A.
Pengertian
Restrukturisasi
Perusahaan perlu mengevaluasi kinerjanya serta melakukan
serangkaian perbaikan, agar tetap tumbuh dan dapat bersaing. Perbaikan ini akan
dilaksanakan secara terus menerus, sehingga kinerja perusahaan makin baik dan
dapat terus unggul dalam persaingan, atau minimal tetap dapat bertahan. Salah satu strategi untuk memperbaiki dan memaksimalkan kinerja perusahaan
adalah dengan cara restrukturisasi. Restrukturisasi dapat berarti memperbesar
atau memperkecil struktur perusahaan. Menurut beberapa ahli, definisi
restrukturisasi adalah sebagai berikut :
1.
Menurut David F (1997) Restrukturisasi, sering
disebut sebagai downsizing atau delayering melibatkan pengurangan perusahaan di bidang tenaga kerja, unit kerja atau
divisi ataupun pengurangan
tingkat jabatan dalam struktur oganisasi perusahaan. Pengurangan skala
perusahaan ini diperlukan untuk memperbaiki efisiensi dan efektifitas.
2.
Menurut Bramantyo (2004) Strategi restrukturisasi
digunakan untuk mencari jalan keluar bagi perusahaan yang tidak berkembang,
sakit atau adanya ancaman bagi organisasi, atau industri diambang pintu
perubahan yang signifikan. Pemilik umumnya melakukan perubahan dalam tim unit
manajemen, perubahan strategi, atau masuknya teknologi baru dalam perusahaan.
Selanjutnya sering diikuti oleh akuisisi untuk membangun bagian yang kritis,
menjual bagian yang tidak perlu, guna mengurangi biaya akuisisi secara efektif.
Hasilnya adalah perusahaan yang kuat, atau merupakan transformasi industri.
Strategi restrukturisasi memerlukan tim manajemen yang
mempunyai wawasan untuk melihat ke depan, kapan perusahaan berada pada titik
undervalued atau industri pada posisi yang matang untuk transformasi.
Restrukturisasi perusahaan bertujuan untuk memperbaiki dan memaksimalisasi
kinerja perusahaan.
B.
Tujuan Restrukturisasi
Menurut Bramantyo (2004) restrukturisasi perusahaan
bertujuan untuk memperbaiki dan memaksimalisasi kinerja perusahaan. Bagi
perusahaan yang telah go public, maksimalisasi nilai perusahaan dicirikan oleh tingginya
harga saham perusahaan, dan harga tersebut dapat bertengger pada tingkat atas.
Bertahannya harga saham tersebut bukan permainan pelaku pasar atau hasil goreng
menggoreng saham, tetapi benar-benar merupakan cermin ekspektasi investor akan
masa depan perusahaan. Sejalan dengan perusahaan
yang sudah go public, harga jual juga mencerminkan ekspektasi investor atas
kinerja masa depan perusahaan. Sedangkan bagi yang belum go public,
maksimalisasi nilai perusahaan dicerminkan pada harga jual perusahaan tersebut.
C.
Jenis-jenis Restrukturisasi
Menurut Bramantyo (2004) restrukturisasi dapat
dikategorikan ke dalam tiga jenis, yaitu :
1.
Restrukturisasi Portofolio
atau Asset Menurut Bramantyo (2004), restrukturisasi portofolio merupakan kegiatan
penyusunan portofolio perusahaan supaya kinerja perusahaan menjadi semakin
baik. Yang termasuk ke dalam portofolio perusahaan adalah setiap aset, lini
bisnis, divisi, unit usaha atau SBU (Strategic Business Unit), maupun anak
perusahaan.
2.
Restrukturisasi Modal atau
Keuangan Menurut Bramantyo (2004), restrukturisasi keuangan atau
modal adalah penyusunan ulang komposisi modal perusahaan supaya kinerja
keuangan menjadi lebih sehat. Kinerja keuangan dapat dievaluasi berdasarkan
laporan keuangan, yang terdiri dari neraca, rugi/laba, laporan arus kas, dan
posisi modal perusahaan. Berdasarkan data dalam
laporan keuangan perusahaan, akan dapat diketahui tingkat kesehatan perusahaan.
Kesehatan perusahaan dapat diukur berdasarkan rasio kesehatan, antara lain
tingkat efisiensi (efficiency ratio), tingkat efektifitas (effectiveness
ratio), profitabilitas (profitability ratio), tingkat likuiditas (liquidity
ratio), tingkat perputaran aset (asset turn over), leverage ratio dan market
ratio. Selain itu, tingkat kesehatan dapat dilihat dari profil risiko tingkat
pengembalian (risk return profile).
3.
Restrukturisasi Manajemen
atau Organisasi Menurut Bramantyo (2004), restrukturisasi manajemen dan
organisasi, merupakan penyusunan ulang komposisi manajemen, struktur
organisasi, pembagian kerja, sistem operasional, dan hal-hal lain yang
berkaitan dengan masalah managerial dan organisasi. Dalam hal restrukturisasi
manajemen atau organisasi, perbaikan kinerja dapat diperoleh melalui berbagai
cara, antara lain dengan pelaksanaan yang lebih efisien dan efektif, pembagian
wewenang yang lebih baik sehingga keputusan tidak berbelit-belit, dan
kompetensi staf yang lebih mampu menjawab permasalahan di setiap unit kerja.
Menurut Adler (2011) restrukturisasi dapat dikelompokkan
menjadi empat kelompok besar, yaitu yang pertama restrukturisasi aset meliputi
akuisisi, merger, divestasi. Kedua, restrukturisasi kepemilikan meliputi
spin-off, split-ups, equity carve-out. Ketiga, restrukturisasi hutang meliputi
exchange offers, kebangkrutan, likuidasi. Keempat, restrukturisasi joint
venture.
D.
Alasan-alasan
Restrukturisasi
Pada
dasarnya setiap perusahaan dapat menerapkan salah satu jenis restrukturisasi
pada satu saat, namun bisa juga melakukan restrukturisasi secara keseluruhan,
karena aktifitas restrukturisasi saling terkait. Pada umumnya sebelum melakukan
restrukturisasi, manajemen perusahaan perlu melakukan penilaian secara
komprehensif atas semua permasalahan yang dihadapi perusahaan, langkah tersebut
umum disebut sebagai due diligence atau penilaian uji tuntas perusahaan. Hasil
penilaian ini sangat berguna untuk melakukan langkah restrukturisasi yang perlu
dilakukan berdasar skala prioritasnya. Ada berbagai macam alasan perusahaan
melakukan restrukturisasi. Alasan tersebut antara lain:
a.
Masalah
Hukum/desentralisasi Undang-undang
no.22/1999 dan no.25/1999 telah mendorong korporasi untuk mengkaji ulang cara
kerja dan mengevaluasi hubungan kantor pusat, dengan anak-anak perusahaan yang
menyebar di seluruh pelosok tanah air. Keinginan Pemerintah Daerah untuk ikut
menikmati hasil dari perusahaan-perusahaan yang ada di daerah masing-masing
menuntut perusahaan untuk mengkaji ulang seberapa jauh wewenang perlu diberikan
kepada pimpinan anak-anak perusahaan supaya bisa memutuskan sendiri bila ada
masalah-masalah hukum di daerah.
b.
Masalah
Hukum/monopoli Perusahaan yang
telah masuk dalam daftar hitam monopoli, dan telah dinyatakan bersalah oleh
Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU)/pengadilan, harus melakukan
restrukturisasi agar terbebas dari masalah hukum. Misalkan, perusahaan harus
melepas atau memecah divisi supaya dikuasai pihak lain, atau menahan laju
produk yang masuk ke daftar monopoli supaya pesaing bisa mendapat porsi yang
mencukupi.
c.
Tuntutan
pasar Konsumen dimanjakan dengan semakin banyaknya
produsen. Apalagi dalam era perdagangan bebas, produsen dari manapun boleh ke
Indonesia. Hal ini menuntut perusahaan untuk memenuhi tuntutan konsumen, yang
antara lain menyangkut kenyamanan (convenience), kecepatan pelayanan (speed),
ketersediaan produk (conformity), dan nilai tambah yang dirasakan oleh konsumen
(added value). Tuntutan tersebut bisa dipenuhi bila perusahaan paling tidak
mengubah cara kerja, pembagian tugas, dan sistem dalam perusahaan supaya
mendukung pemenuhan tuntutan tersebut.
d.
Masalah
Geografis Perusahaan
yang melakukan ekspansi ke daerah-daerah sulit dijangkau, perlu memberi
wewenang khusus kepada anak perusahaan, supaya bisa beroperasi secara efektif.
Demikian juga jika melakukan ekspansi ke luar negeri, korporasi perlu
mempertimbangkan sistem keorganisasian dan hubungan induk-anak perusahaan
supaya anak perusahaan di manca negera dapat bekerja baik.
e.
Perubahan
kondisi perusahaan Perubahan
kondisi perusahaan sering menuntut manajemen untuk mengubah iklim supaya
perusahaan semakin inovatif dan menciptakan produk atau cara kerja yang baru.
Iklim ini bisa diciptakan bila perusahaan memperbaiki manajemen dan aspek-aspek
keorganisasian, misalnya kondisi kerja, sistem insentif, dan manajemen kinerja.
f.
Hubungan
holding-anak perusahaan Korporasi yang
masih kecil dapat menerapkan operating holding system, dimana induk dapat
terjun ke dalam keputusan-keputusan operasional anak perusahaan. Semakin besar
ukuran korporasi, holding perlu bergeser dan berlaku sebagai supporting
holding, yang hanya mengambil keputusan-keputusan penting dalam rangka
mendukung anak-anak perusahaan supaya berkinerja baik. Semakin besar ukuran
korporasi, induk harus rela bertindak sebagai investment holding, yang tidak
ikut dalam aktifitas, tetapi semata-mata bertindak sebagai “pemilik” anak-anak
perusahaan, menyuntik ekuitas dan pinjaman, dan pada akhir tahun meminta anak.
g.
Masalah
Serikat Pekerja Era
keterbukaan, yang diikuti dengan munculnya undang-undang ketenaga kerjaan yang
terus mengalami perubahan mendorong para buruh untuk semakin berani menyuarakan
kepentingan mereka.
h.
Perbaikan
image korporasi Korporasi
sering mengganti logo perusahaan dalam rangka menciptakan image baru, atau
memperbaiki image yang selama ini melekat pada stakeholders korporasi. Sebagai
contoh, beberapa tahun lalu, PT Garuda Indonesia mengganti logo perusahaan
supaya image korporasi mengalami perubahan.
i.
Fleksibilitas
Manajemen Manajemen
seringkali merestrukturisasi diri supaya cara kerja lebih lincah, pengambilan
keputusan lebih cepat, perbaikan bisa dilakukan lebih tepat guna.
Restrukturisasi ini biasanya berkaitan dengan perubahan job description,
kewenangan tiap tingkatan manajemen untuk memutuskan pengeluaran, kewenangan
dalam mengelola sumber daya (temasuk SDM), dan bentuk organisasi. PT Kimia
Farma melakukan restrukturisasi organisasi, dengan memisah unit apotik supaya
manajemen menjadi semakin lincah dan fokus beroperasi.
j.
Pergeseran
kepemilikan Pendiri
korporasi biasanya memutuskan untuk melakukan go public setelah si pendiri
menyatakan diri sudah tua, tidak sanggup lagi menjalankan korporasi seperti
dulu. Perubahan paling sederhana adalah mengalihkan sebagian kepemilikan kepada
anak-anaknya. Tapi cara ini seringkali tidak cukup.
k.
Akses
modal yang lebih baik PT Indosat
menjual sebagian sahamnya di Bursa Efek New York (NYSE) dengan tujuan supaya
akses modal menjadi lebih luas. Dengan demikian, perusahaan tersebut tidak
harus membanjiri BEJ dengan sahamnya setiap kali membutuhkan modal. Sebagai
dampak tindakan ini, struktur kepemilikan otomatis berubah.
Selain alasan – alasan tersebut, sumber
penciptaan nilai dalam restrukturisasi perusahaan juga meliputi peningkatan
penjualan dan operasi yang ekonomis, peningkatan manajemen, pengaruh informasi,
transfer kesejahteraan dari para pemilik utang, dan keuntungan pajak. Restrukturisasi
perusahaan sebetulnya tak harus menunggu perusahaan menurun, namun dapat
dilakukan setiap kali, agar perusahaan dapat bersaing dan tumbuh berkembang.
Dalam keadaan normal, perusahaan perlu melakukan pembenahan dan perbaikan supaya
dapat terus unggul dalam persaingan, atau paling tidak dapat bertahan.
Perusahaan yang
dapat bersaing dan tumbuh berkembang, mungkin akan melakukan perluasan usaha.
Perluasan usaha tersebut bisa dilakukan dengan cara ekspansi secara intern,
tetapi juga dapat dilakukan dengan cara menggabungkan usaha yang telah ada
(merger dan consolidation) atau membeli perusahaan yang telah ada
(akuisisi). Namun ketika perusahaan mengalami kesulitan keuangan maka harus
dilakukan penyempitan usaha. Kesulitan keuangan ini dimulai dari kesulitan
likuiditas (kemampuan memenuhi kewajiban jangka pendek) hingga kesulitan
solvabilitas (kemampuan memenuhi kewajiban jangka panjang). Kesulitan keuangan
tersebut dapat diselesaikan dengan cara reorganisasi ataupun likuidasi. Cara reorganisasi
ditempuh apabila kesulitan keuangan perusahaan tersebut diperkirakan masih bisa
diperbaiki, karena prospek perusahaan diperkirakan masih baik. Dengan kata
lain, apabila kondisi perusahaan sudah tidak bisa diperbaiki, maka likuidasi
harus ditempuh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar