A.
Pengertian Bahasa
Bahasa adalah kesatuan perkataan beserta sistem
penggunaannya yang berlaku umum dalam pergaulan antar anggota suatu masyarakat
atau bangsa. Masyarakat atau bangsa merupakan sekelompok manusia atau komunitas
dengan kesamaan letak geografi, kesamaan budaya, dan kesamaan tradisi. Dengan
demikian, selain memiliki fungsi utama sebagai wahana berkomunikasi, bahasa
juga memiliki peran sebagai alat ekspresi budaya yang mencerminkan bangsa
penuturnya. Kecakapan berbahasa suatu bangsa mencerminkan budaya bangsa yang
terwujud dalam sikap berbahasa itu sendiri. Sikap berbahasa yang dilandasi oleh
kesadaran berbahasa akan membangun rasa cinta, bangga, dan setia terhadap
bahasa dan terhadap bangsa. Berikut ini
merupakan definisi bahasa oleh para ahli:
1.
Bill Adams mengartikan
Bahasa adalah sebuah sistem pengembangan psikologi individu dalam sebuah
konteks inter-subjektif.
2. Wittgenstein Bahasa merupakan bentuk pemikiran yang dapat dipahami, berhubungan
dengan realitas, dan memiliki bentuk dan struktur yang logis.
3. Ferdinand De Saussure mengartikan Bahasa adalah ciri pembeda yang paling menonjol karena
dengan bahasa setiap kelompok sosial merasa dirinya sebagai kesatuan yang
berbeda dari kelompok yang lain.
4. Plato mengartikan
Bahasa pada dasarnya adalah pernyataan pikiran seseorang dengan perantaraan
onomata (nama benda atau sesuatu) dan rhemata (ucapan) yang merupakan cermin
dari ide seseorang dalam arus udara lewat mulut.
5. Bloch & Trager Bahasa adalah sebuah sistem simbol yang bersifat manasuka dan dengan
sistem itu suatu kelompok sosial bekerja sama.
6. Carrol mengartikan Bahasa adalah sebuah sistem berstruktural mengenai
bunyi dan urutan bunyi bahasa yang sifatnya manasuka, yang digunakan, atau yang
dapat digunakan dalam komunikasi antar individu oleh sekelompok manusia dan
yang secara agak tuntas memberi nama kepada benda-benda, peristiwa-peristiwa,
dan proses-proses dalam lingkungan hidup manusia.
7. Sudaryono Bahasa adalah sarana komunikasi yang efektif walaupun tidak
sempurna sehingga ketidaksempurnaan bahasa sebagai sarana komunikasi menjadi
salah satu sumber terjadinya kesalahpahaman.
8. Saussure
mengartikan Bahasa adalah objek dari semiologi.
9. Mc. Carthy mengartikan Bahasa adalah praktik yang paling tepat untuk mengembangkan
kemampuan berpikir.
10. William A. Haviland Bahasa adalah suatu sistem bunyi yang jika digabungkan menurut
aturan tertentu menimbulkan arti yang dapat ditangkap oleh semua orang yang
berbicara dalam bahasa itu.
Pada dasarnya
bahasa merupakan rangkaian bunyi yang melambangkan pikiran, perasaan serta
sikap. Pengertian bahasa jika dijawab melalui tiga sudut pandang, yakni:
1.
Bahasa sebagai istilah Sebagai istilah, bahasa dapat memiliki
pengertian yang bersifat umum-khusus dan abstrak-konkrit. Secara umum,
pengertian bahasa dalam kalimat itu memiliki pengertian yang luas karena
meliputi berbagai macam bahasa (Inggris, Prancis, Jepang, Indonesia, dan
sebagainya). Bahasa dalam arti khusus, hanya merujuk pada bahasa tertentu.
Misalnya, “bila orang mengatakan manusia memiliki bahasa”, pengertian bahasa
dalam kalimat ini memiliki pengertian yang luas karena memiliki berbagai macam
bahasa, contohnya seperti: bahasa Inggris, Prancis, Jepang, Indonesia, dan
sebagainya.
2.
Bahasa sebagai system Bahasa sebagai sistem berupa lambang bunyi
bermakna yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Sebagai sistem lambang bunyi
(ujaran) bermakna, antara bahasa yang satu dengan bahasa lainnya memiliki
sistem yang berbeda, tetapi setiap bahasa sama-sama memiliki dua sistem, yakni
sistem bunyi dan sistem makna.
3.
Bahasa sebagai alat Bahasa sebagai alat, bahasa digunakan sebagai
sarana komunikasi baik secara lisan maupun tulis. Bahasa lisan sangat efektif
digunakan sebagai sarana komunikasi secara langsung antar sesama manusia.
Secara tulis, bahasa dapat menjadi alat perekam berbagai peristiwa. Bahasa
tulis juga digunakan sebagai bahasa ilmu.
Bahasa merupakan alat komunikasi yang
mengandung beberapa sifat yaitu sebagai berikut:
a.
Bahasa
dikatakan bersifat sistematik karena bahasa memiliki pola dan kaidah
yang harus ditaati agar dapat dipahami oleh pemakainya. Bahasa diatur oleh
sistem. Setiap bahasa mengandung dua sistem, yaitu sistem bunyi dan sistem
makna.
b.
Bahasa
disebut mana suka karena unsur-unsur bahasa dipilih secara acak tanpa
dasar. Tidak ada hubungan logis antara bunyi dan makna yang disimbolkannya.
Sebagai contoh mengapa manusia yang baru lahir disebut bayi bukan
disebut remaja. Mengapa wanita yang masih muda disebut sebagai gadis
bukan nenek atau sebaliknya. Jadi, pilihan suatu kata disebut bayi,
remaja, gadis, nenek, dan lain-lainnya itu ditentukan bukan atas dasar
kriteria atau standar tertentu, melainkan secara mana suka.
c.
Selanjutnya,
bahasa disebut juga ujaran karena media yang terpenting adalah bunyi walaupun
kemudian ditemui ada juga media tulisan.
d.
Bahasa
disebut bersifat manusiawi karena bahasa menjadi berfungsi selama
manusia yang memanfaatkannya, bukan makhluk lainnya.
e.
Bahasa
bersifat komunikatif karena fungsi utama bahasa adalah sebagai alat
berkomunikasi atau alat penghubung antar keluarga, masyarakat, dan bangsa dalam
segala kegiatannya. Bahasa sebagai alat komunikasi verbal, hanya dimiliki manusia.
Hewan tidak mempunyai bahasa. Yang dimiliki hewan sebagai alat komunikasi, yang
berupa bunyi atau gerak isyarat, tidak bersifat produktif dan dinamis. Manusia
dalam menguasai bahasa bukanlah secara instingtif atau naluriah, tetapi dengan
cara belajar. Hewan tidak mampu untuk mempelajari bahasa manusia, oleh karena
itu dikatakan bahwa bahasa itu bersifat manusiawi
f.
Bersifat
Arbitrer Bahasa bersifat abritrer artinya hubungan antara lambang dengan
yang dilambangkan tidak bersifat wajib, bisa berubah dan tidak dapat dijelaskan
mengapa lambang tersebut mengonsepi makna tertentu. Secara kongkret, alasan
“kuda” melambangkan ‘sejenis binatang berkaki empat yang bisa dikendarai’
adalah tidak bisa dijelaskan. Meskipun bersifat abritrer, tetapi juga
konvensional. Artinya setiap penutur suatu bahasa akan mematuhi hubungan antara
lambang dengan yang dilambangkannya. Dia akan mematuhi, misalnya, lambang
‘buku’ hanya digunakan untuk menyatakan ‘tumpukan kertas bercetak yang
dijilid’, dan tidak untuk melambangkan konsep yang lain, sebab jika
dilakukannya berarti dia telah melanggar konvensi itu.Bahasa Bersifat Produktif
g.
Bahasa Bersifat
Produktif Bahasa bersifat produktif artinya, dengan sejumlah besar unsur yang
terbatas, namun dapat dibuat satuan-satuan ujaran yang hampir tidak terbatas.
Misalnya, menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia susunan WJS. Purwadarminta bahasa
Indonesia hanya mempunyai kurang lebih 23.000 kosa kata, tetapi dengan 23.000
buah kata tersebut dapat dibuat jutaan kalimat yang tidak terbatas.
h.
Bahasa Bersifat
Dinamis Bahasa bersifat dinamis berarti bahwa bahasa itu tidak lepas dari
berbagai kemungkinan perubahan sewaktu-waktu dapat terjadi. Perubahan itu dapat
terjadi pada tataran apa saja: fonologis, morfologis, sintaksis, semantic dan
leksikon. Pada setiap waktu mungkin saja terdapat kosakata baru yang muncul,
tetapi juga ada kosakata lama yang tenggelam, tidak digunakan lagi
i.
Bahasa Bersifat
Beragam Meskipun bahasa mempunyai kaidah atau pola tertentu yang sama,
namun karena bahasa itu digunakan oleh penutur yang heterogen yang mempunyai
latar belakang sosial dan kebiasaan yang berbeda, maka bahasa itu menjadi
beragam, baik dalam tataran fonologis, morfologis, sintaksis maupun pada
tataran leksikon. Bahasa Jawa yang digunakan di Surabaya berbeda dengan yang
digunakan di Yogyakarta. Begitu juga bahasa Arab yang digunakan di Mesir
berbeda dengan yang digunakan di Arab Saudi.
B.
Hakikat
Bahasa Indonesia
Secara umum, Bahasa Indonesia adalah
bahasa yang menjadi wahana komunikasi dan alat ekspresi budaya yang
mencerminkan eksistensi bangsa Indonesia. Pengembangan sikap berbahasa yang
mencakup kemahiran berbahasa Indonesia dalam wadah pendidikan formal (sekolah)
dilaksanakan melalui mata pelajaran atau mata kuliah Bahasa Indonesia.
1.
Arti kata hakikat bila
merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) (Ali, 1990) memiliki pengertian intisari atau dasar.
Hakikat bahasa dapat diartikan sebagai sesuatu yang mendasar dari bahasa.
2.
Rumusan tentang hakikat
Bahasa Indonesia dikemukakan Machfudz (2000) bahwa Hakikat Bahasa Indonesia
adalah: Bahasa sebagai simbol, Bahasa sebagai bunyi ujaran, bahasa bersifat
arbitrer, dan Bahasa bersifat konvensional."
3.
Chaer
memberikan ciri-ciri yang menunjukkan hakikat bahasa antara lain, bahwa bahasa
itu sebuah sistem lambang, berupa bunyi, bersifat arbitrer, produktif, dinamis,
beragam dan manusiawi
4.
Bloch
& Trager yang dikutip oleh Hasan Lubis mengartikan hakikat bahasa sebagai
berikut :”Language is a system of arbitrary vocal symbol”(bahasa adalah sebuah
sistem lambang-lambang vokal yang bersifat arbitrer) Berdasarkan pendefinisian
tersebut, Lubis menandai empat hal yang menjadi ciri bahasa, yaitu sistem,
artinya keteraturan, dimulai dari bunyi-bunyi, fonem-fonem, morfem-morfem,
kata-kata, dan kalimat-kalimat yang semuanya mempunyai sistem atau aturan.
Sistem bahasa yang disusun tersebut dilambangkan dengan lambang bahasa yang
memiliki makna. Vokal, dalam definisi yang disampaikan oleh Lubis mengacu pada
alat ucap, ia mengatakan bahwa bahasa adalah lambang-lambang yang diucapkan
dengan teratur. Sedangkan pengertian arbitrer ia jelaskan dengan istilah
manasuka.
5.
Semenara
Prof, Anderson mengemukakan delapan prinsip dasar mengenai hakikat bahasa:
a.
Bahasa
adalah suatu system
b.
Bahasa
adalah vocal
c.
Bahasa
tersusun dari lambang-lambang mana suka
d.
Setiap
bahasa bersifat khas, unik
e.
Bahasa
dibangun dari kebiasaan-kebiasaan
f.
Bahasa
adalah alat komunikasi
g.
Basasa
berhubungan erat dengan budaya asalnya
h.
Bahasa
itu berubah-ubah (Anderson; 1972:35-6)
6. H. Dauglas Brown, setelah menelaah batasan
bahasa dari enam sumber, membuat rangkuman sebagai berikut:
a.
Bahasa
adalah suatu sistem yang sistematis, barangkali juga untuk sistem generatif
b.
Bahasa
adalah seperangkat lambang-lambang mana suka atau simbol-simbol arbiter
c.
Lambang
tersebut terutama sekali bersifat vokal tetapi mungkin juga bersifat visual
d.
Lambang
itu mengandung makna konvensional
e.
Bahasa
dipergunakan sebagai alat komunikasi
f.
Bahasa
beroprasi dalam suatu masyarakat bahasa atau budaya
g.
Bahasa
pada hakikatnya bersifat kemanusiaan, walaupunn mungkin tidak terbatas pada
manusia saja
h.
Bahasa
diperoleh semua orang atau bangsa dengan cara yang hamper bersamaan; bahasa dan
belajar bahasa mempunyai ciri-ciri kemestaan (Brown,1980:5)
Beradasarkan
pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa hakikat bahasa itu adalah sebuah
sistem yang terdiri atas subsistem-subsistem yang memiliki aturan tersendiri,
sistem bahasa tersebut dilambangkan dengan lambang bunyi bahasa yang memiliki
makna dan bersifat arbitrer yang berdasarkan konvensi masyarakat tutur (Speech
Community). Selain itu, bahasa bersifat produktif artinya dengan unsur yang
terbatas dapat menghasilkan ujaran yang tidak terbatas serta bahasa akan
berubah seiring perkembangan zaman dan manusia karena bahasa bersifat dinamis
dan manusiawi atau hanya dimiliki dan dipakai atau digunakan oleh manusia.
C.
Fungsi Bahasa Indonesia
Menurut Felicia (2001 : 1), dalam berkomunikasi
sehari-hari, salah satu alat yang paling sering digunakan adalah bahasa, baik
bahasa lisan maupun bahasa tulis. Begitu dekatnya kita kepada bahasa, terutama
bahasa Indonesia, sehingga tidak dirasa perlu untuk mendalami dan mempelajari
bahasa Indonesia secara lebih jauh. Akibatnya, sebagai pemakai bahasa, orang
Indonesia tidak terampil menggunakan bahasa. Suatu kelemahan yang tidak
disadari.
Komunikasi lisan atau nonstandar yang sangat
praktis menyebabkan kita tidak teliti berbahasa. Akibatnya, kita mengalami
kesulitan pada saat akan menggunakan bahasa tulis atau bahasa yang lebih
standar dan teratur. Pada saat dituntut untuk berbahasa’ bagi kepentingan yang
lebih terarah dengan maksud tertentu, kita cenderung kaku. Kita akan berbahasa
secara terbata-bata atau mencampurkan bahasa standar dengan bahasa nonstandar
atau bahkan, mencampurkan bahasa atau istilah asing ke dalam uraian kita.
Padahal, bahasa bersifat sangat luwes, sangat manipulatif. Kita selalu dapat
memanipulasi bahasa untuk kepentingan dan tujuan tertentu. Lihat saja,
bagaimana pandainya orang-orang berpolitik melalui bahasa. Kita selalu dapat
memanipulasi bahasa untuk kepentingan dan tujuan tertentu. Agar dapat
memanipulasi bahasa, kita harus mengetahui fungsi-fungsi bahasa.
Derasnya arus globalisasi di dalam kehidupan
kita akan berdampak pula pada perkembangan dan pertumbuhan bahasa sebagai
sarana pendukung pertumbuhan dan perkembangan budaya, ilmu pengetahuan dan
teknologi. Di dalam era globalisasi itu, bangsa Indonesia mau tidak mau harus
ikut berperan di dalam dunia persaingan bebas, baik di bidang politik, ekonomi,
maupun komunikasi. Konsep-konsep dan istilah baru di dalam pertumbuhan
dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) secara tidak langsung memperkaya
khasanah bahasa Indonesia. Dengan demikian, semua produk budaya akan tumbuh dan
berkembang pula sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi itu, termasuk bahasa Indonesia, yang dalam itu, sekaligus berperan
sebagai prasarana berpikir dan sarana pendukung pertumbuhan dan perkembangan
iptek itu (Sunaryo, 1993, 1995).
Menurut Sunaryo (2000 : 6), tanpa adanya bahasa
(termasuk bahasa Indonesia) iptek tidak dapat tumbuh dan berkembang. Selain itu
bahasa Indonesia di dalam struktur budaya, ternyata memiliki kedudukan, fungsi,
dan peran ganda, yaitu sebagai akar dan produk budaya yang sekaligus berfungsi
sebagai sarana berfikir dan sarana pendukung pertumbuhan dan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Tanpa peran bahasa serupa itu, ilmu pengetahuan dan
teknologi tidak akan dapat berkembang. Implikasinya di dalam pengembangan daya
nalar, menjadikan bahasa sebagai prasarana berfikir modern. Oleh karena itu,
jika cermat dalam menggunakan bahasa, kita akan cermat pula dalam berfikir
karena bahasa merupakan cermin dari daya nalar (pikiran).
1.
Bahasa sebagai Alat Ekspresi Diri Pada awalnya, seorang anak menggunakan bahasa
untuk mengekspresikan kehendaknya atau perasaannya pada sasaran yang tetap,
yakni ayah-ibunya. Dalam perkembangannya, seorang anak tidak lagi menggunakan
bahasa hanya untuk mengekspresikan kehendaknya, melainkan juga untuk
berkomunikasi dengan lingkungan di sekitarnya. Setelah kita dewasa, kita
menggunakan bahasa, baik untuk mengekspresikan diri maupun untuk berkomunikasi.
Seorang penulis mengekspresikan dirinya melalui tulisannya. Sebenarnya, sebuah
karya ilmiah pun adalah sarana pengungkapan diri seorang ilmuwan untuk
menunjukkan kemampuannya dalam sebuah bidang ilmu tertentu. Jadi, kita dapat
menulis untuk mengekspresikan diri kita atau untuk mencapai tujuan tertentu. Sebagai
contoh lainnya, tulisan kita dalam sebuah buku, merupakan hasil ekspresi
diri kita. Pada saat kita menulis, kita tidak memikirkan siapa pembaca kita.
Kita hanya menuangkan isi hati dan perasaan kita tanpa memikirkan apakah
tulisan itu dipahami orang lain atau tidak. Akan tetapi, pada saat kita menulis
surat kepada orang lain, kita mulai berpikir kepada siapakah surat itu akan
ditujukan. Kita memilih cara berbahasa yang berbeda kepada orang yang kita
hormati dibandingkan dengan cara berbahasa kita kepada teman kita.
Pada saat menggunakan bahasa sebagai alat untuk
mengekspresikan diri, si pemakai bahasa tidak perlu mempertimbangkan atau
memperhatikan siapa yang menjadi pendengarnya, pembacanya, atau khalayak
sasarannya. Ia menggunakan bahasa hanya untuk kepentingannya pribadi. Fungsi
ini berbeda dari fungsi berikutnya, yakni bahasa sebagai alat untuk
berkomunikasi. Sebagai alat untuk menyatakan ekspresi diri, bahasa menyatakan
secara terbuka segala sesuatu yang tersirat di dalam dada kita,
sekurang-kurangnya untuk memaklumkan keberadaan kita. Unsur-unsur yang
mendorong ekspresi diri antara lain : agar menarik perhatian orang lain
terhadap kita dan keinginan untuk membebaskan diri kita dari semua tekanan
emosi. Pada taraf permulaan, bahasa pada anak-anak sebagian
berkembang sebagai alat untuk menyatakan dirinya sendiri (Gorys Keraf,
1997 :4).
2.
Bahasa sebagai Alat Komunikasi Komunikasi merupakan akibat yang lebih jauh
dari ekspresi diri. Komunikasi tidak akan sempurna bila ekspresi diri kita
tidak diterima atau dipahami oleh orang lain. Dengan komunikasi pula kita
mempelajari dan mewarisi semua yang pernah dicapai oleh nenek moyang kita,
serta apa yang dicapai oleh orang-orang yang sezaman dengan kita. Sebagai alat
komunikasi, bahasa merupakan saluran perumusan maksud kita, melahirkan perasaan
kita dan memungkinkan kita menciptakan kerja sama dengan sesama warga. Ia
mengatur berbagai macam aktivitas kemasyarakatan, merencanakan dan mengarahkan
masa depan kita (Gorys Keraf, 1997 : 4).
Pada saat kita menggunakan bahasa sebagai alat
komunikasi, kita sudah memiliki tujuan tertentu. Kita ingin dipahami oleh orang
lain. Kita ingin menyampaikan gagasan yang dapat diterima oleh orang lain. Kita
ingin membuat orang lain yakin terhadap pandangan kita. Kita ingin mempengaruhi
orang lain. Lebih jauh lagi, kita ingin orang lain membeli hasil pemikiran
kita. Jadi, dalam hal ini pembaca atau pendengar atau khalayak sasaran menjadi
perhatian utama kita. Kita menggunakan bahasa dengan memperhatikan kepentingan
dan kebutuhan khalayak sasaran kita. Pada saat kita menggunakan bahasa untuk
berkomunikasi, antara lain kita juga mempertimbangkan apakah bahasa yang kita
gunakan laku untuk dijual. Oleh karena itu, seringkali kita mendengar istilah
“bahasa yang komunikatif”. Misalnya, kata makro hanya dipahami
oleh orang-orang dan tingkat pendidikan tertentu, namun kata besar atau
luas lebih mudah dimengerti oleh masyarakat umum. Kata griya,
misalnya, lebih sulit dipahami dibandingkan kata rumah atau wisma.
Dengan kata lain, kata besar, luas, rumah, wisma, dianggap lebih
komunikatif karena bersifat lebih umum. Sebaliknya, kata-kata griya atau makro
akan memberi nuansa lain pada bahasa kita, misalnya, nuansa keilmuan,
nuansa intelektualitas, atau nuansa tradisional.
Bahasa sebagai alat ekspresi diri dan sebagai
alat komunikasi sekaligus pula merupakan alat untuk menunjukkan identitas diri.
Melalui bahasa, kita dapat menunjukkan sudut pandang kita, pemahaman kita atas
suatu hal, asal usul bangsa dan negara kita, pendidikan kita, bahkan sifat
kita. Bahasa menjadi cermin diri kita, baik sebagai bangsa maupun sebagai diri
sendiri.
3.
Bahasa sebagai Alat Integrasi dan Adaptasi
Sosial Bahasa
disamping sebagai salah satu unsur kebudayaan, memungkinkan pula manusia
memanfaatkan pengalaman-pengalaman mereka, mempelajari dan mengambil bagian
dalam pengalaman-pengalaman itu, serta belajar berkenalan dengan orang-orang
lain. Anggota-anggota masyarakat hanya dapat dipersatukan secara efisien
melalui bahasa. Bahasa sebagai alat komunikasi, lebih jauh memungkinkan tiap
orang untuk merasa dirinya terikat dengan kelompok sosial yang dimasukinya,
serta dapat melakukan semua kegiatan kemasyarakatan dengan menghindari sejauh
mungkin bentrokan-bentrokan untuk memperoleh efisiensi yang setinggi-tingginya.
Ia memungkinkan integrasi (pembauran) yang sempurna bagi tiap individu dengan
masyarakatnya (Gorys Keraf, 1997 : 5).
Cara berbahasa tertentu selain berfungsi
sebagai alat komunikasi, berfungsi pula sebagai alat integrasi dan adaptasi
sosial. Pada saat kita beradaptasi kepada lingkungan sosial tertentu, kita akan
memilih bahasa yang akan kita gunakan bergantung pada situasi dan kondisi yang
kita hadapi. Kita akan menggunakan bahasa yang berbeda pada orang yang berbeda.
Kita akan menggunakan bahasa yang nonstandar di lingkungan teman-teman dan
menggunakan bahasa standar pada orang tua atau orang yang kita hormati.
Pada saat kita mempelajari bahasa asing, kita
juga berusaha mempelajari bagaimana cara menggunakan bahasa tersebut. Misalnya,
pada situasi apakah kita akan menggunakan kata tertentu, kata manakah yang
sopan dan tidak sopan. Bilamanakah kita dalam berbahasa Indonesia boleh menegur
orang dengan kata Kamu atau Saudara atau Bapak atau Anda?
Bagi orang asing, pilihan kata itu penting agar ia diterima di dalam
lingkungan pergaulan orang Indonesia. Jangan sampai ia menggunakan kata kamu
untuk menyapa seorang pejabat. Demikian pula jika kita mempelajari bahasa
asing. Jangan sampai kita salah menggunakan tata cara berbahasa dalam budaya
bahasa tersebut. Dengan menguasai bahasa suatu bangsa, kita dengan mudah
berbaur dan menyesuaikan diri dengan bangsa tersebut.
4.
Bahasa sebagai Alat Kontrol Sosial Sebagai alat kontrol sosial, bahasa sangat
efektif. Kontrol sosial ini dapat diterapkan pada diri kita sendiri atau kepada
masyarakat. Berbagai penerangan, informasi, maupun pendidikan disampaikan
melalui bahasa. Buku-buku pelajaran dan buku-buku instruksi adalah salah satu
contoh penggunaan bahasa sebagai alat kontrol sosial.
Ceramah agama
atau dakwah merupakan contoh penggunaan bahasa sebagai alat kontrol sosial.
Lebih jauh lagi, orasi ilmiah atau politik merupakan alat kontrol sosial. Kita
juga sering mengikuti diskusi atau acara bincang-bincang (talk show) di
televisi dan radio. Iklan layanan masyarakat atau layanan sosial merupakan
salah satu wujud penerapan bahasa sebagai alat kontrol sosial. Semua itu
merupakan kegiatan berbahasa yang memberikan kepada kita cara untuk memperoleh
pandangan baru, sikap baru, perilaku dan tindakan yang baik. Di samping itu,
kita belajar untuk menyimak dan mendengarkan pandangan orang lain mengenai
suatu hal. Contoh fungsi bahasa sebagai alat kontrol sosial yang sangat mudah
kita terapkan adalah sebagai alat peredam rasa marah. Menulis merupakan salah
satu cara yang sangat efektif untuk meredakan rasa marah kita. Tuangkanlah rasa
dongkol dan marah kita ke dalam bentuk tulisan. Biasanya, pada akhirnya, rasa
marah kita berangsur-angsur menghilang dan kita dapat melihat persoalan secara
lebih jelas dan tenang.
Menurut Tarigan
(1987), fungsi bahasa adalah sebagai sarana komunikasi. Dalam arti luas,
komunikasi adalah proses transaksi dinamis yang memandatkan komunikator untuk (to
code) berperilaku, verbal maupun nonverbal.
Berbicara
mengenai fungsi bahasa sebagai alat komunikasi manusia, beberapa ahli telah
menjabarkan fungsi-fungsi bahasa tersebut. Finocchinario yang dikutip oleh
Lubis membagi lima fungsi bahasa yaitu :
1.
Fungsi Personal, adalah kemampuan pembicara dalam hal pembicaraannya,
misalnya cinta, kesenangan, kekecewaan, kesusahan, kemarahan dan sebagainya.
2. Fungsi Interpersonal, adalah
kemampuan untuk membina dan menjalin hubungan kerja dan hubungan sosial dengan
orang lain, misalnya rasa simpati dan rasa senang atas keberhasilan orang lain,
kekhawatiran dan sebagainya.
3. Fungsi Direktif, memungkinkan
pembicara untuk mengajukan permintaan, saran, membujuk, meyakinkan dan
sebagainya.
4. Fungsi referensial, yang
berhubungan dengan kemampuan untuk menulis atau berbicara tentang lingkungan
kita yang terdekat dan juga mengenai bahasa itu sendiri
5.
Fungsi Imajinatif, kemampuan untuk dapat menyusun irama,
sajak, cerita tertulis maupun lisan
Sementara
itu, Halliday yang dikutip Tarigan membagi fungsi bahasa ke dalam tujuh fungsi,
yaitu :
1.
Fungsi Instrumental, melayani pengelolaan lingkungan,
menyebabkan peristiwa-peristiwa tertentu terjadi.
2. Fungsi regulasi, bertindak
untuk mengawasi serta mengendalikan peristiwa-peristiwa.
3. Fungsi Representasional,
penggunaan bahasa untuk membuat pernyataan-pernyataan, menyampaikan fakta-fakta
dan pengetahuan, menjelaskan atau melaporkan atau dengan kata lain
menggambarkan realitas yang sebenarnya seperti yang dilihat seseorang.
4. Fungsi Interaksional, bertugas
untuk menjamin serta memantapkan ketahanan dan kelangsungan komunikasi sosial.
5. Fungsi Personal, memberi
kesempatan pada seseorang pembicara untuk mengekspresikan perasaan, emosi,
pribadi, serta reaksi-reaksinya yang mendalam.
6. Fungsi Heuristik, melibatkan
penggunaan bahasa untuk memperoleh ilmu pengetahuan, mempelajari seluk-beluk
lingkungan.
7.
Fungsi Imajinatif, melayani penciptaan sistem-sistem atau
gagasan-gagasan yang bersifat imajinatif.
Dari
paparan dua ahli di atas, pada dasarnya terdapat kesamaan dalam hal pembagian
fungsi bahasa sebagai alat komunikasi manusia, tetapi yang paling mendasar yang
harus dikuasai oleh manusia sebagai pengguna bahasa untuk kepentingan
komunikasi dengan manusia yang lain adalah fungsi interaksional (Halliday),
atau interpersonal (Finocchinario) karena pada dasarnya manusia adalah makhluk
sosial yang tidak bisa bekerja sendiri dan memerlukan bantuan orang lain serta
selalu membutuhkan hidup bersama.
Adapun,
fungsi dari bahasa Indonesia itu sendiri, berfungsi sebagai:
1. Bahasa resmi kenegaraan
2. Bahasa pengantar dalam dunia pendidikan
3. Bahasa resmi untuk kepentingan perencanaan
dan pelaksanaan pembangunan nasional serta kepentingan
pemerintah
4. Alat pengembangan kebudayaan
Fungsi bahasa
indonesia sebagai bahasa baku :
1.
Fungsi
Pemersatu, artinya bahasa
Indonesia mempersatukan suku bangsa yang berlatar budaya dan bahasa yang
berbeda-beda
2. Fungsi pemberi
kekhasan, artinya bahasa
baku memperbedakan bahasa itu dengan bahasa yang lain
3. Fungsi penambah
kewibawaan, penggunaan
bahasa baku akan menambah kewibawaan atau prestise.
4. Fungsi sebagai
kerangka acuan, mengandung
maksud bahwa bahasa baku merupakan kerangka acuan pemakaian bahasa
C.
Ragam Bahasa Indonesia
Manusia adalah
makhluk social yang saling berinteraksi dalam masyarakat menggunakan bahasa,
dan dalam masyarakat tersebut terdapat bermacam – macam bahasa yang disebut Ragam
Bahasa. Indonesia merupakan Negara yang terdiri atas beribu-ribu
pulau, yang dihuni oleh ratusan suku bangsa dengan pola kebudayaan
sendiri-sendiri, pasti melahirkan berbagai ragam bahasa yang bermacam-macam dan
ini disebut Ragam Bahasa Indonesia.
1. Ragam bahasa
menurut sudut pandang penutur :
a.
Ragam
daerah ( logat / dialek)
b.
Ragam
pendidikan terdiri atas:
a.
Bahasa
baku
b.
Bahasa
tidak baku
2.
Ragam
bahasa menurut sikap penutur , gaya
atau langgam yang digunakan penutur terhadap orang yang diajak bicara.
3. Ragam bahasa
menurut jenis pemakaiannya :
a.
ragam
dari sudut pandangan bidang atau pokok persoalan
b. ragam menurut sarananya :
1.
Lisan
: dengan intonasi yaitu tekanan, nada, tempo suara, dan perhentian.
2.
Tulisan
: dipengaruhi oleh bentuk, pola kalimat, dan tanda baca.
4.
Ragam bahasa menurut bidang wacana :
a. Ragam ilmiah : bahasa yang digunakan dalam
kegiatan ilmiah,ceramah, tulisan-tulisan ilmiah
b. Ragam populer : bahasa yang digunakan dalam
pergaulan seharihari dan dalam tulisan populer
5. Ragam bahasa
baku dan tidak baku
Ciri
– ciri ragam bahasa baku :
a.
kemantapan
dinamis, memiliki
kaidah dan aturan yang relatif tetap dan luwes.
b. Kecendekiaan, sanggup mengungkap proses pemikiran yang rumit
diberbagai ilmu dan tekhnologi
c.
Keseragaman
kaidah adalah keseragaman aturan atau norma
Proses
pembakuan bahasa terjadi karena keperluan komunikasi. Dalam proses pembakuan
atau standardisasi variasi bahasa, bahasa itu disebut bahasa baku atau
standard. Pembakuan tidak bermaksud untuk mematikan variasi-variasi bahasa
tidak baku. Untuk mengatasi keanekaragaman pemakaian bahasa yang merupakan
variasi dari bahasa tidak baku maka diperlukan bahasa bahasa baku atau bahasa
standard.
Bahasa Indonesia baku adalah ragam bahasa yang
dipergunakan dalam:
a. komunikasi resmi, yakni surat-menyurat resmi,
pengumuman yang dikeluarkan oleh instansi resmi, penamaan dan peristilahan
resmi, perundang-undangan, dan sebagainya.
b. wacana teknis, yakni dalam laporan resmi dan
karangan ilmiah.
c.
pembicaraan
di depan umum yakni dalam ceramah, kuliah, khotbah
d. pembicaraan dengan orang yang dihormati yakni
orang yang lebih tua, lebih tinggi status sosialnya dan orang yang baru
dikenal.
Ciri struktur (unsur-unsur) bahasa Indonesia
baku adalah sebagai berikut.
1.
Pemakaian
awalan me- dan ber- (bila ada) secara eksplisit dan konsisten.
2.
Pemakaian
fungsi gramatikal (subyek, predikat, dan sebagainya secara eksplisit dan
konsisten.
3.
Pemakaian
fungsi bahwa dan karena (bila ada) secara eksplisit dan konsisten (pemakaian
kata penghubung secara tepat dan ajeg.
4.
Pemakaian
pola frase verbal aspek + agen + verba (bila ada) secara konsisten (penggunaan
urutan kata yang tepat).
5.
Pemakaian
konstruksi sintesis (lawan analitis).
6.
Pemakaian
partikel kah, lah, dan pun secara konsisten.
7.
Pemakaian
preposisi yang tepat.
8.
Pemakaian
bentuk ulang yang tepat menurut fungsi dan tempatnya.
9.
Pemakaian
unsur-unsur leksikal berikut berbeda dari unsur-unsur yang menandai bahasa
Indonesia baku.
10. Pemakaian ejaan resmi yang sedang berlaku
(EYD).
11. Pemakaian peristilahan resmi.
12. Pemakaian kaidah yang baku
Bahasa
Indonesia yang Baik dan Benar Berbahasa
Indonesia yang baik adalah berbahasa Indonesia yang sesuai dengan tempat tempat
terjadinya kontak berbahasa, sesuai dengan siapa lawan bicara, dan sesuai
dengan topic pembicaraan. Bahasa Indonesia yang baik tidak selalu perlu beragam
baku. Yang perlu diperhatikan dalam berbahasa Indonesia yang baik adalah
pemanfaatan ragam yang tepat dan serasi menurut golongan penutur dan jenis
pemakaian bahasa. Ada pun berbahasa Indonesia yang benar adalah berbahasa
Indonesia yang sesuai dengan kaidah yang berlaku dalam bahasa Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar