang muslim. Dalam hal ini orang yang bermaksud hendak belajar agama Islam dapat datang atau memanggil mereka untuk mengajari penduduk pribumi.
Selain itu, penyebaran agama Islam dilakukan dgn cara perkawinan antara pedagang muslim dgn anak-anak dari orang-orang pribumi, terutama keturunan bangsawannya. Dengan perkawinan itu, terbentuklah ikatan kekerabatan dgn keluarga muslim. Media seni, baik seni bangunan, pahat, ukir, tari, sastra, maupun musik, serta media lainnya, dijadikan pula sebagai media atau sarana dalam proses islamisasi[14]. Berdasarkan berbagai peninggalan seni bangunan dan seni ukir pada masa-masa penyeberan agama Islam, terbukti bahwa proses islamisasi dilakukan dengan cara damai. Kecuali itu, dilihat dari segi ilmu jiwa dan taktik, penerusan tradisi seni bangunan dan seni ukir pra-Islam merupakan alat islamisasi yang sangat bijaksana dan dengan mudah menarik orang-orang nonmuslim untuk dengan lambat-laun memeluk Islam sebagai pedoman hidupnya. Dalam perkembangan selanjutnya, golongan penerima dapat menjadi pembawa atau penyebar Islam untuk orang lain di luar golongan atau daerahnya. Dalam hal ini, kontinuitas antara penerima dan penyebar terus terpelihara dan dimungkinkan sebagai sistem pembinaan calon-calon pemberi ajaran tersebut.
Biasanya santri-santri pandai, yang telah lama belajar seluk-beluk agama Islam di suatu tempat dan kemudian kembali ke daerahnya, akan menjadi pembawa dan penyebar ajaran Islam yang telah diperolehnya. Mereka kemudian mendirikan pondok-pondok pesantren. Pondok pesantren merupakan lembaga yang penting dalam penyebaran agama Islam. Agama Islam juga membawa perubahan sosial dan budaya, yakni memperhalus dan memperkembangkan budaya Indonesia. Penyesuaian antara adat dan syariah di berbagai daerah di Indonesia selalu terjadi, meskipun kadang-kadang dalam taraf permulaan mengalami proses pertentangan dalam masyarakat. Meskipun demikian, proses islamisasi di berbagai tempat di Indonesia dilakukan dengan cara yang dapat diterima oleh rakyat setempat, sehingga kehidupan keagamaan masyarakat pada umumnya menunjukkan unsur campuran antara Islam dengan kepercayaan sebelumnya. Hal tersebut dilakukan oleh penyebar Islam karena di Indonesia telah sejak lama terdapat agama (Hindu-Budha) dan kepercayaan animisme. Pada umumnya kedatangan Islam dan cara menyebarkannya kepada golongan bangsawan maupun rakyat umum dilakukan dengan cara damai, melalui perdagangan sebagai sarana dakwah oleh para mubalig atau orang-orang alim. Kadang-kadang pula golongan bangsawan menjadikan Islam sebagai alat politik untuk mempertahankan atau mencapai kedudukannya, terutama dalam mewujudkan suatu kerajaan Islam.
F.                  Perkembangan Islam Di Nusantara
Kedatangan Islam di berbagai daerah di Indonesia tidaklah bersamaan. Demikian pula dengan kerajaan-kerajaan dan daerah yang didatanginya, ia mempunyai situasi politik dan sosial budaya yang berlainan. Pada waktu kerajaan Sriwijaya mengembangkan kekuasaannya pada sekitar abad ke-7 dan ke-8, Selat Malaka sudah mulai dilalui oleh para pedagang muslim dalam pelayarannya ke negeri-negeri di Asia Tenggara dan Asia Timur[15]. Berdasarkan berita Cina zaman T‟ang pada abad-abad tersebut, diduga masyarakat muslim telah ada, baik di kanfu (kanton) maupun di daerah Sumatra sendiri. Perkembangan pelayaran dan perdagangan yang bersifat internasional antara negeri-negeri di Asia bagian barat atau timur mungkin disebabkan oleh kegiatan kerajaan Islam di bawah Bani Umayah di bagian barat maupun kerajaan Cina zaman dinasti T‟ang di Asia Timur serta kerajaan Sriwijaya di Asia Tenggara Adalah suatu kemungkinan bahwa menjelang abad ke-10 para pedagang Islam telah menetap di pusat-pusat perdagangan yang penting di kepulauan Indonesia, terutama di pulau-pulau yang terletak di Selat Malaka, terusan sempit dalam rute pelayaran laut dari negeri-negeri Islam ke Cina[16]. Tiga abad kemudian, menurut dokumen-dokumen sejarah tertua, permukiman orang-orang Islam didirikan di Perlak dan Samudra Pasai di Timur Laut pantai Sumatra[17].
Saudagar-saudagar dari Arab Selatan semenanjung tanah Arab yang melakukan perdagangan ke tanah Melayu sekitar 630 M (tahun kesembilan Hijriah) telah menemui bahwa di sana banyak yang telah memeluk Islam. Hal ini membuktikan bahwa Islam telah masuk ke Indonesia sejak abad-abad pertama Hijriah, atau sekitar abad ke tujuh dan kedelapan Masehi yang dibawa langsung oleh saudagar dari Arab. Dengan demikian, dakwah Islam telah tiba di tanah Melayu sekitar tahun 630 M tatkala Nabi Muhammad saw. masih hidup. Keterangan lebih lanjut tentang masuknya Islam ke Indonesia ditemukan pada berita dari Marcopolo, bahwa pada tahun 1292 ia pernah singgah di bagian utara daerah Aceh dalam perjalanannya dari Tiongkok ke Persia melalui laut.
Di Perlak ia menjumpai penduduk yang telah memeluk Islam dan banyak para pedagang Islam dari India yang giat menyebarkan agama itu. Para pedagang muslim menjadi pendukung daerah-daerah Islam yang muncul kemudian, dan daerah yang menyatakan dirinya sebagai kerajaan yang bercorak Islam ialah Samudra Pasai di pesisir timur laut Aceh. Munculnya daerah tersebut sebagai kerajaan Islam yang pertama diperkirakan mulai abad ke-13. Hal itu dimungkinkan dari hasil proses islamisasi di daerah-daerah pantai yang pernah disinggahi para pedagang muslim sejak abad ketujuh. Sultan yang pertama dari kerajaan Islam Samudra Pasai adalah Sultan Malik al-Saleh yang memerintah pada tahun 1292 hingga 1297. Sultan ini kemudian digantikan oleh putranya yang bernama Sultan Muhammad Malik az-Zahir. Kerajaan Islam Samudra Pasai menjadi pusat studi agama Islam dan meru pakan tempat berkumpul para ulama Islam dari berbagai negara Islam untuk berdis kusi tentang masalah-masalah keagamaan dan masalah keduniawian.
Berdasarkan berita dari Ibnu Batutah, seorang pengembara asal Maroko yang mengunjungi Samudra Pasai pada 1345, dikabarkan bahwa pada waktu ia mengunjungi kerajaan itu, Samudra Pasai berada pada puncak kejayaannya. Dari catatan lain yang ditinggalkan Ibnu Batutah, dapat diketahui bahwa pada masa itu kerajaan Samudra Pasai merupakan pelabuhan yang sangat penting, tempat kapal-kapal datang dari Tiongkok dan India serta dari tempat-tempat lain di Indonesia, singgah dan bertemu untuk memuat dan membongkar barang-barang dagangannya.
Kerajaan Samudera Pasai makin berkembang dalam bidang agama Islam, politik, perdagangan, dan pelayaran. Hubungan dengan Malaka makin ramai, sehingga di Malaka pun sejak abad ke-14 timbul corak masyarakat muslim. Perkembangan masyarakat muslim di Malaka makin lama makin meluas dan akhirnya pada awal abad ke-15 berdiri kerajaan Islam Malaka. Para penganut agama Islam diberi hak-hak istimewa, bahkan telah dibangunkan sebuah masjid untuk mereka. Para pedagang yang  singgah di Malaka kemudian banyak yang menganut agama Islam dan menjadi penyebar agama Islam ke seluruh kepulauan Nusantara, tempat mereka mengadakan transaksi perdagangan. Kerajaan Malaka pertama kali didirikan oleh Paramisora pada abad ke-15[18].
Menurut cerita, sesaat sebelum meninggal dalam tahun 1414, Paramisora masuk Islam, kemudian berganti nama menjadi Iskandar Syah. Selanjutnya, kerajaan Malaka dikembangkan oleh putranya yang bernama Muhammad Iskandar Syah (1414–1445). Pengganti Muhammad Iskandar Syah adalah Sultan Mudzafar Syah (1445–1458). Di bawah pemerintahannya, Malaka menjadi pusat perdagangan antara Timur dan Barat, dengan kemajuan-kemajuan yang sangat pesat, sehingga jauh meninggalkan Samudra Pasai. Usaha mengembangkan Malaka hingga mencapai puncak kejayaannya dilakukan oleh Sultan Mansyur Syah (1458–1477) sampai pd masa pemerintahan Sultan Alaudin Syah (1477–1488). Sementara itu, kedatangan pengaruh Islam ke wilayah Indonesia bagian timur (Sulawesi dan Maluku) tidak dapat dipisahkan dari jalur perdagangan yang terbentang antara pusat lalu lintas pelayaran internasional di Malaka, Jawa, dan Maluku. Menurut tradisi setempat, sejak abad ke-14, Islam telah sampai ke daerah Maluku. Disebutkan bahwa kerajaan Ternate ke-12, Molomateya (1350–1357), bersahabat karib dengan orang Arab yg memberinya petunjuk dalam pembuatan kapal, tetapi agaknya tidak dalam kepercayaan. Pada masa pemerintahan Marhum di Ternate, datanglah seorang raja dari Jawa yang bernama Maulana Malik Husayn yang menunjukkan kemahiran menulis huruf Arab yang ajaib seperti yang tertulis dalam Alquran. Hal ini sangat menarik hati Marhum dan orang-orang di Maluku. Kemudian, ia diminta oleh mereka agar mau mengajarkan huruf-huruf yang indah itu. Sebaliknya, Maulana Malik Husayn mengajukan permintaan, agar mereka tidak hanya mempelajari huruf Arab, melainkan pula diharuskan mempelajari agama Islam.
Demikianlah Maulana Malik Husayn berhasil mengislamkan orang-orang Maluku. Raja Ternate yang dianggap benar-benar memeluk Islam adalah Zainal Abidin (1486–1500). Dari ketiga pusat kegiatan Islam itulah, maka Islam menyebar dan meluas memasuki pelosok-pelosok kepulauan Nusantara. Penyebaran yang nyata terjadi pada abad ke-16. Dari Malaka, daerah Kampar, Indragiri, dan Riau menjadi Islam. Dari Aceh, Islam meluas sampai ke Minangkabau, Bengkulu, dan Jambi. Dimulai sejak dari Demak, maka sebagian besar Pulau Jawa telah menganut agama Islam[19]. Banten yang diislamkan oleh Demak meluaskan dan menyebarkan Islam ke Sumatra Selatan[20]. Di Kalimantan, kerajaan Brunai yang pada abad ke-16 menjadi Islam, meluaskan penyebaran Islam di bagian barat Kalimantan dan Filipina. Sedangkan Kalimantan Selatan mendapatkan pengaruh Islam dari daratan Jawa. Dari Ternate semakin meluas meliputi pulau-pulau di seluruh Maluku serta daerah pantai timur Sulawesi. Pada abad ke-16 di Sulawesi Selatan berdiri kerajaan Goa. Demikianlah pada akhir abad ke-16 dapat dikatakan bahwa Islam telah tersebar dan mulai meresapkan akar-akarnya di seluruh Nusantara.
Meresapnya Islam di Indonesia pada abad ke-16 itu bersamaan pula dengan ditanamkannya benih-benih agama Katolik oleh orang-orang Portugis. Bangsa Portugis ini dikenal sebagai penentang Islam dan pemeluk agama Katolik fanatik. Maka, di setiap tempat yang mereka datangi, di sanalah mereka berusaha mendapatkan daerah tempat persemaian bagi agama Katolik. Hal ini menurut tanggapan mereka merupakan suatu tugas dan kewajiban yang mendapat dorongan dari pengalaman mereka menghadapi Islam di negeri mereka sendiri. Ketika pertahanan Islam terakhir di Granada jatuh pada 1492, maka dalam usaha mereka mendesak agama Islam sejauh mungkin dari Spanyol dan Portugis, mereka memperluas gerakannya sampai Timur Tengah yang waktu itu menjadi daerah perantara perdagangan rempah-rempah yang menghubungkan Timur dengan Barat. Timbullah kemudian suatu hasrat dalam jiwa  dagang mereka untuk berusaha sendiri mendapatkan rempah-rempah yang menjadi pokok perdagangan waktu itu langsung dari daerah penghasilnya (Nusantara). Dengan demikian, mereka tidak akan bergantung lagi kepada pedagang-pedangan Islam di Timur Tengah.
G.                Jalur-jalur penyebaran islam di Nusantara
Dari paparan singkat tentang masuknya Islam di wilayah Nusantara di atas, dapat disimpulkan bahwa penyebaran Islam di wilayah Nusantara melalui berbagai cara. Cara-cara penyebaran Islam di wilayah ini secara singkat akan diuraikan dibawah ini.
a.       Jalur perdagangan Pada taraf permulaan, saluran islamisasi adalah perdagangan. Kesibukan lalu lintas perdagangan pada abad ke-7 hingga ke-16 M. Membuat pedagang-pedagang muslim (Atab,Persia dan India) turut ambil bagian dalam perdagangan dari negri-negri bagian barat, tenggara dan Timur Benua Asia[21]. Saluran islamisasi melalui perdagangan ini sangat menguntungkan karena para raja dan bangsawan turut serta dalam kegiatan perdagangan, bahkan mereka menjadi pemilik kapal dan saham. Para pedagang Muslim banyak yang tinggal di pesisir Pulau Jawa yang penduduknya ketika itu masih belum Muslim. Mereka berhasil mendirikan masjidmasjid dan mendatangkan ulama dari luar Jawa sehingga jumlah mereka semakin banyak. Mereka kemudian menjadi orang Jawa yang kaya. Di beberapa tempat, terutama pesisir utara Jawa, kemudian banyak penguasa Jawa (para bupati Majapahit) yang masuk Islam karena hubungan dagang ini. Mengutip pendapat Tome Pires berkenaan dengan saluran islamisasi melalui perdagangan ini di pesisir pulau jawa yang penduduknya ketika itu masih kafir. Mereka berhasil mendirikan masjid-masjid dan mendatangkan mullah-mullah sehingga jumlah mereka menjadi banyak, dan karenanya itu anak-anak muslim itu menjadi orang jawa dan kaya-kaya. Di beberapa tempat, penguasa-penguasa jawa, yang menjabat sebagai bupati-bupati majapahit yang di tempatkan di pesisir utara jawa banyak yang masuk islam, bukan hanya karena faktor politik dalam negara yang sedang goyah, tetapi terutama karena faktor hubungan ekonomi dengan pedagang-pedagang Muslim. Dalam perkembangan selanjutnya, mereka kemudian mengambil alih perdagangan dan kekuasaan di tempat-tempat tinggalnya.
b.      Jalur sosial politik Penyebaran Islam di Nusantara juga ditempuh melalui jalur sosial politik. Jalur sosial budaya yang paling populer adalah melalui jalur kesenian. Inilah yang dilakukan misalnya oleh Sunan Kalijaga di Pulau Jawa dengan media wayang. Dengan wayang ini Sunan Kalijaga menyisipkan dakwah Islam melalui cerita-cerita wayang yang ditampilkan. Kesenian-kesenian lain yang juga menjadi sarana penyebaran Islam adalah seni sastera, seni bangunan, dan seni ukir.  Jalur politik dalam penyebaran Islam ini dapat dilihat misalnya ketika mudahnya rakyat Maluku memeluk Islam setelah rajanya terlebih dahulu memeluk Islam. Pengaruh politik raja sangat membantu dakwah Islam di wilayah ini. Di tempat-tempat lain jalur politik juga digunakan ketika kerajaan-kerajaan Islam memerangi kerajaan-kerajaan non Islam yang pada akhirnya banyak menarik penduduk kerajaan-kerajaan yang ditaklukkan ini untuk memeluk Islam.
c.       Jalur pendidikan Cara yang juga efektif untuk penyebaran Islam adalah dengan melalui jalur pendidikan. Jalur ini ditempuh melalui lembaga-lembaga seperti pesantren atau pondok serta majlis-majlis taklim yang diadakan oleh para ulama dan guru-guru agama. Para santri (murid) yang sudah selesai dari pesantren ini kemudian kembali ke kampungnya masing-masing untuk mendakwahkan Islam sehingga Islam menyebar di berbagai penjuru desa.
d.      Jalur tasawuf Pengajar-pengajar tasawuf atau para Sufi, mengajarkan teosofi yang bercampur dengan ajaran yang sudah luas di kenal oleh masyarakat indonesia. Mereka mahir dalam soal-soal magis dan mempunyai kekuatan-kekuatan menyembuhkan. Di antara mereka ada yang mengawini putri-putri bangsawan setempat. Dengan tasawuf “bentuk” islam yang di ajarkan kepada penduduk pribumi mempunyai kesamaan dengan alam pemikiran mereka yang sebelumnya menganut agama Hindu, sehingga agama baru itu mudah di mengerti dan mudah diterima. Di antara ahli-ahli tasawuf yang memberikan ajaran yang mengandung persamaan dengan alam pikiran Indonesia pra-islam itu adalah Hamzah Fansuri di Aceh,  Syaikh Lemah Abang, Dan Sunan Panggung di Jawa. Ajaran mistik seperti ini masih berkembang di abad ke-19 M bahkan di abad ke-20 M.[22]
e.       Jalur perkawinan Dari sudut ekonomis, para pedagang muslim memiIiki setatus sosaial yang lebih baik dari pada kebanyakan pribumi, sehingga penduduk pribumi, terutama putri-putri bangsawan, tertarik untuk menjadi istri saudagar-saudagar itu. Sebelum kawin, merekaa diislamkan lebih dahulu, setelah mereka mempunyai keturunan, lingkungan mereka makin luas. Akhirnya, timbul kampung-kampung, daerah-daerah dan kerajaan-kerajaan Muslim. Dalam perkembangan berikutnya, adapula wanita muslim yang dikawini oleh keturunan bangsawan, tentu saja setelah yang terakhir ini masuk islam terlebih dahulu. Jalur perkawinan ini lebih menguntungkan apabila terjadi antara saudagar muslim dengan anak bangsawan atau anak raja dan anak adipati, karena raja, adipati atau bangsawan itu turut mempercepat proses islamisasi. Demikianlah yang terjadi antara Raden Rahmat atau Sunan Ngampel dengan Nyai Manila, Sunan Gunung Jati dengan PutrinKawunganten, Brawijaya dengan putri Campa yang menurunkan Raden Patah (Raja pertama Demak ) dan lain-lain.
f.       Jalur kesenian Saluran islamisasi melalui kesenian yang paling tekenal adalah pertunjukan wayang. Dikatakn, Sunana Kalijaga adalah tokoh yang paling mahir dalam mementaskan wayang. Dia tidak pernah meminta upah pertunjukan, tetapi ia meminta para penonton untuk mengikutinya mengucapkan kalimat syahadat. Sebagian cerita wayang masih di petik dari cerita Mahabarata dan Ramayana, tetapi di cerita itu disisipkan ajaran dan nama-nama pahlawan islam. Kesenian-kesenian lain juga dijadikan alat Islamisasi, seperti sastra ( hikayat, babad dan sebagainya) seni bangunan dan seni ukir[23].
g.      Jalur politik Di Maluku dan Sulawesi selatan, kebanyakan semua rakyatnya masuk islam setelah rajanya masuk islam terlebih dahulu. Pengaruh politik raja sangat membantu tersebarnya islam didaerah ini. Di samping itu, baik di Sumatra dan Jawa maupun di Indonesia bagian timur, demi kepentingan politik, kerajaan-kerajaan islam memerangi kerajaan-kerajaan non-muslim. Kemenangan kerajaan islam secara politis banyak menarik penduduk kerajaan bukan islam itu masuk islam.[24]



[1]  Prof. A. Daliman, Islamisasi dan perkembangan kerajaan-kerajaan Islam (Yogyakarta: Ombak 2012 Hal. 19-25)
[2]  Prof. A. Daliman, Islamisasi dan perkembangan kerajaan-kerajaan Islam (Yogyakarta: Ombak 2012 Hal 26-27)
[3]  Dedi Supriadi , M.ag. dkk Sejarah Peradaban Islam (Bandung: Cv pustaka Setia 2008 Hal. 191)
[4]  Azyumardi Azra, Jaringan Global dan Lokal Islam di Nusantara, (Bandung: Mizan 2002  cet.1 hal 18-19)
[5]  Prof. Dr Hj. Ahmad M.sewang M.a dan Drs. Wahyuddin,G. M.ag ( Makassar: 2010 CV. Alauddin Press  hal 24-25)
[6]  Prof. Dr Hj. Ahmad M.sewang M.a dan Drs. Wahyuddin,G. M.ag ( Makassar: 2010 CV. Alauddin Press  hal 27-28)
[7]   Prof. A. Daliman, Islamisasi dan perkembangan kerajaan-kerajaan Islam (Yogyakarta: Ombak 2012 Hal 32-37)
[8]   Dedi Supriadi , M.ag. dkk Sejarah Peradaban Islam (Bandung: Cv pustaka Setia 2008 Hal 190-191)
[9]  Taufik Abdullah, Islam dan Masyarakat ( Jakarta: LP3ES  cet.2 1996 hal 40-42)
[10]  Dedi Supriadi , M.ag. dkk Sejarah Peradaban Islam (Bandung: Cv pustaka Setia 2008 hal 196)
[11]  Prof. A. Daliman, Islamisasi dan perkembangan kerajaan-kerajaan Islam (Yogyakarta: Ombak 2012 Hal 10-18)
[12]   Dedi Supriadi , M.ag. dkk Sejarah Peradaban Islam (Bandung: Cv pustaka Setia 2008 hal 244-246)
[13]   Azyumardi Azra, Jaringan Global dan Lokal Islam di Nusantara, (Bandung: Mizan 2002  cet.1 hal 29)
[14]  Prof. A. Daliman, Islamisasi dan perkembangan kerajaan-kerajaan Islam (Yogyakarta: Ombak 2012 Hal 38-44)
[15]  Darmawijaya Kesultanan Islam di Nusantara (Jakarta: Kautsar cet.1 2010  hal. 7)
[16]  Dedi Supriadi , M.ag. dkk Sejarah Peradaban Islam (Bandung: Cv pustaka Setia 2008 hal 209)

[17]  Azyumardi Azra, Jaringan Global dan Lokal Islam di Nusantara, (Bandung: Mizan 2002  cet.1 hal 28)

[18]  Darmawijaya Kesultanan Islam di Nusantara (Jakarta: Kautsar cet.1 2010  hal 34-39)

[19]  Darmawijaya Kesultanan Islam di Nusantara (Jakarta: Kautsar cet.1 2010  hal 64-66)
[20]  Azyumardi Azra, Jaringan Global dan Lokal Islam di Nusantara, (Bandung: Mizan 2002  cet.1 hal 51)

[21]  Prof. A. Daliman, Islamisasi dan perkembangan kerajaan-kerajaan Islam (Yogyakarta: Ombak 2012 Hal 98)

[22]   Prof. A. Daliman, Islamisasi dan perkembangan kerajaan-kerajaan Islam (Yogyakarta: Ombak 2012 Hal 53)

[23]  Prof. A. Daliman, Islamisasi dan perkembangan kerajaan-kerajaan Islam (Yogyakarta: Ombak 2012 Hal. 60)

[24]  Prof. A. Daliman, Islamisasi dan perkembangan kerajaan-kerajaan Islam (Yogyakarta: Ombak 2012 Hal 79)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Danau Tanralili ( Surga Di Kaki Gunung Bawakaraeng)

Sumb er: Dokum entasi Pribadi M e nd e ngar kata Gunung Bawakara e ng s e kilas akan t e rlintas angan t e ntang k e tinggian dan huta...